Saturday, August 25, 2012

Pakar Teknik Sipil Dunia Bahas Perkembangan Konstruksi Bangunan Ramah Lingkungan di UGM



YOGYAKARTA-Puluhan pakar teknik sipil dunia dijadwalkan akan menghadiri konferensi 1st internasional Sustainable Civil Engineering Structures and Construction Materials pada tanggal 11-13 September 2012 di UGM. Konferensi ini merupakan kerjasama antara Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan UGM dengan Division of Engineering and Policy for sustainable Environment, Faculty of Engineering, Hokkaido University - Japan dan Institute of Concrete Structures and Buildings Materials, Faculty of Civil Engineering, Geo and Environmental Sciences, Karlsruhe Institute of Technology (KIT) - Germany.Salah satu anggota Organizing Committee (OC) konferensi, Ali Awaludin, Ph.D, menuturkan tujuan diadakannya acara ini adalah untuk menyebarluaskan dan mensinergikan berbagai informasi hasil riset ilmiah terbaru serta pencapaian di kalangan Teknik Sipil di seluruh dunia yang terus berkembang.
“Perkembangannya cukup pesat baik dalam hal teknologi maupun material,”ujar Ali, Rabu (15/8).Ali mengakui kemajuan teknik sipil di dunia berkembang cukup pesat dan saat ini tengah fokus pada pembangunan yang berkelanjutan. Untuk itu dalam konferensi itu akan banyak dibahas tentang konsep teknik sipil yang konstruksinya ramah lingkungan, pemanfaatan bahan yang terbarukan, serta bahan yang sudah ada tetapi masih bisa dimanfaatkan kembali.
“Akan banyak dibahas misalnya konstruksi bangunan yang ramah lingkungan maupun pemanfaatan bahan yang bisa didaur ulang,”kata dosen Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan UGM itu.
Pada konferensi yang mengambil tema “Enhancing the role of civil engineering in sustainable environment” itu akan hadir tiga pembicara kunci, yaitu Prof. Harald S Mueller, KIT Jerman, Prof. Bambang Suhendro, UGM, dan Prof. Tamon UEDA, Jepang. Selain ketiga pembicara kunci tersebut, akan hadir invited dan technical paper dari sejumlah institusi dan industri. Total makalah yang akan dipresentasikan sekitar 70-an, dan 25 diantaranya dari luar negeri, seperti dari 13 negara, termasuk Jepang, Jerman, USA, UK, Swiss, Singapore, Taiwan, Thailand, Malaysia, Iran, Pakistan, Macedonia, dan Montenegro.
“Dua hari kegiatan berupa presentasi makalah yang dilanjutkan technical tour ke Balai Konservasi Candi Borobudur pada hari terakhir,”pungkasnya (Humas UGM/Satria AN)

Wednesday, July 18, 2012

Literasi di Rumah Berpengaruh Kuat Pemahaman Anak Dalam Membaca



Fenomena siswa gagal ujian nasional mata pelajaran bahasa Indonesia di tahun 2010 memperlihatkan rendahnya pemahaman membaca pada anak-anak Indonesia. Studi Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) memperlihatkan minat membaca siswa SD Indonesia termasuk kategori rendah. Studi PIRLS tahun 2006 memperlihatkan posisi Indonesia di nomor 41 dari 45 negara.
Demikian pula hasil penelitian Programme for International Student Assesment (PISA) menempatkan siswa Indonesia pada posisi 48 dari 56 negara di dunia di tahun yang sama dengan skor rata-rata 393. Minat baca rendah inipun terulang di tahun 2009, hasil penelitian PISA menempatkan posisi membaca siswa Indonesia di nomor 57 dari 65 negara dunia, dengan skor rata-rata 402 sementara rerata internasional 500.
Menurut Rifa Hidayah, rendahnya pemahaman membaca pada anak-anak terutama anak-anak kelas 5 SD terkait motivasi dan metakognisi membaca yang rendah. Rendahnya motivasi ini bahkan telah menyebabkan lebih rendahnya kemampuan membaca anak-anak kelas 5 SD dibandingkan anak-anak kelas 4 SD.
Rifa menunjuk lingkungan sosial sekolah yang tidak kondusif turut menjadi faktor penyebab rendahnya pemahaman membaca pada anak-anak. Diantaranya dukungan guru dan lingkungan literasi di sekolah yang kurang mendukung, serta berbagai sarana prasarana membaca di sekolah yang kurang memadai. "Demikian juga kurang kondusifnya lingkungan sosial di rumah," ujar Rifa Hidayah di Auditorium Fakultas Psikologi UGM, Selasa (17/7) saat menempuh ujian terbuka program doktor.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang mengungkap kurangnya keterlibatan orang tua dalam proses belajar maupun pada aktivitas membaca membuat rendah pemahaman membaca pada anak-anak. Padahal keterlibatan orang tua dalam mendampingi anak sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa anak. "Keterlibatan orang tua dan lingkungan literasi di rumah sangat berpengaruh, sebab membaca merupakan praktek budaya dan dipengaruhi lingkungan sosial. Bagaimanapun membaca bukan hanya aktivitas kognitif, psikolinguistik, tetapi juga aktivitas interaksi sosial individu antara pembaca dan teks," ungkap perempuan kelahiran Ponorogo, 28 November 1976.
Bagi Rifa Hidayah menciptakan lingkungan literasi di rumah dan sekolah yang menyenangkan bisa menjadi alternatif yang dilakukan guru dan orang tua dalam memunculkan motivasi membaca pada anak-anak. Bila perlu memberikan pujian atas usaha yang dilakukan anak-anak, sebab pujian akan membuat keyakinan anak mampu membaca menjadi positif sehingga semangat untuk membaca menjadi kuat. "Semangat inilah yang memunculkan motivasi membaca secara internal. Hal ini berarti individu yang senang membaca akan membaca lebih banyak," terangnya.
Hasil penelitian Rifa Hidayah memperlihatkan lingkungan sosial berpengaruh paling kuat terhadap pemahaman membaca adalah lingkungan literasi di rumah (22,2 %), dan keterlibatan orang tua dan lingkungan literasi di sekolah lebih rendah (4,4%). Sementara faktor kognitif metakognisi memiliki pengaruh yang tinggi (11,2%) dan motivasi membaca (4,9%). "Kuatnya potensi lingkungan literasi di rumah yang memprediksi pemahaman membaca pada anak dapatlah dipahami, karena lingkungan rumah adalah lingkungan yang paling akrab dan dekat dengan anak. Anak lebih banyak berinteraksi di rumah bersama keluarga dibandingkan interaksi di sekolah," paparnya. (Humas UGM/ Agung)

Monday, July 9, 2012

3.599 Maba Diterima di UGM, Peserta Bidik Misi Masuk Prodi Favorit


YOGYAKARTA-Setelah melalui proses seleksi yang ketat, akhirnya ribuan pendaftar Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dinyatakan diterima di PTN seluruh Indonesia, termasuk UGM. Pada tahun 2012 ini, UGM melalui jalur Ujian Tulis SNMPTN menerima 3.599 mahasiswa baru dengan rincian diterima di prodi-prodi IPA sejumlah 2.377 mahasiswa dan IPS 1.222 mahasiswa.
Direktur Administrasi Akademik UGM, Prof. Dr. Budi Prasetyo Widyobroto, D.E.A., D.E.S.S., mengatakan jumlah pendaftar yang diterima merupakan hasil seleksi dari total peminat UGM sejumlah 51.079 orang, dengan rincian bidang IPA 31.968 pendaftar dan IPS 19.111 pendaftar. “Sebagaimana kebijakan pemerintah, pada penerimaan ini UGM memberikan kuota tambahan penerimaan mahasiswa baru. Semua fakultas juga memberikan kuota tambahan dengan jumlah bervariasi antara 2-10%,” tutur Budi, Jumat (6/7).
Sementara itu, untuk peserta Bidik Misi yang diterima melalui jalur ujian tulis di UGM berjumlah 313 orang. Dari jumlah tersebut hampir merata diterima di semua program studi (prodi), termasuk prodi-prodi favorit, seperti Kedokteran, Kedokteran Gigi, Psikologi, dan Akuntansi. Untuk mengakomodasi peserta Bidik Misi, UGM telah meminta tambahan alokasi sebanyak 320 kursi kepada Dikti. “Ini kita lakukan karena 1.000 alokasi Bidik Misi untuk UGM telah terserap habis untuk SNMPTN Undangan dan pendaftar yang diterima di Sekolah Vokasi,” kata Budi.
Budi menuturkan untuk program studi yang menjadi favorit pendaftar tahun ini masih sama dengan sebelumnya, yakni Teknologi Informasi, Kedokteran, Farmasi, Arsitektur, Ilmu Komputer, dan Kedokteran Gigi untuk bidang IPA. Berikutnya, prodi favorit di bidang IPS masih ditempati oleh prodi Ilmu Komunikasi, Ilmu Hubungan Internasional, Manajemen, Akuntansi, Pariwisata, dan Psikologi.
Pada kesempatan tersebut, Budi mengingatkan para calon mahasiswa yang dinyatakan diterima di UGM diwajibkan untuk melakukan registrasi mulai 9 Juli sampai dengan 19 Juli 2012. Registrasi tidak boleh diwakilkan dan calon mahasiswa harus datang dengan membawa berkas-berkas yang disyaratkan. Jika sampai tanggal 19 Juli 2012 tidak melakukan registrasi, calon mahasiswa dianggap melepaskan haknya sebagai mahasiswa UGM. “Berkas yang harus dibawa dapat dilihat di link pengumuman SNMPTN dan jika benar-benar berhalangan untuk registrasi pada waktu yang telah ditentukan, seperti sakit berat atau sedang bepergian jauh seperti umroh, secepatnya dapat menyampaikan informasi dengan mengirimkan surat ke Direktorat Administrasi Akademik UGM,” pungkas Budi. (Humas UGM/Satria AN)

Tuesday, July 3, 2012

Terapi Herbal Kurang Diminati untuk Pengobatan Kanker



Kanker merupakan penyakit yang cukup ditakuti dan membawa risiko besar penyebab kematian bagi penderitanya. WHO memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah penderita kanker hingga 50 persen dalam rentang waktu tahun 2000 hingga 2020. Penyakit ini juga telah menjadi penyebab kematian keenam di Indonesia.
Terapi kimia atau kemoterapi merupakan salah satu upaya yang telah lama dilakukan untuk pengobatan kanker. Kendati begitu, kemoterapi masih belum memberikan hasil yang memuaskan untuk penanganan kanker. “Tak jarang ditemukan efek samping yang tidak dikehendaki dari penggunaan bahan-bahan kimia dalam pengobatan kanker,” kata Direktur PT Asindo Husada Bhakti, Oswald T. Tampubolon, Selasa (3/7) dalam Seminar Nasional “Herbal untuk Terapi Kanker” di Fakultas Farmasi UGM.
Oswald mengatakan meskipun obat kimiawi bersifat tajam dan reaktif terhadap tubuh, penangan kanker kebanyakan masih dilakukan dengan terapi kimia. Sementara itu, pengobatan herbal masih kurang begitu diminati masyarakat. “Selama ini pengobatan herbal hanya sebagai komplementer saja. Pengobatan secara herbal baru dilakukan karena melihat tipisnya kemungkinan untuk sembuh dan harga obat kimia yang mahal,” terang mantan peneliti LIPI ini.
Disebutkan Oswald bahwa obat yang berasal dari tanaman herbal dengan indikasi yang sama, pada umumnya tidak pernah bertentangan satu sama lain layaknya obat kimia sehingga dapat digunakan sebagai ramuan yang efektif melawan kanker. Secara alami, terutama buah-buahan mengandung zat kompleks yang dapat dikembangkan untuk pengobatan berbagai penyakit, termasuk kanker. “Semakin banyak jenis buah yang digunakan akan dihasilkan suatu bahan obat yang mempunyai spektrum luas,” tuturnya.
Meskipun pemakaian bahan herbal jarang menimbulkan efek samping pada penderita, dalam perkembangannya pengobatan ini kalah cepat dibandingkan dengan secara kimiawi. Salah satunya disebabkan obat yang tidak selalu tersedia setiap saat. Sementara itu, obat kimia relatif jauh lebih mudah didapat karena dibuat melalui sintesa sehingga dapat dibuatkan standar baku untuk dapat digunakan dalam skala produksi. “Dengan alasan ekonomis dan kontinuitas produk inilah para pemilik modal cenderung memanfaatkan bahan obat kimiawi,” jelasnya.
Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi UGM, Prof. Dr. Edy Meiyanto, M.Sc., Apt., dalam kesempatan tersebut menyampaikan penanganan kanker salah satunya dilakukan dengan kemoprevensi. Kemoprevensi diperkenalkan untuk membuka alternatif penanganan masalah kanker dengan penggunaan agen, baik berupa bahan sintetik maupun herbal secara tunggal ataupun campuran untuk mencegah, menghambat, dan mengembalikan fungsi normal tubuh.
Edy menuturkan pada awalnya agen kemoprevensi ditujukan untuk mencegah perkembangan tumor pada awal karsinogenesis sebelum terjadi invasi dan metastasis. Namun, dalam perkembanganya agen ini dapat digunakan sebagai agen komplementer untuk meningkatkan efikasi agen kemoterapi, salah satunya pada penggunaan doxorubicin. Penggunaan doxorubicin sebagai agen kemoterapi dalam pengobatan kanker payudara menunjukkan efektivitas yang rendah serta menimbulkan toksisitas pada jaringan normal.
Lebih lanjut Edy mengatakan persoalan tersebut dapat diatasi dengan penggunaan agen kemoperventif yang dikombinasikan dengan agen kemoterapi. Selain dapat mengatasi resistensi sel kanker, kombinasi tersebut juga dapat meningkatkan efektivitas agen kemoterapi. “Kombinasi ini diharapkan mampu meningkatkan efektivitas dan mengurangi toksisitas obat untuk jaringan normal sehingga lebih efektif dalam memerangi sel-sel kanker,” pungkasnya. (Humas UGM/Ika)

Wednesday, June 27, 2012

Populasi Monyet Daun di Gunung Slamet Kian Terancam



YOGYAKARTA - Rekrekan (Presbytis fredericae) atau monyet daun merupakan salah satu primata endemik pemakan daun di kawasan Gunung Slamet yang hingga kini habitatnya kian terancam. Padahal, di Pulau Jawa, tempat hidup primata ini hanya terbatas pada daerah hutan yang terisolasi, seperti Gunung Slamet, Gunung Cupu-Simembut, Gunung Dieng, dan Gunung Lawu.
Habitat yang digunakan oleh rekrekan di Gunung Slamet seluas 33.230 ha dan yang tidak digunakan 24.737 ha. Karena terbatasnya luas hutan pegunungan, perkembangan pembangunan yang meningkat di bidang permukiman, perkebunan, dan pertanian di Pulau Jawa, habitat rekrekan di hutan Gunung Slamet menjadi lebih terancam dari habitat lainnya.
Di Gunung Slamet, rekrekan paling banyak ditemukan di daerah tingkat lereng yang curam. Kelerengan dapat membantu rekrekan terhindar dari predator dan memiliki pandangan yang lebih luas. Oleh karena itu, rekrekan banyak ditemukan pada ketinggian habitat diatas 600 meter di atas permukaan laut. “Ketinggian 1.100-1.300 mdpl merupakan ketinggian dimana rekrekan paling banyak ditemukan, karena pada ketinggian itu ditemukan pakan yang bervariasi,” kata Abdi Fitria, S.Hut, M.P., dalam ujian promosi doktor di fakultas kehutanan, Sabtu (23/6).
Di Gunung Slamet, Rekrekan paling banyak ditemukan pada lereng dengan sudut kemiringan 35-40 derajat sebanyak 28 kelompok dan 131 individu. Sedangkan pada lereng 25-35 derajat ditemukan 9 kelompok dan 43 individu.
Kondisi hutan di area Gunung Slamet yang telah banyak mengalami alih fungsi lahan dari hutan menjadi non hutan. Keberadaan hutan primer dengan kanopi dan tutupan yang luas sangat mempengaruhi keberadaan dan penyebaran primate ini. “Ditemukan 8 kelompok dengan 68 individu di daerah hutan primer,” katanya.
Hutan primer di Gunung Slamet menjadi penting bagi Rekrekan karena adanya ketersediaan pakan alami yang spesifik untuk Rekrekan, sehingga memungkinkan rekrekan untuk dapat berkembang biak dan memperbanyak keturunan. “Semakin luasnya pembukaan lahan, akan semakin mendesak habitat Rekrekan dan akan mengarah pada penurunan jumlah populasi Rekrekan,” ujarnya.
Dari hasil penelitian Abdi Fitri, Rekrekan merupakan golongan primata yang memiliki sistem sosial dengan membentuk kelompok-kelompok kecil. Hal ini kaitannya dengan pencarian dan pemenuhan kebutuhan pakan.”Tidak pernah ditemukan adanya sistem berpindah antar anggota kelompok rekrekan, khususnya individu betina,” kayanya.
Bahkan yang lebih unik lagi, individu jantan dan betina yang telah dewasa akan meninggalkan kelompoknya dengan perlahan dan membentuk kelompok sendiri. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari kompetisi makan antar pejantan dan sebagai upaya memperoleh kehidupan berupa sumber pakan yang lebih berkualitas.
Abdi Fithria mengusulkan, perlu adanya peningkatan sosial ekonomi dan partisipasi masyarakat dalam usaha perlindungan dan pelestarian hutan melalui program ekowisata dan edu wisata. Namun yang tidak kalah penting, ujar Abdi, perlu dilakukan peningkatan status kawasan dan kegiatan pembinaan habitat sehingga ekosistem Gunung Slamet tetap lestari. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

Tuesday, June 19, 2012

Tim Polhukam Serap Aspirasi Desain Induk Wawasan Kebangsaan



Pasca reformasi, Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan melihat proses rasa persatuan dan kesatuan bangsa semakin melemah. Banyak nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945 mulai ditinggalkan. Sebagai contoh di bidang politik, proses rekrutmen para pemimpin berlabel demokrasi melalui pemilu presiden, pemilu legislatif, dan pemilukada masih diwarnai dengan money politik dan penyimpangan. Para pemimpin pun setelah terpilih mementingkan kelompok dan partai. Sementara itu, sangat besar biaya yang harus dikeluarkan, ratusan hingga miliaran untuk menjadi pemimpin. "Harga yang sangat mahal. Inilah satu hal yang kita lihat di lapangan," ujar Ketua Tim Politik, Hukum, dan Keamanan Deputi VI Menkopolhukam Bidang Kesatuan Bangsa, Dr. Perwira, S.H., M.H., M.Si, di Ruang Multimedia UGM, Kamis (14/6).
Fakta menunjukkan banyak anggota DPR, DPRD, gubernur, dan bupati yang tersangkut masalah korupsi. Survei bahkan menunjukkan DPR sebagai lembaga terkorup di Indonesia. "Inilah salah satu yang mendorong kita, mana titik lemah dari ini semua," katanya.
Menurut Perwira, integritas individu dalam berbagai bidang dan nilai-nilai patriotisme cenderung ditinggalkan. Moralitas di segala bidang kehidupan, seperti politik, ekonomi, hukum, dan budaya semakin merosot. Demikian pula dengan ketertiban masyarakat, para penyelenggara negara dinilai telah kehilangan rasa kritis dan tanggung jawab. "Para pemimpin yang duduk di eksekutif, legislatif, dan yudikatif lebih mempedulikan apa yang bisa diambil dari negara, bukan apa yang bisa diberikan kepada negara. Perhatian pemimpin politik lebih mengutamakan pencitraan dan kenyamanan diri ketimbang memperhatikan kesejahteraan dan keadilan," tambahnya.
Oleh karena itu, saat berbicara dalam acara kunjungan kerja Tim Polhukam RI, ia berharap masukan para akademisi UGM untuk Rencana Penyusunan Desain Induk Pemantapan Wawasan Kebangsaan. Meski empat kementerian/ lembaga telah memiliki pedoman tentang wawasan kebangsaan, Kemenkopolhukam tetap mencoba membuat desain induk sebagai pedoman bagi kementerian/lembaga atau masyarakat dalam upaya pemantapan wawasan kebangsaan.
Kemenkokesra memiliki buku Desain Induk Karakter Bangsa, sedangkan Kemendagri memiliki modul tentang wawasan kebangsaan, lembaga pertahanan nasional, yang berjudul Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan. Sementara itu, Dewan Ketahanan Nasional mempunyai buku Enkulturasi Empat Pilar Kebangsaan. "Sangat beragam. Namun, yang pasti penyusunan Desain Induk Pemantapan Wawasan Kebangsaan didorong oleh kesepakatan para pemimpin Lembaga Tertinggi Negara pada 24 Mei 2011 lalu bahwa Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan empat pilar yang harus diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," tuturnya.
Wakil Rektor Bidang Sistim Informasi dan Keuangan, Dr. Didi Achjari, S.E., Akt., M.Com., menyambut baik forum ini karena dengan kondisi kampus UGM yang terdiri atas berbagai budaya tentu terdapat banyak isu yang masuk dan membutuhkan saringan wawasan kebangsaan yang kuat. "Kalau tidak, tentu menimbukan risiko. Dampaknya mahasiswa yang mestinya belajar di kampus UGM bisa tidak selesai kuliah, bahkan terseret pada hal-hal yang tidak baik," katanya. (Humas UGM/ Agung)

Wednesday, June 13, 2012

UGM Pertimbangkan Penambahan Kuota Mahasiswa



YOGYAKARTA – Universitas Gadjah Mada (UGM) mempertimbangkan usulan pemerintah tentang penambahan 10% kuota mahasiswa yang diterima dalam Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pasalnya, penambahan mahasiswa yang diterima untuk studi di UGM harus menyesuaikan dengan kondisi fasilitas dan kapasitas fakultas masing-masing. “Kami akan rapat dengan dekan-dekan Selasa depan membicarakan hal itu,” kata Direktur Administrasi Akademik UGM, Prof. Dr. Budi Prasetyo Widyobroto, D.E.A., D.E.S.S., kepada wartawan usai meninjau pelaksanaan ujian SNMPTN hari kedua di UGM, Rabu (13/6).
Di UGM terdapat 18 fakultas, yang masing-masing memiliki kewenangan dalam menentukan jumlah kuota mahasiswa. “Itu haknya fakultas. Mereka yang tahu kondisi masing-masing,” kata Budi.
Menurut Budi, tentang usulan penambahan kuota sebesar 10% seharusnya pemerintah perlu mempertimbangkan dulu kesiapan setiap universitas dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, termasuk dukungan pemerintah terhadap infrastruktur dan sumber daya manusia di tiap-tiap perguruan tinggi. Seperti diketahui, untuk tahun ini jumlah calon mahasiswa UGM yang diterima melalui jalur SNMPTN ujian tulis sebanyak 3.442 orang. Apabila usulan penambahan kuota mahasiswa tersebut diterima, UGM akan menambah sekitar 340-an kursi untuk mahasiswa baru.
Menjawab pertanyaan wartawan terkait dengan pelaksanaan ujian SNMPTN pada hari kedua, Budi Prasetyo selaku Ketua Panitia Lokal SNMPTN Yogyakarta mengatakan dari 36.490 peserta yang sudah terdaftar di Panitia Lokal Yogyakarta, sebanyak 2.500 peserta diketahui tidak hadir. Dari tiga lokasi pelaksanaan ujian, di UGM, UNY, dan UIN Sunan Kalijaga, jumlah peserta yang tidak hadir berturut-turut 1.149 peserta 947 peserta, dan 404 peserta. “Jadi, sekitar 6,85 persen yang tidak hadir,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

Friday, June 8, 2012

Seminar Publikasi Ilmiah Syarat Meraih Gelar Akademik



Terbitnya surat edaran Kemendikbud Nomor 152/E/T/2012 tertanggal 27 Januari 2012 tentang Penulisan dan Publikasi Karya Ilmiah di Jurnal Ilmiah sebagai syarat kelulusan bagi mahasiswa S-1, S-2, dan S-3 menimbulkan kontroversi dan isu kontemporer di lingkungan akademisi. Di satu sisi, kebijakan tersebut merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas pendidikan di perguruan tinggi. Di sisi lain, bila diterapkan kebijakan itu menimbulkan dilema sebab di Indonesia bertebaran perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, dengan berbagai visi, misi, bentuk, dan kurikulum.
Tidak sedikit perguruan tinggi yang dikelola secara profesional, tetapi ada pula yang dikelola secara abal-abal. Di kota Yogyakarta saja terdapat ratusan perguruan tinggi, mulai dari yang terkenal hingga yang tidak "terdengar". Belum lagi hampir di setiap kabupaten atau kotamadia saat ini berdiri perguruan tinggi. Berbagai permasalahan dihadapi perguruan tinggi menyangkut kualitas sumber daya manusia, khususnya dosen yang andal, mutu lulusan, penelitian, hingga karya-karya intelektual yang dihasilkan.
Terkait dengan hal itu, Himpunan Mahasiswa Pascasarjana (HMP) UGM merangkum semua permasalahan tersebut dalam Seminar dan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk 'Publikasi Ilmiah, Tiket Baru untuk Meraih Gelar Akademik'. Kegiatan yang berlangsung di Ruang Multimedia UGM, Senin (4/6), menghadirkan pembicara Prof. Dr. Harno Pranowo, Pengelola Jurnal Indo of Chem, dan Prof. Dr. Ir. Zuprizal, D.E.A., Asisten Wakil Rektor Senior P3M.
Sebagai akademisi yang berhasil menembus dua jurnal peternakan internasional di Amerika, Zuprizal mengatakan karya tulisan yang berhasil menembus jurnal sebagai ganti syarat penulisan tesis memang cukup menjanjikan. Meski masih dalam perdebatan, bila hal ini disetujui tentu menjadi keuntungan mahasiswa karena tidak harus menulis tebal-tebal laporan akhir.
Pengalaman membuktikan tesis/disertasi yang telah disusun sebagai syarat karya ilmiah untuk kelulusan terkadang hanya sebagai karya ilmiah akhir yang tidak dimanfaatkan. Padahal, untuk menyusunnya terkadang harus mengeluarkan ongkos yang tidak sedikit. "Hingga menjual mobil pun mungkin dilakukan. Namun, apa yang terjadi setelah dinyatakan lulus dan diwisuda? Kan biasanya hanya dirayakan dengan makan-makan, sementara yang namanya tugas karya ilmiah akhir seperti tidak ada artinya. Berbeda dengan tulisan ilmiah yang menembus jurnal-jurnal internasional, cukup 7 hingga 8 halaman, namun memberikan banyak manfaat bagi banyak pihak karena dibaca banyak orang," katanya. (Humas UGM/ Agung)

Search Web Here :

Google
Hope all visited can search anything in "Goole Search" above. click button BACK" in page search)