Wednesday, July 18, 2012

Literasi di Rumah Berpengaruh Kuat Pemahaman Anak Dalam Membaca



Fenomena siswa gagal ujian nasional mata pelajaran bahasa Indonesia di tahun 2010 memperlihatkan rendahnya pemahaman membaca pada anak-anak Indonesia. Studi Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) memperlihatkan minat membaca siswa SD Indonesia termasuk kategori rendah. Studi PIRLS tahun 2006 memperlihatkan posisi Indonesia di nomor 41 dari 45 negara.
Demikian pula hasil penelitian Programme for International Student Assesment (PISA) menempatkan siswa Indonesia pada posisi 48 dari 56 negara di dunia di tahun yang sama dengan skor rata-rata 393. Minat baca rendah inipun terulang di tahun 2009, hasil penelitian PISA menempatkan posisi membaca siswa Indonesia di nomor 57 dari 65 negara dunia, dengan skor rata-rata 402 sementara rerata internasional 500.
Menurut Rifa Hidayah, rendahnya pemahaman membaca pada anak-anak terutama anak-anak kelas 5 SD terkait motivasi dan metakognisi membaca yang rendah. Rendahnya motivasi ini bahkan telah menyebabkan lebih rendahnya kemampuan membaca anak-anak kelas 5 SD dibandingkan anak-anak kelas 4 SD.
Rifa menunjuk lingkungan sosial sekolah yang tidak kondusif turut menjadi faktor penyebab rendahnya pemahaman membaca pada anak-anak. Diantaranya dukungan guru dan lingkungan literasi di sekolah yang kurang mendukung, serta berbagai sarana prasarana membaca di sekolah yang kurang memadai. "Demikian juga kurang kondusifnya lingkungan sosial di rumah," ujar Rifa Hidayah di Auditorium Fakultas Psikologi UGM, Selasa (17/7) saat menempuh ujian terbuka program doktor.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang mengungkap kurangnya keterlibatan orang tua dalam proses belajar maupun pada aktivitas membaca membuat rendah pemahaman membaca pada anak-anak. Padahal keterlibatan orang tua dalam mendampingi anak sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa anak. "Keterlibatan orang tua dan lingkungan literasi di rumah sangat berpengaruh, sebab membaca merupakan praktek budaya dan dipengaruhi lingkungan sosial. Bagaimanapun membaca bukan hanya aktivitas kognitif, psikolinguistik, tetapi juga aktivitas interaksi sosial individu antara pembaca dan teks," ungkap perempuan kelahiran Ponorogo, 28 November 1976.
Bagi Rifa Hidayah menciptakan lingkungan literasi di rumah dan sekolah yang menyenangkan bisa menjadi alternatif yang dilakukan guru dan orang tua dalam memunculkan motivasi membaca pada anak-anak. Bila perlu memberikan pujian atas usaha yang dilakukan anak-anak, sebab pujian akan membuat keyakinan anak mampu membaca menjadi positif sehingga semangat untuk membaca menjadi kuat. "Semangat inilah yang memunculkan motivasi membaca secara internal. Hal ini berarti individu yang senang membaca akan membaca lebih banyak," terangnya.
Hasil penelitian Rifa Hidayah memperlihatkan lingkungan sosial berpengaruh paling kuat terhadap pemahaman membaca adalah lingkungan literasi di rumah (22,2 %), dan keterlibatan orang tua dan lingkungan literasi di sekolah lebih rendah (4,4%). Sementara faktor kognitif metakognisi memiliki pengaruh yang tinggi (11,2%) dan motivasi membaca (4,9%). "Kuatnya potensi lingkungan literasi di rumah yang memprediksi pemahaman membaca pada anak dapatlah dipahami, karena lingkungan rumah adalah lingkungan yang paling akrab dan dekat dengan anak. Anak lebih banyak berinteraksi di rumah bersama keluarga dibandingkan interaksi di sekolah," paparnya. (Humas UGM/ Agung)

Monday, July 9, 2012

3.599 Maba Diterima di UGM, Peserta Bidik Misi Masuk Prodi Favorit


YOGYAKARTA-Setelah melalui proses seleksi yang ketat, akhirnya ribuan pendaftar Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dinyatakan diterima di PTN seluruh Indonesia, termasuk UGM. Pada tahun 2012 ini, UGM melalui jalur Ujian Tulis SNMPTN menerima 3.599 mahasiswa baru dengan rincian diterima di prodi-prodi IPA sejumlah 2.377 mahasiswa dan IPS 1.222 mahasiswa.
Direktur Administrasi Akademik UGM, Prof. Dr. Budi Prasetyo Widyobroto, D.E.A., D.E.S.S., mengatakan jumlah pendaftar yang diterima merupakan hasil seleksi dari total peminat UGM sejumlah 51.079 orang, dengan rincian bidang IPA 31.968 pendaftar dan IPS 19.111 pendaftar. “Sebagaimana kebijakan pemerintah, pada penerimaan ini UGM memberikan kuota tambahan penerimaan mahasiswa baru. Semua fakultas juga memberikan kuota tambahan dengan jumlah bervariasi antara 2-10%,” tutur Budi, Jumat (6/7).
Sementara itu, untuk peserta Bidik Misi yang diterima melalui jalur ujian tulis di UGM berjumlah 313 orang. Dari jumlah tersebut hampir merata diterima di semua program studi (prodi), termasuk prodi-prodi favorit, seperti Kedokteran, Kedokteran Gigi, Psikologi, dan Akuntansi. Untuk mengakomodasi peserta Bidik Misi, UGM telah meminta tambahan alokasi sebanyak 320 kursi kepada Dikti. “Ini kita lakukan karena 1.000 alokasi Bidik Misi untuk UGM telah terserap habis untuk SNMPTN Undangan dan pendaftar yang diterima di Sekolah Vokasi,” kata Budi.
Budi menuturkan untuk program studi yang menjadi favorit pendaftar tahun ini masih sama dengan sebelumnya, yakni Teknologi Informasi, Kedokteran, Farmasi, Arsitektur, Ilmu Komputer, dan Kedokteran Gigi untuk bidang IPA. Berikutnya, prodi favorit di bidang IPS masih ditempati oleh prodi Ilmu Komunikasi, Ilmu Hubungan Internasional, Manajemen, Akuntansi, Pariwisata, dan Psikologi.
Pada kesempatan tersebut, Budi mengingatkan para calon mahasiswa yang dinyatakan diterima di UGM diwajibkan untuk melakukan registrasi mulai 9 Juli sampai dengan 19 Juli 2012. Registrasi tidak boleh diwakilkan dan calon mahasiswa harus datang dengan membawa berkas-berkas yang disyaratkan. Jika sampai tanggal 19 Juli 2012 tidak melakukan registrasi, calon mahasiswa dianggap melepaskan haknya sebagai mahasiswa UGM. “Berkas yang harus dibawa dapat dilihat di link pengumuman SNMPTN dan jika benar-benar berhalangan untuk registrasi pada waktu yang telah ditentukan, seperti sakit berat atau sedang bepergian jauh seperti umroh, secepatnya dapat menyampaikan informasi dengan mengirimkan surat ke Direktorat Administrasi Akademik UGM,” pungkas Budi. (Humas UGM/Satria AN)

Tuesday, July 3, 2012

Terapi Herbal Kurang Diminati untuk Pengobatan Kanker



Kanker merupakan penyakit yang cukup ditakuti dan membawa risiko besar penyebab kematian bagi penderitanya. WHO memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah penderita kanker hingga 50 persen dalam rentang waktu tahun 2000 hingga 2020. Penyakit ini juga telah menjadi penyebab kematian keenam di Indonesia.
Terapi kimia atau kemoterapi merupakan salah satu upaya yang telah lama dilakukan untuk pengobatan kanker. Kendati begitu, kemoterapi masih belum memberikan hasil yang memuaskan untuk penanganan kanker. “Tak jarang ditemukan efek samping yang tidak dikehendaki dari penggunaan bahan-bahan kimia dalam pengobatan kanker,” kata Direktur PT Asindo Husada Bhakti, Oswald T. Tampubolon, Selasa (3/7) dalam Seminar Nasional “Herbal untuk Terapi Kanker” di Fakultas Farmasi UGM.
Oswald mengatakan meskipun obat kimiawi bersifat tajam dan reaktif terhadap tubuh, penangan kanker kebanyakan masih dilakukan dengan terapi kimia. Sementara itu, pengobatan herbal masih kurang begitu diminati masyarakat. “Selama ini pengobatan herbal hanya sebagai komplementer saja. Pengobatan secara herbal baru dilakukan karena melihat tipisnya kemungkinan untuk sembuh dan harga obat kimia yang mahal,” terang mantan peneliti LIPI ini.
Disebutkan Oswald bahwa obat yang berasal dari tanaman herbal dengan indikasi yang sama, pada umumnya tidak pernah bertentangan satu sama lain layaknya obat kimia sehingga dapat digunakan sebagai ramuan yang efektif melawan kanker. Secara alami, terutama buah-buahan mengandung zat kompleks yang dapat dikembangkan untuk pengobatan berbagai penyakit, termasuk kanker. “Semakin banyak jenis buah yang digunakan akan dihasilkan suatu bahan obat yang mempunyai spektrum luas,” tuturnya.
Meskipun pemakaian bahan herbal jarang menimbulkan efek samping pada penderita, dalam perkembangannya pengobatan ini kalah cepat dibandingkan dengan secara kimiawi. Salah satunya disebabkan obat yang tidak selalu tersedia setiap saat. Sementara itu, obat kimia relatif jauh lebih mudah didapat karena dibuat melalui sintesa sehingga dapat dibuatkan standar baku untuk dapat digunakan dalam skala produksi. “Dengan alasan ekonomis dan kontinuitas produk inilah para pemilik modal cenderung memanfaatkan bahan obat kimiawi,” jelasnya.
Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi UGM, Prof. Dr. Edy Meiyanto, M.Sc., Apt., dalam kesempatan tersebut menyampaikan penanganan kanker salah satunya dilakukan dengan kemoprevensi. Kemoprevensi diperkenalkan untuk membuka alternatif penanganan masalah kanker dengan penggunaan agen, baik berupa bahan sintetik maupun herbal secara tunggal ataupun campuran untuk mencegah, menghambat, dan mengembalikan fungsi normal tubuh.
Edy menuturkan pada awalnya agen kemoprevensi ditujukan untuk mencegah perkembangan tumor pada awal karsinogenesis sebelum terjadi invasi dan metastasis. Namun, dalam perkembanganya agen ini dapat digunakan sebagai agen komplementer untuk meningkatkan efikasi agen kemoterapi, salah satunya pada penggunaan doxorubicin. Penggunaan doxorubicin sebagai agen kemoterapi dalam pengobatan kanker payudara menunjukkan efektivitas yang rendah serta menimbulkan toksisitas pada jaringan normal.
Lebih lanjut Edy mengatakan persoalan tersebut dapat diatasi dengan penggunaan agen kemoperventif yang dikombinasikan dengan agen kemoterapi. Selain dapat mengatasi resistensi sel kanker, kombinasi tersebut juga dapat meningkatkan efektivitas agen kemoterapi. “Kombinasi ini diharapkan mampu meningkatkan efektivitas dan mengurangi toksisitas obat untuk jaringan normal sehingga lebih efektif dalam memerangi sel-sel kanker,” pungkasnya. (Humas UGM/Ika)

Search Web Here :

Google
Hope all visited can search anything in "Goole Search" above. click button BACK" in page search)