Wednesday, December 2, 2009

MEA 2009: Menggagas Pengolahan Limbah Minyak Atsiri, UGM Raih Emas

Yogya, KU

Keberhasilan tim UGM meraih satu medali emas dari delapan emas yang diperebutkan dalam final Mondialogo Engineering Award (MEA) 2009 di Stuttgart, Jerman, berawal dari ide pengolahan limbah di Kecamatan Samigaluh, Kulon Progo. Di wilayah tersebut, terdapat sekitar 18 industri pengolahan minyak atsiri. Akan tetapi, belum ada satu pun industri yang melakukan pengelolaan terhadap limbahnya.

“Tiap hari, satu industri bisa melakukan dua kali proses pembuatan minyak atsiri. Untuk satu kali proses, diolah sebanyak 500 kg daun dan batang cengkeh serta nilam,” kata Annisa Utami didampingi Benny, Annisa Sekar Palupi, dan M. Aqwi Gibran, keempatnya adalah para mahasiswa UGM yang tergabung dalam tim, saat berbincang dengan wartawan di Ruang Fortakgama, Rabu (18/11).

Dari 500 kg bahan, hanya dihasilkan sekitar 2,5% minyak atsiri. Sisanya, sebanyak 97,5%, merupakan limbah yang berwujud daun kering dan air. “Jadi, dapat dibayangkan berapa banyak limbah yang dihasilkan di tempat tersebut,” ujarnya.

Sisa pengolahan minyak atsiri belum dimanfaatkan oleh masyarakat, baik daun maupun airnya. Padahal, limbah yang berupa daun dapat dijadikan sebagai bahan bakar dan digunakan untuk menghidupkan industri tahu. Sementara itu, air sisa produksi sebenarnya masih memiliki kandungan minyak atsiri. “Selama ini, air hanya dibuang begitu saja sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan karena belum dimurnikan. Limbahnya juga bisa dimanfaatkan untuk dijadikan produk sabun herbal,” kata Benny.

Ditambahkan Benny, inti dari proyek yang mereka ajukan adalah mengajak masyarakat untuk memanfaatkan limbah. Limbah yang semula hanya menimbulkan berbagai persoalan lingkungan jika dikelola dengan benar dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

Mengenai proyek ini, dijelaskan Benny, mereka menggabungkan seluruh potensi yang ada di Desa Sidoarjo, Samigaluh, menjadi sebuah sistem yang terintegrasi. “Industri atsiri, produksi biogas, community organizer, pemerintah, serta universitas akan menjadi pilar penopang sistem ini. Dengan begitu, ke depannya diharapkan adanya keberlanjutan karena ikut melibatkan partisipasi masyarakat di dalamnya,” tuturnya.

Seperti diketahui, MEA adalah perlombaan tingkat internasional yang diprakarsai oleh Daimler Crysler dan UNESCO. Pihak MEA dalam situsnya menyebutkan kegiatan tersebut bertujuan untuk mendorong mahasiswa Teknik dari berbagai negara berkembang dan negara maju untuk bekerja sama membentuk tim internasional. Tim ini kemudian membuat proposal proyek yang bertujuan untuk menyukseskan United Nations Millennium Development Goals, terutama untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup warga di negara berkembang.

Karena persyaratan dalam MEA, tim internasional harus berasal dari negara berkembang dan negara maju, maka tim UGM kala itu bekerja sama dengan tim Chalmers University, Swedia. Mulai dari tahap pengumpulan ide sampai dengan penyusunan proposal dilakukan bersama. Di final, Benny berpasangan dengan Marcus Hogberg dari Chalmers, Swedia, mempresentasikan ide proyek mereka. Mereka berhasil menyisihkan 30 tim finalis dari 28 negara. Atas keberhasilan tersebut, mereka mendapatkan hadiah berupa dana sebesar 15 ribu euro sebagai dana inisiasi untuk pengembangan proyek. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

No comments:

Post a Comment

Search Web Here :

Google
Hope all visited can search anything in "Goole Search" above. click button BACK" in page search)