Friday, March 27, 2009

Pelajar di Yogyakarta, 29,1 Persen Perokok

Sebanyak 29,1 persen remaja usia sekolah di Yogyakarta merupakan perokok aktif. Dari jumlah tersebut, 93 persen adalah laki-laki dan 7 persen perempuan. Data didapatkan dari hasil penelitian Pusat Studi Wanita (PSW) UGM terhadap 400 responden yang berusia 7 sampai dengan 18 tahun. Responden terdiri atas pelajar SD, SMP, SMU, SMK, dan remaja putus sekolah serta anak jalanan yang ada di Yogyakarta.

Dari penelitian yang dilakukan pada 2008 lalu, umur rata-rata remaja Yogyakarta pertama kali merokok adalah 12 tahun 6 bulan. Artinya, mereka telah mulai merokok pada usia setara dengan pelajar SMP kelas satu. Temuan lainnya adalah mereka membelanjakan uang sebesar Rp4.900,00 setiap harinya hanya untuk membeli rokok. Hal tersebut diungkapkan Kepala PSW UGM, Dr. Siti Hariti Sastriyani, S.S., M.Hum.

“Artinya mereka bisa menghabiskan hampir satu bungkus rokok dalam satu hari,” kata Sastriyani. Dari hasil penelitian diketahui pula bahwa lingkungan sekolah menjadi salah satu faktor pendorong para siswa untuk menjadi perokok.

Pernyataan tersebut diamini oleh Sisparyadi, S.Sos, salah seorang anggota tim peneliti PSW UGM. Perilaku merokok mereka dilakukan di lingkungan sekolah. “Lingkungan sekolah dan guru menjadi faktor pendorong para siswa untuk merokok,” katanya. Selain lingkungan dalam sekolah yang permisif bagi siswa untuk merokok, warung-warung di sekitar sekolah pun menjadi tempat ideal untuk merokok. Di samping itu, tempat-tempat hiburan juga menjadi tempat mangkal siswa untuk merokok.

Disebutkan Sisparyadi, penyebab siswa menjadi perokok, antara lain, lingkungan keluarga, pergaulan teman sebaya, lemahnya pangawasan di lingkungan sekolah dan tempat umum, serta pengaruh iklan dan promosi rokok. “Dari lingkungan keluarga 64,4 persen karena meniru perilaku dari ayahnya, sedangkan 3,8 persen mengikuti ibu, dan 70,3 persen meniru perilaku orang di sekitarnya,” rincinya.

Menurut Sastriyani, ada beberapa langkah yang perlu diambil untuk mencegah dan mengurangi bertambahnya remaja berperilaku merokok. Pertama, perlu diterapkan peraturan tidak merokok di dalam rumah dengan pengawasan dan contoh dari orang tua. Langkah kedua, pengawasan dan nasihat orang tua tentang model pergaulan yang dibangun anak dengan teman sebayanya. Ketiga, membatasi pergaulan dengan teman sebaya yang merokok.

Sementara itu, di lingkungan sekolah perlu dibuat aturan larangan merokok dengan sanksi yang tegas dan jelas. “Para guru tidak merokok di sekolah akan mengurangi risiko siswa melanggar peraturan tersebut,” tambah Sastriyani. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

No comments:

Post a Comment

Search Web Here :

Google
Hope all visited can search anything in "Goole Search" above. click button BACK" in page search)