Teknologi penentuan jenis kelamin pada embrio hewan ternak berperan penting dalam pemenuhan suplai kebutuhan pangan dunia. Teknologi ini telah diterapkan dalam peningkatan produksi telur ternak unggas dan produksi daging sapi.
Dosen Bagian Ilmu Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM, drh. Agung Budiyanto, M.P., Ph.D., mengatakan teknologi ini telah dimanfaatkan untuk menghasilkan lebih banyak embrio betina guna mendapatkan ayam betina yang mampu memproduksi telur dalam jumlah banyak. Sementara di peternakan sapi, teknologi ini dimanfaatkan untuk menghasilkan lebih banyak jumlah embrio jantan. Embrio jantan dapat berkembang lebih cepat dan besar dibandingkan dengan embrio betina.
Penentuan jenis kelamin biasanya dilakukan dengan metode “in vivo” (sel telur yang dibuahi di dalam induk), “in vitro” (sel telur yang dibuahi di luar induk), penentuan waktu inseminasi, penggunaan pengobatan induksi ovulas, dan inseminasi buatan.
“Memindahkan embrio dari produksi in vitro berpengaruh terhadap perbandingan jenis kelamin dalam tingkatan yang sangat signifikan,” kata Agung dalam Seminar on Advance Biotechnology Sexing, Cloning, and Stem Cell, Jumat (13/2), di Auditorium FKH UGM.
Dalam kesempatan tersebut, Agung menjelaskan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produksi embrio ternak dalam pembentukan kelamin tertentu. Beberapa di antaranya adalah tingkat jumlah sperma yang mengikat kromosom, interaksi gamet, sistem lingkungan, ekspresi gen, dan lingkungan sekitar embrio.
“Lingkungan dengan temperatur tinggi akan menyebabkan kematian pada embrio jantan, sedangkan PH dan nutrisi yang tinggi akan menyebabkan kematian pada embrio betina” tambahnya.
Sementara itu, drh. Yuda Heru Fibrianto, M.P., Ph.D., staf pengajar Bagian Fisiologi FKH UGM menuturkan teknologi stem cell mempunyai karakteristik dapat beregenerasi dan berdiferensiasi. Teknologi ini dapat digunakan untuk terapi medis di masa depan. Menurutnya, teknologi stem cell merupakan spare part sel tubuh bagi hewan dan manusia. Stem cell dapat dipakai untuk mengobati penyakit degenerasi atau usia lanjut, seperti alzheimer, parkinson, dan mengobati penyakit akibat kerusakan. Kegunaan yang lain adalah untuk mengobati penyakit spesifik, misalnya HIV, lupus, kanker, dan kardiovaskular. Di samping itu, manfaat lainnya ialah untuk menstimulasi sistem imun, revitalisasi organ tubuh, dan disfungsi seksual.
Goo Jang, D.V.M., Ph.D., Assistant Professor Seoul National University Korea, mengemukakan sistem kloning pada anjing dilakukan dengan Teknologi Somatic Cell Nuclear Transfer (SCNT). SCNT merupakan sebuah teknologi rekayasa terhadap sel telur. Rekayasa dilakukan dengan mentransfer inti sel pendonor ke sel telur yang telah dikeluarkan intinya. Proses kloning pada anjing dilakukan dengan mengambil sel telur anjing yang telah dihilangkan inti selnya. Inti sel telur tersebut kemudian diganti dengan inti sel somatik, sel anggota tubuh, yang diambil dari kulit induk. Selanjutnya, sel telur dimasukkan ke rahim induk.
“Kloning pada anjing ini bisa digunakan untuk membantu pemahaman tentang penyakit, pengembangan medis baru dengan SCNT transgenic. Akan tetapi, pengkloningan binatang masih tetap saja menimbulkan perdebatan etika dan moral,” kata Goo Jang. (Humas UGM/Ika)
No comments:
Post a Comment