Friday, October 30, 2009

Local Wisdom UGM Berpotensi Selesaikan Persoalan Dunia

Yogya, KU

Saat ini dunia sedang menghadapi berbagai persoalan. Indonesia termasuk negara yang menjadi harapan banyak pihak untuk menjadi mitra dalam mencari penyelesaian permasalahan dunia. UGM, sebagai salah satu pusat pertumbuhan intelektual di negeri ini, sangat berpotensi untuk berperan serta dalam solusi persoalan dunia tersebut.

Dalam rangka turut menyelesaikan persoalan-persoalan dunia, UGM akan mengangkat sekaligus mengadvokasi local wisdom. Banyak pihak internasional telah memperlihatkan apresiasinya terhadap potensi dan capaian UGM, misalnya dalam hal penanganan bencana, pemberdayaan masyarakat, ekonomi mikro, perbaikan budaya berbasis pendidikan, dan lain-lain. “Bulan Oktober 2010 nanti, UGM akan menyelenggarakan World Conference, di mana para pakar dan tokoh internasional akan berbagi pengalaman dalam rangka merajut sinergi potensi-potensi lokal sebagai solusi masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh dunia,” ujar Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., dalam pidato Wisuda Program Pascasarjana di Grha Sabha Pramana, Rabu (28/10).

Ditambahkan Rektor, peran serta UGM bukanlah sekadar sebuah peluang. Namun, memang sejalan dengan semangat UGM, yakni mengembangkan dan menerapkan ilmu untuk keadaban, kemanfaatan, dan kebahagiaan umat manusia. “Kita bersama yakin bahwa alumni UGM mampu merealisasikan harapan tersebut di mana pun mereka bekerja,” tandasnya

Lebih lanjut Rektor mengatakan para alumni UGM dapat mengambil peran penting sebagai trendsetter pembangunan sistem, budaya kerja, dan kepemimpinan. Para alumnus dapat berperan menjadi solusi tantangan bangsa ke depan yang tentu bergulir mencari bentuk yang berorientasi pada cita-cita kemakmuran, keamanan, kesejahteraan, dan keadilan.

Dalam periode kali ini, Rektor mewisuda 1.272 lulusan, terdiri atas 1.226 master, 33 spesialis, dan 13 doktor. Rerata lama studi untuk wisuda periode ini adalah 2 tahun 2 bulan (untuk S2), 4 tahun 5 bulan (untuk spesialis), dan 4 tahun 8 bulan (untuk S3). Waktu studi tersingkat jenjang S2 diraih oleh Dimas Rahadian Aji Muhammad dari Fakultas Teknologi Pertanian, yakni 1 tahun 0 bulan.

Sementara itu, untuk jenjang spesialis, Anastasia Elsa Prahasti dari Fakultas Kedokteran Gigi tercatat sebagai peraih waktu studi tersingkat, yakni 2 tahun 4 bulan. Untuk jenjang S3, Prayudi Syamsuri dari Fakultas Pertanian berhasil menjadi doktor dengan lama studi tiga tahun. Lulusan termuda diraih oleh Ratna Suci Wahyu Hardiati dari Fakultas Farmasi, yang pada usia 23 tahun 2 bulan 15 hari telah menyelesaikan studi magisternya. Kali ini, wisudawan S2 reguler yang berpredikat cumlaude berjumlah 18,24% dari semua lulusan. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

Pengukuhan Prof. Laksono: Antropologi Dituntut Bekerja pada Isu-Isu Praktis

Peta jalan antropologi sesungguhnya berasal dari kepedulian Prof. Koentjaraningrat, seorang maestro antropologi Indonesia. Prof. Koentjaraningrat sangat besar perhatiannya dalam mengembangkan antropologi domestik Indonesia, antropologi yang mampu memecahkan masalah-masalah besar nasional.

Menurut Prof. Dr. Paschalis Maria Laksono, M.A., jalan yang dipaparkan memang terbatas pada isu identitas budaya, yang mencakup isu integrasi nasional dan perubahan sosial-budaya. “Memang hingga sekarang soal ini masih tetap krusial. Apalagi dengan terjadinya interkoneksi antara komunitas-komunitas tempatan kita dengan dunia akibat globalisasi kapital,” ujarnya, Selasa (27/10), di Balai Senat saat dikukuhkan sebagai guru besar pada Fakultas Ilmu Budaya UGM.

Dalam pidato berjudul “Peta Jalan Antropologi Indonesia Abad Kedua Puluh Satu: Memahami Invisibilitas (Budaya) di Era Globalisasi Kapital”, Laksono memaparkan pendekatan yang kemudian ditawarkan ialah melalui ranah kognitif dan simbolik dengan cara-cara yang reflektif parsipatoris. Dengan demikian, antropologi Indonesia pada abad XXI dituntut bekerja pada isu-isu praktis dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, bersama dengan warga komunitasnya berupaya pula mengembangkan penelitian untuk mengidentifikasi masalah di sekelilingnya, sekaligus mengidentifikasi diri masyarakat dan antropolog. “Dalam hal ini antropologi ikut bersama masyarakat, berpolitik membangun sejarah baru,” kata pria kelahiran Yogyakarta, 6 April 1953 ini.

Suami Yuliana Widyati Nuraini ini juga mengatakan posisi antropologi tidak bebas nilai. Antropologi menjadi ilmu yang terlibat dalam proses-proses sosial-budaya di masyarakat. Oleh karena itu, dari berbagai pengalaman, antropologi sebaiknya tetap fokus pada isu strategis yang berkaitan dengan ontologi identitas budaya, yakni pada proses bagaimana kesadaran diri yang dialektis menyandarkan pada rantai komunikasi yang jumbuh. “Antara 'saya' dan 'kamu' yang saling memberi pengakuan nyata,” tutur ayah tiga anak ini.

Melalui pemetaan, lanjut Laksono, memperjelas betapa kompleks tantangan antropologi pada masa-masa yang akan datang. Bahkan, dapat disaksikan betapa komunitas-komunitas tempatan di garis depan globalisasi terus mendapat tekanan dari modal, yang secara terus menerus mengapresiasi sumber-sumber alam.

“Mereka dan kita selayaknya sama-sama merasakan betapa sulitnya menegakkan identitas kita dalam situasi yang tertekan. Oleh karena itu, jalan yang terbuka kemudian adalah menautkan antropologi dengan gerakan-gerakan sosial untuk menghindari kegagalan penamaan yang hanya berdasar kekuasaan, yang mengarah pada kekerasan akibat penyingkiran unsur-unsur yang tidak dapat diasimilasi pemegang arus besar masyarakat,” pungkas penerima Fullbright Program Scholar in Residence sebagai dosen tamu di Lafayette College, Easton, Pennsylvania USA, tahun 2005-2006 ini. (Humas UGM)

UGM Rajut Kerja Sama dengan Kabupaten Alor

Yogya, KU

Pemerintah Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dan UGM sepakat menjalin kerja sama. Kerja sama secara kelembagaan disepakati dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dalam kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengembangan untuk mendukung laju pertumbuhan pembangunan yang tepat, terarah, dan baik di Kabupaten Alor, NTT. Penandatanganan piagam nota kesepahaman dilakukan oleh Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., dan Bupati Alor, NTT, Drs. Simeon Thobias Pally, di Ruang Sidang Pimpinan, Kantor Pusat UGM, Selasa (27/10).

Dalam kesempatan tersebut, Rektor menyambut baik terlaksananya kerja sama yang juga mempertegas komitmen UGM untuk mewujudkan visinya mengabdi kepada kepentingan dan kemakmuran bangsa. “Visi pengabdian ini untuk mencari jawaban terhadap masalah sulit yang ditemui di Alor. Kita punya pengalaman banyak selama dalam menemani teman-teman kabupaten di daerah,” ujarnya.

Lebih lanjut dikatakan Rektor, selain untuk memperluas jejaring, kerja sama yang telah disepakati diharapkan dapat memberikan tambahan pengalaman bagi tenaga pendidik UGM. “Kita mendapat pengalaman tambahan untuk menerapkan visi ke depan UGM dengan nilai-nilai untuk keadaban, kemanfaatan, dan kebahagiaan,” tuturnya.

Sementara itu, Bupati Alor, Drs. Simeon Thobias Pally, menyampaikan kerja sama dengan UGM memberikan manfaat yang berarti bagi Alor ke depan melalui program pengabdian masyarakat. “Kita membutuhkan dukungan dari UGM sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati. Kesepakatan yang dilakukan semoga dapat bermanfaat bagi Alor ke depan,” harapnya.

Potensi sumber daya yang dapat dikembangkan di Alor, antara lain, ikan tuna, rumput laut, tambang emas, minyak tanah, dan pasir berwarna. Beberapa komoditi perkebunan yang kini dikelola oleh masyarakat Alor, misalnya, adalah kemiri, jambu mete, dan buah mangga kelapa.

Kabupaten Alor merupakan salah satu dari 15 kabupaten/kota di NTT, yang terletak di bagian utara dan ujung timur provinsi tersebut. Kabupaten Alor terbentuk sejak tahun 1958. Pada awalnya Alor terdiri atas lima kecamatan, tetapi kini telah berkembang menjadi 17 kecamatan. Penataan pemerintah daerah terdiri atas 17 kecamatan dengan 17 kelurahan, 158 desa, dan 315 dusun.

Jumlah penduduk Alor pada 2007 sebanyak 178.964 jiwa, meliputi 42.517 KK, dengan kepadatan penduduk 62 jiwa/km2. Pertumbuhan penduduk pada tahun 1990-2000 adalah 1,31%. Luas wilayah daratannya 2.864,64 km2 dan perairan 10.773,62 km2. Sementara panjang garis pantai ialah 287,10 km. Kabupaten Alor sesuai dengan Perpres Nomor 78 Tahun 2005 merupakan salah satu dari 92 pulau kecil terluar Indonesia. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

UGM dan CSR PT PLN Tebar Benih Lele

Bersamaan dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat, dalam rangka peringatan Hari Listrik Nasional ke-64, Fakultas Pertanian UGM melakukan tebar benih lele di Desa Wonosri, Kecamatan Ngrombol, Kabupaten Purworejo, Senin (26/10). Penebaran benih dilakukan oleh Dekan Fakultas Pertanian (Faperta), Prof. Ir. Triwibowo Yuwono, Ph.D., General Manager P3B Jawa-Bali, Nur Pamudji, MBMUM P3B Jawa-Bali, Affandi, VP CSR PT PLN, Dewi Setiani, Sekwilcam Kecamatan Ngrombol, Windarto, dan Rahmat Ari Kuswanto dari Rumah Zakat Indonesia (RZI).

Selain penebaran lebih kurang 7.000 benih lele, diresmikan pula penggunaan biogas untuk kebutuhan rumah tangga dan penanaman sejumlah pohon mangga serta pepaya. Ini merupakan kegiatan yang mendapat dukungan penuh program corporate social responsibility (CSR) PT PLN.

Dewi Setiani menyambut baik program CSR P3B PT PLN Jawa-Bali. Menurutnya, PLN P3B Jawa-Bali telah menunjukkan kepedulian tinggi terhadap masyarakat dibandingkan dengan yang lain. Berbagai upaya kepedulian tersebut telah menunjukkan keberhasilan. "Yang jelas nampak adalah pelatihan cake house untuk perempuan di Cimahi dan Pulogadung. Program ini pun akhirnya melebar di Bekasi, Depok, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Gresik, dan Malang. Di samping itu, dikembangkan pula Kelompok Ternak Sapi Sido Maju di Desa Bergas Kidul, Kabupaten Semarang," terangnya.

Sementara itu, menanggapi kegiatan tebar lele yang dilakukan oleh UGM, PT PLN, dan Muspika Kecamatan Ngrombol, Dr. Ir. Taryono, staf pengajar Faperta UGM, mengatakan pembudidayaan lele ini telah melalui kajian berupa pengembangan Effective Microorganism (EM) untuk pertanian dan perikanan. Produk ini merupakan gabungan hasil penelitian berupa faktor-faktor positif kandungan EM produksi PLN Thailand dan EM produksi UGM yang selanjutnya dikemas dalam bentuk serbuk padat. Serbuk tersebut kemudian disebarkan kepada petani.

Untuk tahap awal, penanganan lele terpal (lepal) ini akan dibantu oleh mahasiswa KKN UGM di Desa Wonosri. Para mahasiswa KKN diharapkan dapat melakukan pendampingan pada petani agar lele terpal tidak berbau dan sehat. Faperta UGM dan PT PLN telah berupaya memecahkan masalah tersebut dengan mengembangkan produk Biofish (PLN).

Biofish merupakan biakan mikroorganisme pendegradasi sisa bahan organik dalam kolam dan bakteri non-pathogenik yang diharapkan mampu bersaing dengan bakteri pathogen dalam kolam. Ini merupakan bakteri pemecah bahan organik dalam kolam yang tidak berbahaya. Kandungan dalam Biofish (PLN), antara lain, Nitrosomonas sp., Nitrobacter sp., Lactococcus sp., dan Lactobacillus sp., sedangkan bakteri antagonis meliputi Aeromonas sp., Bacillus coagulans, B. firmus, dan B. Laterosporus.

"Biofish (PLN) dapat digunakan dua minggu setelah penebaran, baik secara langsung atau dicampur terlebih dahulu dengan tanah lempung baru ditebarkan di kolam. Dengan biofish ini diharapkan dapat menyehatkan lingkungan serta lele yang dibudidayakan," jelas Taryono.

Dipilihnya lele karena ikan air tawar ini mudah dibudidayakan. Lele mampu tetap hidup pada lingkungan yang kurang baik, misalnya pada kolam tertutup dengan kepadatan tanah tinggi. Ikan ini bahkan dapat dibudidayakan tanpa penggantian air sehingga dapat dikembangkan di lahan pekarangan, daerah pegunungan, maupun tadah hujan dengan teknologi yang sangat sederhana. (Humas UGM)

Banyak Pengangguran dan PHK, Gaji Menteri Belum Saatnya Naik

Yogya, KU

Ekonom UGM, Dr. Sri Adiningsih, mengkritisi rencana kenaikan gaji menteri. Menurutnya, belum saatnya gaji para menteri mengalami kenaikan di tengah banyaknya pengangguran dan korban PHK sebagai dampak krisis global. “Isu kenaikan gaji sangat sensitif, membuat masyarakat sakit hati karena masih banyak pengangguran dan PHK,” kata Adiningsih kepada wartawan.

Ditemui di sela-sela kegiatan seminar nasional ‘Perkembangan APEC dan Perannya di Indonesia’ yang digelar di University Club (UC), Senin (26/10), ia mengatakan meski dari segi anggaran, kenaikan gaji menteri tidak berpengaruh signifikan, tetapi akan lebih bijaksana jika rencana tersebut ditunda. Kalaupun tidak ditunda, kenaikan sebaiknya dilakukan secara bertahap. “Nggak terlalu signifikan, tapi pada saat ini akan lebih bijaksana kenaikan bertahap, tidak dengan rencana naik 3-4 kali lipat,” imbuhnya.

Terkait dengan rencana adanya posisi wakil menteri untuk beberapa pos kementerian yang direncanakan oleh Presiden SBY, menurut Adningsih tidak terlalu efektif. Hal itu didasarkan atas bobot pekerjaan yang dirasa tidak membutuhkan. “Ada dirjen, staf ahli, dan asistensi. Sebenarnya semua yang berada di departemen efektif sudah cukup,” ujarnya.

Sementara itu, pengamat politik UGM, Arie Sudjito, S.Sos. M.Si., mendesak kalangan DPR harus berani menolak rencana kenaikan gaji para menteri dan tidak justru mendukungnya. Rencana kenaikan gaji menteri di awal pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II ini dinilainya semakin memerosotkan citra mereka di mata publik, di samping persoalan mendasar lainnya. “Parlemen harusnya berteriak keras soal itu,” katanya, Senin (26/10).

Arie Sudjito mengatakan para menteri baru SBY-Boediono memiliki beban psikologis yang semakin berat di masa 100 hari kerjanya. Beban itu tidak semakin ringan dengan banyaknya tudingan bahwa pos-pos yang ditempati oleh beberapa menteri bertolak belakang dengan kemampuan dan bidangnya. Belum lagi dengan adanya kontrak politik yang mereka lakukan dengan SBY. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

Intensitas Gempa Meningkat, Masyarakat Diimbau Mengecek Konstruksi Bangunan Rumah

Intensitas Gempa Meningkat, Masyarakat Diimbau Mengecek Konstruksi Bangunan Rumah
Yogya, KU

Intensitas kejadian gempa bumi di seluruh wilayah Indonesia semakin meningkat. Untuk mengurangi jumlah korban jika terjadi gempa, masyarakat diimbau untuk mengecek kembali kekuatan konstruksi bangunan rumahnya, apakah layak tahan gempa atau tidak. Di DIY dan Jateng, sedikitnya 300 ribu rumah belum memenuhi syarat tahan gempa.

“Perlu menelusuri sejarah pembuatannya, mengetahui ada dan tidaknya kerangka beton, kalau perlu dilakukan perbaikan,” kata staf pengajar Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik (FT) UGM, Dr. Ir. Ikaputra, M.Sc., mengomentari banyaknya rumah tidak tahan gempa di Indonesia, Senin (26/10), di kampus UGM.

Menurutnya, penelusuran sejarah pembuatan rumah sangat penting karena mayoritas pembangunan rumah di Indonesia tidak menggunakan jasa arsitek dan konstruktor. Namun, meskipun telah menggunakan jasa keduanya, bukan jaminan pula bangunan yang dihasilkan tahan gempa. Pasalnya, bangunan publik yang menggunakan jasa arsitek dan konstruktor juga dapat hancur disebabkan oleh perilaku pemborong yang koruptif pada saat membangun.

Di samping hal itu, pengetahuan masyarakat tentang kekuatan rumah terhadap gempa masih sangat rendah. Ikaputra berpendapat bahwa masyarakat perlu diberikan pengetahuan tentang jenis bangunan yang kuat menahan gempa dalam skala tertentu, terutama untuk daerah yang belum mengalami gempa.

Ia pun menambahkan penelusuran sejarah pembuatan rumah sangat penting untuk mengetahui informasi sejarah bangunan, beton dan tulangan, karena ada bangunan yang sama sekali tidak menggunakan kerangka untuk menekan biaya saat pembangunan. “Yang membunuh bukan gempanya, tapi konstruksi yang tidak kuat,” ujarnya.

Tips yang dapat dilakukan untuk melakukan pengecekan rumah apakah rawan atau tidak terhadap gempa, antara lain, dengan mengecek tiang tembok apakah berisi beton atau tidak. “Ketok pojok bangunan sebagai kolom (tiang beton), apakah sama dengan dinding, berarti tidak ada tulangan. Apabila dipaku lalu bengkok, berarti ada betonnya,” terang Ikaputra.

Ia tidak sependapat jika rumah harus simetris atau asimetris untuk menentukan rawan atau tidaknya terhadap gempa. Namun, yang perlu diperhatikan adalah perilaku dalam membangun rumah yang sesuai dengan arsitektur dan konstruksi teknik sipil. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

DIY Pernah Alami 12 Kali Gempa Bumi Merusak

Yogya, KU

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sekitarnya secara tektonik merupakan kawasan dengan tingkat aktivitas kegempaan yang cukup tinggi di Indonesia. Kondisi ini disebabkan wilayah tersebut berdekatan dengan zona tumbukan lempeng di Samudera Indonesia. Di samping akibat aktivitas tumbukan lempeng tektonik, daerah Yogyakarta juga sangat rawan gempa bumi akibat aktivitas sesar-sesar lokal di daratan. Kondisi tektonik semacam ini menjadikan Yogyakarta dan sekitarnya sebagai kawasan seismik aktif dan kompleks.

“Sangat mungkin bisa berpotensi terjadi gempa bumi kuat dan tsunami di masa mendatang,” kata peneliti Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika, Daryono,. S.Si., M.Si., dalam seminar bulanan “'Mengantisipasi Ancaman Bencana di Wilayah DIY” di Ruang Seminar PSBA UGM, Sabtu (24/10).

Berdasarkan data sejarah kegempaan, DIY telah 12 kali mengalami bencana gempa bumi merusak, yakni pada tahun 1840 dan 1859 yang juga terjadi tsunami, 1867 (5 tewas dan 327 rumah roboh), 1875, 1937 (2.200 rumah roboh), 1943 (250 orang tewas, 28 ribu rumah roboh), 1957, 1981, 1992, 2001, 2004, serta 2006 lalu.

Menurut Daryono, di Jawa Tengah (Jateng) dan Yogyakarta, sesar-sesar lokal yang masih aktif dan jenis tanah yang gembur dengan kandungan air tanah cukup tinggi tampaknya telah mengamflikasi getaran gempa bumi. Hal itulah yang menyebabkan kerusakan parah di wilayah tersebut. “Gempa bumi Jateng dan Jogja ini merupakan contoh klasik gempa bumi subduksi dangkal yang berpusat di cekungan busur Jawa,” jelasnya.

Daryono menambahkan sejak dahulu Bantul merupakan kawasan yang selalu mengalami kerusakan paling parah setiap terjadi gempa bumi. “Kondisi alam semacam ini merupakan sebuah kenyataan yang harus diterima oleh masyarakat Bantul sehingga suka tidak suka semua itu harus dihadapi oleh penduduk yang tinggal di kawasan seismik aktif,” ujarnya.

Menurut Daryono, pemahaman tentang manajemen bencana perlu dimengerti dan dikuasasi oleh seluruh lapisan masyarakat, pemerintah, dan swasta guna menekan jumlah korban jiwa menjadi sekecil mungkin. Di samping itu, juga untuk meminimalkan kerugian harta benda yang mungkin timbul.

Sementara itu, peneliti PSBA, Dr. Danang Sri Hadmoko, menyoroti pentingnya mewaspadai bencana sekunder akibat gempa bumi. Salah satunya adalah bencana tanah lonsor akibat keretakan tanah daerah pebukitan dan pegunungan pascagempa. “Bulan Januari merupakan bulan yang tedapat kasus tertinggi bencana alam longsor karena konsentrasi curah hujan maksimum,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

UGM Inisiasi Pendirian FKH di Laos dan Kamboja

Yogya, KU

Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM akan menginisiasi pendirian Fakultas Kedokteran Hewan di Laos dan Kamboja melalui pendanaan dari JICA, Jepang. Bersama dengan Faculty of Veterinary Science, Yamaguchi University, Jepang, FKH UGM ditunjuk sebagai pembina dari fakultas-fakultas tersebut. Sebelumnya, Laos dan Kamboja yang terletak di kawasan Asia Tenggara ini belum memiliki Fakultas Kedokteran Hewan.

“Penunjukan FKH UGM dikarenakan kita memiliki kesamaan kultur, social, dan budaya masyarakat dan jenis hewan tropis yang ditangani. Kita diminta JICA untuk ikut membantu,” ujar Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) FKH UGM, drh. Agung Budiyanto, M.P., Ph.D., usai mengisi seminar internasional “The Role of Advance Technology in Animal Reproduction and Science” di Auditorium FKH UGM, Sabtu (24/10).

Dikatakan Agung, berdasarkan hasil penandatanganan kerja sama Dekan FKH UGM dengan Dean Faculty of Veterinary, Yamaguchi University, proses pendirian Fakultas Kedokteran Hewan direncanakan dimulai pada 2010. Selanjutnya, setelah pendirian fakultas selesai, staf dan peneliti dari FKH UGM akan dikirimkan sebagai tenaga pengajar untuk sementara waktu. Sebaliknya, beberapa calon tenaga pengajar dari Laos dan Kamboja akan disekolahkan di FKH UGM.

“Sampai saat ini kita belum diberi tahu, perguruan tinggi mana yang akan dipilih JICA untuk didirikan Fakultas Kedokteran Hewan,” kata Sekretaris Senat FKH UGM ini.

Terkait dengan seminar internasional yang diselenggarakan FKH UGM bekerja sama dengan Yamaguchi University, Jepang, menurut Agung bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh hasil riset masing-masing tentang teknologi mutakhir produksi dan reproduksi hewan. “Kita ingin mendorong mahasiswa untuk mengetahui penelitian yang bertaraf mahasiswa. Mereka juga ingin mengetahui farm-farm tempat praktik yang dilakukan mahasiswa kita,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

FIB UGM dan FKPPY Adakan Seminar Budi Pekerti

Banyaknya perilaku menyimpang siswa sekolah saat ini mengundang keprihatinan berbagai pihak. Tidak diajarkannya pendidikan budi pekerti di sekolah-sekolah disinyalir menjadi faktor penyebab. Di beberapa sekolah, kurikulum pendidikan ini memang tidak lagi diajarkan. Sebagian besar dari mereka bahkan justru cenderung melupakan.

"Kalau pinter, anak-anak sekarang ini pinter-pinter. Namun, alangkah lebih baik bila dilengkapi dengan akhlak yang baik," ujar Dr. Gideon Hartono di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM, Rabu (21/10), menjelang pelaksanaan seminar "Pendidikan Budi Pekerti untuk Generasi Muda Indonesia".

Mengingat arti penting pendidikan budi pekerti untuk para siswa, Gideon mendesak agar kurikulum pendidikan dapat diajarkan lagi di sekolah-sekolah, terutama sekolah tingkat dasar dan menengah. "Diharapkan perhatian terhadap pendidikan budi pekerti ini makin besar, bahkan kalau mungkin sekolah berani mengambil sikap memasukkan budi pekerti sebagai salah satu mata pelajaran di sekolahnya," tambahnya.

Terlebih lagi, lanjut Gideon, pemerintah saat ini telah memberikan kelonggaran dalam menyusun kurikulum berdasarkan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan sekolah. Kelonggaran-kelonggaran semacam ini mestinya dapat ditangkap oleh para penyelenggara pendidikan, khususnya kepala sekolah dan guru-guru, untuk memasukkan pendidikan budi pekerti ke dalam salah satu mata pelajaran.

Seminar "Pendidikan Budi Pekerti untuk Generasi Muda Indonesia" akan digelar pada hari Minggu, 25 Oktober 2009, di Auditorium FIB UGM pukul 09.00 s.d 16.00. Seminar yang digelar oleh Forum Komunikasi Pemerhati Pendidikan Yogyakarta (FKPPY) bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Budaya UGM ini akan menghadirkan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY, Suwarsih Madya, Ph.D., Dekan FIB UGM, Dr. Ida Rochani Adi, S.U., dan tokoh pemerhati dunia pendidikan, Nyoto Suhardjojo.

Diharapkan sekitar 300-400 guru dan para pembimbing penyuluhan dari tingkat TK, SD, SMP dan SMA/SMK dan perguruan tinggi terlibat dalam seminar ini. Konfirmasi pendaftaran dapat dilakukan di Sekretariat FKPPY, Jalan dr. Wahidin 70 Yogyakarta, atau di FIB UGM sebelum seminar dimulai. (Humas UGM)

32 Ribu Desa di Indonesia Masih Blankspot

Yogya, KU

Sedikitnya 32 ribu desa di wilayah Indonesia masih blankspot karena belum memiliki menara telekomunikasi. Hal itu terjadi akibat belum meratanya pembangunan infrastruktur, terutama di sebagian daerah Indonesia bagian timur.

“Terdapat 32 ribu desa blankspot di Indonesia,” ujar Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Depkominfo, Sukemi, dalam sosialisasi UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Acara yang merupakan hasil kerja sama Depkominfo RI dan LPPM UGM ini bertempat di Ruang Sidang Utama LPPM UGM, Rabu (21/10).

Dikatakan Sukemi, belum terhubungnya informasi di desa-desa blankspot karena belum terjangkau pembangunan menara telekomunikasi. Kendati menara belum dibangun, kebanyakan dari masyarakat di desa blankspot ternyata telah siap menerima teknologi informasi dan komunikasi. “Masyarakat kita sudah siap, tapi infrastruktur saja yang belum siap,” imbuhnya.

Ia menceritakan di desa dekat perbatasan Timor Leste dan Kupang, NTT, baru Agustus lalu dapat berkomunikasi dengan telepon seluler. Pada awalnya, operator seluler pesimis. Namun, dalam waktu satu minggu, penggunaan bandwidth telah melebihi kapasitas menara BTS. “Usut punya usut, ternyata selama ini mereka (masyarakat) sudah punya handphone. Sebelum ada sinyal, mereka gunakan untuk dengarkan musik (mp3),” ujar Sukemi.

Lebih lanjut, Sukemi mengatakan pemerintah berencana membuat program 10 Desa Punya Internet atau Desa Pintar dengan hadirnya pelayanan internet. Dimulai dengan komunikasi suara, dilanjutkan kemudian dengan komunikasi data.

Kepada wartawan, Direktur Kelembagaan Komunikasi Sosial Depkominfo, James Pardede, mengemukakan salah satu upaya Depkominfo untuk mengurangi jumlah desa blankspot adalah dengan melakukan program Universal Service Obligation (USO). Program berupa pembangunan telekomunikasi perdesaan yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan akses telekomunikasi di daerah-daerah, termasuk daerah terpencil. “Biaya program ini diambil dari hasil keuntungan operator seluler yang didorong untuk turut membangun pemancar di daerah,” tambahnya.

Selain membangun menara telekomunikasi, pihaknya akan terus mendorong pembangunan lembaga dan media penyiaran di daerah terpencil. “Terus mendorong radio dan media komunitas di daerah perbatasan,” pungkas Pardede. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

Thursday, October 8, 2009

Dies ke-63 Faperta UGM: Sistem Pertanian Berkelanjutan Menjawab Tantangan Global

Sistem pertanian berkelanjutan merupakan isu hangat dalam bidang pertanian. Setelah setengah abad praktik budi daya konvensional, dampak buruk pun kini dirasakan, mulai dari dampak ekologi, ekonomi, sosial, budaya, hingga kesehatan masyarakat. Kondisi-kondisi tersebut membuat masyarakat dunia semakin ragu akan keberlanjutan ekosistem pertanian dalam menopang kehidupan manusia di masa mendatang.

Demikian dikatakan Dekan Fakultas Pertanian UGM, Prof. Ir. Triwibowo Yuwono, Ph.D., menanggapi permasalahan pertanian berkelanjutan dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani. Pernyataan tersebut disampaikan pada puncak acara Dies Natalis ke-63 Fakultas Pertanian (Faperta) yang digelar Senin (28/9). “Pendekatan pragmatis peningkatan produksi pangan jangka pendek cenderung memicu meningkatnya praktik pengurasan dan eksploitasi sumber daya alam secara terus menerus dalam skala besar sehingga semakin menurunkan daya dukung lingkungan pertanian dalam menyangga kegiatan-kegiatan pertanian,” katanya.

Oleh karena itu, apabila kebijakan dan praktik pertanian yang dilakukan pemerintah dan petani masih bertumpu pada kebijakan dan praktik konvensional, hal itu akan semakin membahayakan masa depan petani, lingkungan pertanian, masyarakat, bangsa dan negara, serta dunia. “Kebijakan dan praktik pertanian konvensional harusnya diubah menjadi praktik pertanian berkelanjutan guna memenuhi kebutuhan produk pertanian saat ini tanpa harus mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan produk pertanian dan pangan generasi mendatang,” tutur Dekan.

Dalam orasi ilmiah yang berjudul “Reorientasi Pendidikan Tinggi Pertanian dalam Konteks Pembangunan Pertanian Berkelanjutan”, lebih lanjut dikatakan bahwa kegiatan pertanian berkaitan dengan banyak faktor yang berinteraksi secara sinergis. Selain faktor-faktor fisiokimia dan biologis, unsur penting lain yang berinteraksi di dalam sistem pertanian adalah petani sebagai pelaku produksi dan konsumen sebagai pengguna hasil-hasil kegiatan pertanian.

Sebagai pelaku produksi, petani memiliki peranan sentral dalam kegiatan usaha tani. Di lain pihak, konsumen saat ini semakin kritis dalam memilih produk-produk pertanian, terlebih lagi dengan berkembangnya kesadaran baru tentang keamanan pangan (food safety) dan pelestarian lingkungan. “Karenanya, interaksi antara perilaku dan tuntutan konsumen dengan perilaku dan kemampuan petani dalam menghasilkan produk pertanian inilah yang menarik untuk dicermati. Dalam tataran global saat ini, faktor tuntutan pasar dan sistem perdagangan dunia menyebabkan pelaku usaha tani berada dalam suatu pusaran besar yang tidak mudah diikuti,” lanjutnya.

Karena isu pertanian kini tidak lagi terbatas pada lingkup nasional, tetapi sangat terkait dengan isu-isu global, baik perdagangan maupun lingkungan, kurikulum pendidikan tinggi pertanian semestinya juga mengakomodasi berbagai macam isu yang terjadi. “Isu pertanian berkelanjutan sekarang menjadi sangat penting karena terkait isu lingkungan global dan tuntutan konsumen. Oleh karena itu, perlu diusulkan agar isu-isu global pertanian, seperti keberlanjutan sistem pertanian, perubahan cuaca global, kecenderungan perdagangan global, serta tuntutan konsumen yang lebih kritis diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan kurikulum pendidikan tinggi pertanian,” ujar Dekan.

Di samping orasi ilmiah, dalam puncak Dies Natalis ke-63 Faperta ini disampaikan pula laporan tahunan Dekan dan pemberian penghargaan kepada mahasiswa dan petani teladan 2009. (Humas UGM)

UGM Gelar Halal Bi Halal

Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., beserta jajaran Pimpinan Universitas mengadakan open house untuk Syawalan/halal bi halal dengan tenaga pendidik dan kependidikan UGM. Acara digelar di Balairung Kantor Pusat UGM, Kamis (24/9). Halal bi halal yang dilaksanakan dalam rangka Idul Fitri 1430 H ini ditandai dengan bersalam-salaman dan ungkapan saling memaafkan.

Di hadapan para dosen dan tenaga kependidikan UGM, Rektor mengatakan open house ini merupakan kesempatan yang sangat baik untuk saling memaafkan. Karena selama bekerja bersama, tentu tidak terlepas dari kesalahan-kesalahan. "Oleh karena itu, atas nama pribadi, keluarga, dan Pimpinan Universitas, mohon maaf lahir dan batin. Semoga ke depan kita dikaruniai kesehatan dan petunjuk-Nya untuk selalu dapat meningkatkan diri dan bekerja dengan lebih baik lagi," ujar Rektor.

Tampak hadir dalam acara tersebut, Wakil Rektor Senior Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat, Prof. Dr. Retno Sunarminingsih, M.Sc., Apt., Wakil Rektor Bidang Alumni dan Pengembangan Usaha, Prof. Ir. Atyanto Dharoko, M.Phil., Ph.D., Ketua dan Sekretaris Majelis Wali Amanat, Ketua dan Sekretaris Majelis Guru Besar, Ketua dan Sekretaris Senat Akademik, serta pejabat lainnya. (Humas UGM)

Prof. Achmad Sumitro Meninggal Dunia

Mendung menyelimuti keluarga besar Universitas Gadjah Mada. Salah satu guru besar terbaiknya, Prof. Dr. Ir. Achmad Sumitro Purwodipoero, tutup usia pada hari Senin, 21 September 2009 pukul 17.30 di RSUP Sardjito, Yogyakarta. Guru besar emeritus Fakultas kehutanan UGM ini meninggal dalam usia 74 tahun.

Profesor yang juga mantan Dekan Fakultas Kehutanan UGM ini dimakamkan pada Selasa, 22 September 2009 pukul 14.00 di peristirahatan terakhir keluarga besar UGM, Sawitsari. Sebelumnya, jenazah almarhum disemayamkan di Balairung UGM untuk mendapatkan penghormatan terakhir.

Ungkapan belangsungkawa mengalir dari Pimpinan Universitas dan Fakultas, staf pengajar di lingkungan Fakultas Kehutanan UGM, beserta keluarga saat upacara pelepasan jenazah berlangsung. Dunia pendidikan, terutama disiplin ilmu pengolahan hutan, merasa sangat kehilangan salah seorang tokoh terbaiknya.

"Beliau, Prof. Achmad Sumitro, sangat prihatin dengan adanya illegal logging dan illegal trade. Karena jika illegal logging dan illegal trade tidak dihentikan, revitalisasi industri tidak dapat terlaksana, serta rehabilitasi dan konservasi hutan tidak akan berguna dan pada akhirnya akan sangat mempengaruhi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat," kata Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., saat memberikan sambutan pada acara pelepasan jenazah di Balairung.

Menyitir pidato pengukuhan almarhum Prof. Achmad Sumitro yang disampaikan pada 22 Maret 1986 berjudul "Peranan Ilmu Ekonomi Kehutanan dan Aspek Ekonomi dalam Pembangunan Kehutanan di Indonesia", Rektor mengatakan jika menggunakan kriteria economic efficiency, komoditi alam berupa kayu bulat yang dihasilkan hutan alam sesungguhnya tidak cukup jika hanya dibebani biaya eksploitasi. Dalam hal ini sebetulnya juga harus ada biaya perlindungan, rehabilitasi hutan dan lahan serta lingkungan, seperti pencegahan erosi, kerusakan tanah, flora dan fauna, dan lain-lain.

Hanya saja, lanjut Rektor, biaya-biaya semacam itu sulit direalisasikan karena sebagian besar penanganan hutan diserahkan kepada pihak swasta, yang tidak berkepentingan atas efek negatif yang timbul atas tindakan-tindakannya. "Oleh karena itu, semoga sumbangsih, keteladanan, dan keluhuran budi almarhum dapat menjadi contoh yang terwariskan pada generasi penerusnya sehingga perkembangan keilmuan beliau dapat berkelanjutan," tutur Rektor.

Prof. Dr. Ir. H. Achmad Sumitro Purwodipoero lahir di Jakarta, 2 Desember 1935. Dalam karirnya pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Kehutanan UGM selama tiga periode berturut turut, 1977-1988. Almarhum meninggalkan istri, Hj. Djudju Djumaelah, dan sembilan orang anak. Hj. Djudju Djumaelah merupakan istri kedua almarhum, setelah istri pertama Hj. Astuti meninggal dunia pada 29 Oktober 1994. (Humas UGM)

Kuliah Perdana Program Pascasarjana UGM

Sekitar tiga ratus orang perwakilan mahasiswa Pascasarjana UGM mengikuti kuliah perdana yang digelar di Grha Sabha Pramana UGM, Rabu (16/9). Dalam kesempatan tersebut, hadir Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., beserta jajaran Pimpinan Universitas dan Fakultas di lingkungan UGM.

Dr. Ir. Budi Prasetyo Widyobroto, D.E.A., D.E.S.S., Direktur Administrasi Akademik UGM, menyampaikan pada tahun ajaran 2009/2010 ini UGM menerima 4.612 orang mahasiswa Pascasarjana. Mereka terdiri atas 3.697 mahasiswa program S2 dan 915 mahasiswa program S3. Jumlah tersebut akan mengalami penambahan karena terdapat beberapa program studi magister yang hingga saat ini masih dalam proses registrasi.

Ditambahkan oleh Budi, dari 4.612 mahasiswa Pascasarjana ini terdapat sebanyak 41 orang mahasiswa asing. Jika dilihat dari asal dana pendidikan, 65% dari keseluruhan mahasiswa berasal dari biaya sendiri dan 35% dari beasiswa BPPS. Berdasarkan asal daerah, terlihat kecenderungan adanya pemerataan mahasiswa yang mengambil studi di UGM. Pada tahun ini sejumlah 45% mahasiswa berasal dari luar Jawa dan 55% dari Jawa.

Sementara itu, Rektor UGM menyampaikan rasa terima kasih kepada mahasiswa Pascasarjana yang telah memutuskan untuk mengambil studi di UGM. Disebutkan Rektor bahwa mahasiswa Pascasarjana merupakan salah satu agen yang diharapkan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan bagi keadaban, kebahagiaan, kemakmuran bangsa, dan kemanusiaan. Di samping hal itu, Rektor juga berharap mahasiswa Pascasarjana dapat menjadi problem solver untuk setiap persoalan yang ada di masa depan.

Kuliah perdana diisi oleh Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., Kepala Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik (FT) UGM, yang mengangkat tema “Pengurangan Risiko Bencana Alam dengan Pendekatan Multidisiplin”. Dipaparkan oleh Dwikorita, upaya pengurangan risiko bencana geologi adalah dengan melakukan adaptasi terhadap fenomena geologi, seperti melakukan identifikasi dan pemetaan tingkat bahaya, tingkat analisis, dan manajemen risiko bencana, pemantauan serta sistem peringatan dini, juga edukasi masyarakat untuk lebih peka dan waspada terhadap gejala alam.

Lebih lanjut dijelaskan Dwikorita, usaha pengurangan risiko bencana tidak hanya dilakukan dengan pendekatan teknis saja, tetapi juga dengan pendekatan multidisiplin. “Untuk meminimalkan potensi kerugian sosial-ekonomi akibat bencana yang mungkin terjadi diperlukan usaha yang komprehensif dan juga terpadu dan penekanannya pada peningkatan ketahanan masyarakat terhadap bencana,” terangnya.(Humas UGM/Ika)

UGM Lantik Lima Pejabat Baru

Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., melantik lima pejabat baru di lingkungan UGM. Mereka adalah Prof. Dr. Ir. Zuprizal, D.E.A. sebagai Asisten Wakil Rektor Senior P3M Bidang Akademik, drg. Ika Dewi Ana, M.Kes., Ph.D. sebagai Asisten Wakil Rektor Senior P3M Bidang Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat, Prof. Dr. drh. Siti Isrina Oktavia Salasia sebagai Kepala Bidang Peningkatan Mutu Manajemen Pendidikan pada Pusat Pengembangan Pendidikan (P3), dan Prof. Dr. Ir. Fatchan Nurrochmad, M.Agr. serta Dr. Agr. Ir. Sri Peni Wastutiningsih sebagai Caretaker Sekolah Vokasi.




Dalam sambutannya, Rektor menyampaikan ucapan terima kasih atas kesediaan para pejabat baru untuk mengemban tugas yang diberikan UGM. Dalam pengembangan dan penyelenggaraan Tri Dharma Perguruan Tinggi, UGM memang memerlukan darma bakti para pejabat baru. "Mudah-mudahan Saudara di dalam menjalankan tugas selalu sehat wal 'afiat. Karena berbagai capaian itu selalu diiringi oleh mereka yang sehat, baik secara jasmani maupun rohani. Kebetulan ini dalam bulan puasa, kita dapat saling mengingatkan betapa pentingnya kesehatan jasmani dan rohani," tutur Rektor, Rabu (16/9), di Grha Sabha Pramana.



Rektor meyakini para penerima amanah jabatan di UGM ini memiliki pendidikan yang tinggi sehingga diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan program yang berlaku selama ini. Pegangan utama, kata Rektor, adalah Renstra UGM. "Selain itu, kita selalu dapat menerima masukan-masukan dan komunikasi dengan penyelenggara UGM, baik tenaga pendidikan maupun kependidikan, dengan saling memperhatikan dalam rangka penyelenggaraan bersama untuk capaian yang optimal," tambahnya.

Di UGM, sesungguhnya banyak hal yang patut disyukuri. Dalam perkembangannya, UGM dinilai sangat cepat. Meski demikian, di sisi lain, UGM juga memiliki butir-butir kelemahan. "Hingga kini saya sendiri memiliki daftar 40 yang terkait program UGM, baik menyangkut organisasi, budaya, dan leadership. Namun, tentunya tidak kita paparkan semua di sini. Hanya saja, kita nantinya diharapkan secara bersama-sama agar tidak gugup menghadapi itu semua. Satu per satu akan kita selesaikan dan semoga Allah akan memberikan petunjuk dan cita-cita UGM dapat kita capai bersama, antara pimpinan dan seluruh warga UGM," kata Rektor. (Humas UGM)

UGM dan PLN Sepakat Didik Tenaga Kelistrikan Andal

Yogya, KU

UGM dan PT PLN Persero sepakat untuk mendidik tenaga ahli kelistrikan yang andal dalam rangka mengantisipasi meningkatnya produksi dan kebutuhan listrik. Hal tersebut tertuang dalam nota kesepahaman kerja sama UGM dan PT PLN Persero yang ditandatangani Senin (14/9), di Ruang Sidang Pimpinan UGM.



Direktur SDM dan Umum PT PLN, Dr. Ir. Supriyadi, M.M., M.B.A., mengatakan negara masih membutuhkan produksi kelistrikan yang berorientasi pada pengetahuan. Dengan demikian, peningkatan kemampuan produksi listrik tidak hanya terpaku pada industri saja. Namun, untuk lebih cepat, dilakukan secara bersinergi dengan pihak lain. “Kita membutuhkan tidak hanya ahli lulusan teknik saja, tapi di bidang sosial, seperti lingkungan dan hukum, serta ekonomi mikro dan makro,” jelasnya.

Ia menambahkan kerja sama yang dilakukan oleh UGM dan PT PLN tersebut merupakan bentuk investasi jangka panjang untuk mendidik anak bangsa di bidang kelistrikan. Di samping itu, untuk mengimplementasikan ide strategik yang muncul dari kerja sama. “PLN miniatur bisnis negara sehingga harus didukung oleh dunia kampus sehingga sinergi ini baik untuk kedua pihak,” katanya.

Pendapat senada juga disampaikan oleh Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah memperluas pengetahuan dengan meningkatkan akses pemuda Indonesia usia 17-21 tahun ke jenjang perguruan tinggi yang saat ini baru mencapai 18 persen. Angka tersebut direncanakan pemerintah akan ditingkatkan menjadi 25 persen di tahun 2014. “Kita mempercayai sumber utama untuk itu adalah pengetahuan sangat penting, seperti negara Korea, Singapura, dan India. Mereka sangat maju dengan tingkat partisipasi pemuda ke perguruan tinggi mencapai 40 persen, bahkan Korea sudah 90 persen,” ujarnya.

Ditambahkan Rektor, UGM bersinergi dengan pihak lain akan terus memperluas pengetahuan bagi warga bangsa di berbagai bidang. ”Kita sangat perlu memperhatikan pendidikan secara komprehensif agar ahli dunia ada di segala bidang,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

Search Web Here :

Google
Hope all visited can search anything in "Goole Search" above. click button BACK" in page search)