Wednesday, March 11, 2009

Terapkan Inovasi Standar Prosedur Kerja dan Kelembagaan, Yogyakarta Raih Predikat Kota Paling Bersih Perilaku Korupsi

Hasil riset Transparency International Indonesia pada 2008 lalu menunjukkan Yogyakarta sebagai kota yang paling bersih dari perilaku korupsi. Namun, hasil tersebut tidak lantas menjadikan kota ini puas begitu saja. Upaya untuk meningkatkan skor menjadi lebih penting guna mewujudkan pemerintahan yang lebih bersih dan baik.

Hery Zudianto, S.E., Akt., M.M., Walikota Yogyakarta, mengungkapkan hal tersebut dalam policy corner yang mengangkat tema “Mengapa Kota Yogyakarta menjadi Kota Terbersih dari Korupsi?” di Ruang Seminar Magister Studi Kebijakan (MSK) UGM, Kamis (5/2). Acara diselenggarakan oleh MSK UGM dengan menghadirkan Manajer Riset dan Kebijakan Transparency International Indonesia, Frengky Simanjuntak, sebagai pembicara.

Dituturkan Hery bahwa untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih, salah satu kebijakan yang diterapkan adalah melalui pendekatan organisasi. Pendekatan dilakukan dengan melakukan inovasi kelembagaan dan standar prosedur kerja (SOP). Langkah yang telah ditempuh adalah dengan pembentukan dinas perizinan untuk memberikan pelayanan prima, akuntabilitas, dan transparansi informasi kepada masyarakat. Diharapkan layanan perizinan menjadi lebih efisien, komprehensif, dan terjamin kepastiannya. “ Lebih menghemat waktu, biaya, dan aturan,” kata bapak tiga anak ini.

Pemerintahan kota juga membentuk Unit Pelayanan Informasi Keluhan Masyarakat dengan menyediakan layanan sms, hotline khusus, dan link website. Di samping itu, Pemkot juga melakukan pembentukan forum pemantau independen guna memonitor kebijakan regulasi dan prosedur di Pemkot, baik yang bersifat internal maupun eksternal.

Lebih lanjut dikatakan oleh pria kelahiran Yogyakarta, 31 Maret 1955 ini, cara-cara manusiawi melalui pola insentif-disentif merupakan salah satu solusi untuk mengatasi tindak korupsi. Pemkot kini juga tengah dalam proses akhir pengerjaan perbaikan alat penilai kinerja dan pengaturan pemberian tambahan penghasilan pegawai.

“Perbaikan ini dilakukan sebagai tolok ukur memperbaiki jarak distribusi dari tolok ukur penilaian kinerja dan asumsi bobot beban kerja agar lebih mendorong motivasi kerja pegawai,”kata Hery.

Keberhasilan meraih predikat kota terbersih dari korupsi tidak terlepas dari dibentuknya Tim Regulatory Impact Assessment (RIA) yang merupakan kerja sama Pemkot Yogya dengan Swiss Contact. Tim ini bertugas mengkaji suatu kebijakan terhadap kepentingan publik terkait dengan dunia usaha. Selain itu, tim juga menyimpulkan kebutuhan regulasi perizinan yang sederhana sebagai solusi layanan yang cepat, akuntabel, dan transparan.

Dikatakan pula oleh Hery, Pemkot juga melakukan pendekatan moralitas melalui komunikasi langsung. Komunikasi dilakukan dengan mengundang masyarakat untuk berdialog interaktif. Hal tersebut dilakukan untuk menciptakan nuansa keterbukaan di setiap aspek pelayanan pemerintah pada masyarakat.

Hery juga menerapkan larangan bagi pejabat untuk memberikan bingkisan kepada kepala daerah. “Simbolisasi loyalitas bukan dalam bentuk barang, tapi loyalitas adalah dengan loyal terhadap pekerjaan,” tutur suami Hj. Dyah Suminar, S.E.

Menanggapi pernyataan pendekatan anti korupsi berisiko mematikan kreativitas, ia menjelaskan upaya yang dapat ditempuh, yakni upaya secara simultan dan komprehensif berbasis peningkatan kapasitas aparatur. Implementasi pendekatan yang memungkinkan bertindak kreatif dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan.

Kegiatan-kegiatan tersebut, antara lain, peningkatan pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat, pemberian insentif bagi usaha kecil menengah (UKM) yang mematuhi kebijakan dan regulasi, pemberian sarana bagi UKM dan anak-anak, serta membina komunikasi partisipasif dengan berbagai stakeholder. Selain itu, kegiatan lainnya adalah menutup kekurangan pendanaan berbagai kegiatan pembangunan untuk meningkatkan share pembiayaan dengan pemerintah provinsi dan pusat.

Sementara itu, Frengky Simanjuntak selaku Manajer Riset dan Kebijakan Transparency Internasional Indonesia membahas riset tentang kota yang paling bersih dari perilaku korupsi. Dimulai dengan metode dan variabel yang digunakan sampai hasil secara kuantitatif. Lebih lanjut, Frengky menjelaskan riset tersebut mengambil responden sebanyak 73 orang, terdiri atas 44 pelaku bisnis, 21 pejabat publik, dan 8 tokoh masyarakat.

Pelaku bisnis dipilih sebagai sampel penelitian dengan alasan mereka merupakan aktor yang cukup relevan terkait dengan pelayanan publik, perizinan, dan menjalankan bisnis dengan pemerintah. Arena ini merupakan simpul-simpul terjadinya potensi korupsi.

“Persepsi pelaku bisnis bisa diandalkan karena sesuai dengan pengalaman mereka di lapangan, seperti dalam izin usaha dan juga melaksanakan tender,” terang Frengky.

Untuk mengukur persepsi korupsi, responden diberikan kuesioner yang didalamnya terdapat variabel tentang persepsi suap, korupsi, dan upaya pemerintah dalam memberantas korupsi. Berdasarkan kasus suap dalam rangka mempercepat birokrasi dan tindakan kecurangan di pemerintah, diperoleh hasil bahwa aspek tersebut dinilai masih buruk dengan perolehan skor masing-masing 5.84 dan 5.5 dalam skala 10.

Ia menuturkan meskipun kota Yogyakarta meraih peringkat tertinggi (6.43 skala 10) dari 50 kota yang disurvei, tidak berarti bahwa kota Yogya telah bersih dari korupsi.

“Indeks persepsi korupsi bisa berubah apabila pemerintah kota tidak mempertahankan inisiatif pemberantasan korupsi secara konsisten,” kata Frengky. (Humas UGM/Ika

No comments:

Post a Comment

Search Web Here :

Google
Hope all visited can search anything in "Goole Search" above. click button BACK" in page search)