Yogya, KU
Asosiasi Fakultas Kedokteran Hewan Indonesia dari delapan perguruan tinggi mendesak pemerintah untuk mengangkat Wakil Menteri Pertanian RI dari kalangan profesi dokter hewan. Wakil menteri ini akan bertugas untuk mengurusi bidang otoritas veteriner berdasarkan UU No. 18 tahun 2009.
“Dimungkinkan ada pengambilan keputusan tertinggi di sektor teknis kesehatan hewan berdasarkan profesionalisme veteriner,” kata Dekan FKH UGM, Prof. Dr. drh. Bambang Sumiarto, S.U., M.Sc., dan Dekan FKH IPB, Dr. I Wayan T. Wibawan, M.S., D.V.M., mewakili delapan dekan FKH se-Indonesia, Kamis (29/10) sore. Turut mendampingi dalam kesempatan tersebut, Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI), Drh. Wiwiek Bagja, dan anggota Majelis Pendidikan Dokter Hewan, Prof Dr. drh. Agus Lelana, di Auditorium FKH UGM.
“Pemerintah memerlukan Wakil Menteri Pertanian dari veteriner agar pertanian dari produk peternakan dan kesehatan hewan bisa dikerjakan secara baik,” kata drh. Wiwiek Bagja. Menurutnya, untuk melindungi masyarakat dari ancaman kasus flu burung, flu babi, rabies, dan berbagai kasus lainnya, seharusnya ada sistem penataan struktur dan kewenangan. Sistem tersebut semestinya didukung dari tingkat kepemimpinan pusat hingga di daerah. “Apakah tidak waktunya fungsi veteriner ditingkatkan untuk menyelesaikan masalah ini?” ujarnya dengan nada bertanya.
Ia menyesalkan selama ini pemerintah tidak pernah melakukan penataan struktur dan kewenangan dalam pengaturan otoritas veteriner. Meski kini telah ada UU No. 18 tahun 2009 yang mengatur peternakan dan kesehatan hewan, dikhawatirkan aturan tersebut tidak serta merta diberlakukan oleh pemerintah.
Padahal, lanjut Wiwiek, Bab VII Pasal 68 menyebutkan penyelenggaraan kesehatan hewan di seluruh wilayah NKRI memerlukan otoritas veteriner. Dalam pelaksanaan otoritas veteriner tersebut, pemerintah menetapkan Siskeswanas (Sistem Kesehatan Hewan Nasional). “Menteri dapat melimpahkan kewenangannya kepada otoritas veteriner dalam ikut berperan serta mewujudkan kesehatan hewan nasional,” katanya.
Agus Lelana menegaskan dengan adanya UU kesehatan hewan yang baru telah membuka peluang dibukanya satu posisi wakil menteri dari kalangan veteriner. “Masalah kesehatan hewan sudah saatnya disejajarkan dengan kewenangan Menteri Kesehatan. Di Deptan belum ada, minimal sudah ada setingkat eselon satu,” tandasnya.
Bambang Sumiarto menambahkan penanganan kesehatan hewan saat ini baru setingkat direktur kesehatan hewan atau paling tidak sudah ada Direktorat Jenderal Kehewanan. “Dulu kita berhasil menangani penyakit mulut dan kuku (PMK) karena ada arahan dan kewenangan yang jelas. Apalagi di era Orde Baru, Presiden Soeharto senang dengan dunia hewan sehingga memiliki kepedulian lebih besar,” imbuhnya.
I Wayan T. Wibawan mengatakan belum adanya kewenangan jelas dalam pengelolaan pangan dari hewan menyebabkan Indonesia masih bergantung pada impor daging dan susu dari luar. Bahkan, sarana produksi peternakan sebagian besar juga masih impor. “Sebuah kehinaan dari bangsa yang bergantung pada masalah pangan, tidak pernah berpikir secara serius. Jangan sampai kita kehilangan patriotisme, apalagi tidak ada kebanggaan kita sebagai bangsa,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson
No comments:
Post a Comment