Yogya, KU
Dosen UGM kembali menorehkan prestasi di tingkat internasional. Kali ini, penghargaan diraih oleh staf pengajar Fakultas Kedokteran (FK), Prof. dr. Sri Suparyati, Sp.A.(K), Ph.D., untuk kategori Pediatric Award. Penghargaan tersebut diberikan The Asian Pasific Pediatric Association (APPA) pada 14-18 Oktober 2009 di Shanghai China.
Kepada wartawan, Selasa (3/11), Prof. Yati mengatakan dirinya merupakan salah satu dari 12 penerima penghargaan yang diberikan APPA setiap tiga tahun sekali. Mereka dipilih dari sejumlah 2.500 dokter ahli anak se-Asia Pasifik yang masuk seleksi. Prof. Yati menjadi satu-satunya wakil dari Indonesia yang menerima penghargaan tersebut. “Untuk kategori ini, saya dianggap sebagai dokter spesialis anak yang paling menonjol selama tiga tahun terakhir,” ujar Guru Besar FK UGM ini.
Prof. Yati mengaku tidak kaget dengan pemberian penghargaan ini. Menurutnya, pemilihan namanya lebih disebabkan oleh kiprahnya dalam meneliti penyakit diare pada anak selama 40 tahun ini. Hasil penelitiannya pun telah dipublikasikan secara internasional. “Sering diundang di forum internasional, telah dikenal dalam percaturan internasional,” ujar Direktur Pusat Clinical Epidemiologi dan Biostatika FK UGM ini.
Penelitian diare telah dilakukan oleh Prof. Yati sejak 1976 bersama dengan Prof. Ruth Bishop dari Australia selaku penemu rotavirus pertama di dunia. Mereka meneliti infeksi rotavirus pada penderita diare di Indonesia pada saat itu. “Kita membuat penelitian lanjutan lebih dari satu tahun di Indonesia. Hasilnya rotavirus sebagai penyebab utama kasus diare,” kenangnya.
Ia menyebutkan sebagian besar bayi penderita diare karena rotavirus mengalami muntah secara terus menerus, berak air, dan susah mengonsumsi makanan. Usus halus mereka rusak sehingga tidak bisa menyerap makanan. Meskipun bayi tersebut tidak meninggal, kualitas hidupnya rendah karena sebagian usus halusnya tidak efektif lagi
Atas kiprahnya pula, Indonesia berencana memproduksi vaksin rotavirus sendiri dengan harga yang cukup murah. Saat ini, vaksin yang ada harganya relatif mahal. Bekerja sama dengan Melbourne University dan PT Biofarma, disepakati bahwa vaksin tersebut akan dipasarkan di Indonesia pada 2012.
Di tahun 1982, Prof. Yati dikenal sebagai peneliti yang memanfaatkan kearifan lokal untuk dijadikan sumber obat bagi penderita diare. Ia berhasil membuat oralit dari gula jawa dan gula batu, juga membuat tepung tempe untuk suplai protein bagi penderita diare. Diketahui bahwa tepung tempe dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan jumlah gizi dan berat badan bayi. “Bahannya tersedia murah dan tersedia di mana-mana. Pembuatan tepung tempe tradisional lebih baik daripada tempe buatan pabrik di Belanda. Saya diundang internasional karena memanfaatkan kearifan lokal,” kata pencetus pendirian pusat penanggulangan penyakit diare di beberapa rumah sakit di Indonesia ini.
Dekan FK UGM, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D., menyambut baik diberikannya penghargaan untuk Prof. Yati yang menurutnya akan mempertegas posisi UGM sebagai kampus bertaraf internasional. “Penghargaan ini akan menegaskan FK UGM ini semakin go intenasional, menunjukkan bahwa prestasi para dosen dan guru besar tidak hanya jago kandang,” imbuhnya.
Menurut Dekan, untuk menambah publikasi internasional, pihaknya terus mendorong staf pengajar FK UGM untuk berkolaborasi kerja sama riset dengan peneliti dari luar negeri serta menulis publikasi melalui jurnal-jurnal internasional ternama. “Kita juga mengundang pakar internasional untuk datang ke sini terkait hasil penelitiannya dan pengalamannya dalam publikasi internasional,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson
No comments:
Post a Comment