WHO memperkirakan prevalensi diabetes mellitus akan meningkat dari 8,4 juta orang penderita di tahun 2000 menjadi 21,3 juta di tahun 2030. Indonesia berada pada peringkat ke-4 negara yang memiliki kasus diabetes terbanyak di dunia. Sejumlah 75% dari penderita diabetes lebih dari 20 tahun diperkirakan akan mengalami retinopati diabetika (RDM). RDM merupakan salah satu penyebab utama kebutaan baru dan jumlahnya diperkirakan 4,8 persen dari seluruh kebutaan di dunia.
Diutarakan oleh dr. Tri Wahyu Widayanti, Sp.M(K), M.Kes. dari Bagian Mata Fakultas Kedokteran (FK) UGM, penyakit diabetes yang berpengaruh pada mata adalah respon akibat kondisi sistemik. RDM merupakan suatu komplikasi mikrovaskuler pada retina karena diabetes mellitus. Para penderita mengalami gangguan penyakit yang sangat kompleks, terdapat gangguan biokimiawi, hemodinamik, dan gangguan endokrin. Jika tidak diobati dan ditanggulangi sejak dini, pada tahap lanjut dapat menimbulkan kebutaan hingga menimbulkan rasa sakit yang hebat.
“Pada tahap awal, umumnya tidak menunjukkan gangguan pada penglihatan kecuali terjadi edema macula, penebalan retina, ataupun eksudat pada polus posterior,” jelas Tri Wahyu dalam Seminar Oftalmologi “Optimalisasi Penglihatan pada Penderita Diabetes Mellitus”. Seminar yang merupakan hasil kerja sama FK UGM dan RSUP Dr. Sardjito ini dilaksanakan di Auditorium FK UGM, Sabtu (7/3).
Sementara itu, dr. Angela Nurini Agni, Sp.M(K)., M.Kes. yang merupakan dosen Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM mengatakan deteksi dini dan penanganan secara cepat dan tepat menjadi kunci penyelamatan pada penderita RDM. Menurutnya, kebutaan akibat RDM dapat dicegah dengan melakukan deteksi awal dan penanganan fotokoagulasi.
“Sebenarnya 80% dari penyebab kebutaan bisa dicegah dengan tindakan preventif dan kuratif seawal mungkin. Begitu juga dengan kebutaan akibat diabetes mellitus. Lebih dari 90% bisa dicegah dengan deteksi dini dan penanganan paripurna,” tuturnya.
Lebih lanjut disampaikan Angela bahwa untuk deteksi awal RDM dilakukan melalui skrining. Skrining telah terbukti efektif dalam menurunkan kebutaan. Skrining dapat dilakukan dengan oftalmoskop direk, oftalmoskop indirek, atau dengan kamera fundus yang dapat dilakukan oleh dokter umum, dokter spesialis penyakit dalam, perawat, dan teknisi yang sudah terlatih.
Namun karena beberapa faktor, pada pelaksanaannya cakupan skrining tidak memuaskan. Faktor-faktor tersebut, antara lain, kesadaran dan ketaatan pasien, kemampuan petugas dalam melakukan skrining, ketaatan petugas untuk melaksanakan rekomendasi standar, dan terkait dengan sistem pelayanan kesehatan serta infrastruktur untuk menjangkau masyarakat secara luas.
Angela menandaskan, “Skrining terhadap RDM di Indonesia belum termasuk dalam program nasional. Namun, sebagai bagian dari sistem pelayanan kesehatan kita harus mulai mempersiapkan diri untuk menghadapi lonjakan prevalensi RDM di kemudian hari.” (Humas UGM/Ika)
No comments:
Post a Comment