Tuesday, June 30, 2015

Sarat Kepentingan, Pembangunan PLTN Harus Dihentikan

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir yang diusulkan BATAN yang sarat dengan muatan kepentingan proyek dan berakibat pada resiko dampak sosial yang merugikan rakyat harus dihentikan. Pembangunan tersebut dinilai tidak menguntungkan bagi Indonesia.

"Sebaiknya dana yang tidak sedikit tersebut bisa dipergunakan untuk membangun pembangkit energi terbarukan di daerah terpencil", ujar Iwan Kurniawan, Ph.D, Ahli Fisika Nuklir Eksperimen Universitas Indonesia pada Seminar Dampak Sosial Teknologi Nuklir, Mendorong Keterbukaan Informasi Publik Terhadap Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, di Perpustakaan UGM, Kamis sore (25/6).

Menurut Iwan Kurniawan, pembangunan PLTN sangat mahal, berbahaya dan kotor. Hasil studi kelayakan PLTU Bangka yang dibiayai APBN menunjukkan, biaya pembangunan listrik PLTN sebesar 12 sen USD/kWh, dua kali biaya listrik PLTU Batubara 6 sen USD/kWh. Sementara biaya pembangunan PLTN Bangka diatas 6300 USD/kWh, yaitu sebesar 4 hingga 5 kali biaya pembangunan PLTU Batubara yang memakan biaya 1200 - 1500 USD/kWh.

"Nampaknya BATAN menyembunyikan laporan studi kelayakan PLTN Bangka, karena biaya listrik dan pembangunan PLTN sangat mahal", ungkapnya.

Melihat kondisi yang ada, Iwan Kurniawan berharap Indonesia mestinya  bisa bersabar dalam keinginan membangun PLTN. Baginya, Indonesia bisa mewujudkan keinginan itu ketika sudah lahir generasi PLTN yang benar-benar aman.

"Biarkan saja sekarang negara-negara maju bereksperimen. Kita menunggu sampai benar-benar lahir generasi baru PLTN yang sungguh-sungguh aman", harapnya.

Sementara itu, Prof. Dr. Rinaldy Dalimi mengatakan satu-satunya negara yang menempatkan energi nuklir sebagai energi baru hanyalah Indonesia, padahal nuklir bukan energi baru lagi. Ketika nuklir ditempatkan sebagai energi baru yang dalam istilah di Indonesia merupakan Energi Baru Terbarukan (EBT), maka pemerintah mengalami kesulitan membuat kebijakan EBT yang harus disubsidi.
"Tidak akan mungkin menyubsidi energi yang sangat berbahaya", ujar Rinaldu, Anggota Dewa Energi Nasional (DEN).

Karena itu, istilah nuklir sebagai energi baru harus direvisi agar mudah dalam membuat kebijakan. Iapun menilai Indonesia belum saatnya membangun PLTN, masih banyak potensi lain yang bisa dibangun diluar PLTN.

Seminar yang digagas  Masyarakat Reksa Bumi (Marem) dan Sosiology Research Centre (Sorec) UGM ditutup dengan berbuka puasa bersama. Tampak Hadir pembicara lain, Prof. Dr. Heru Nugroho dan Ahli Turbin 'Marem' Lilo Sunaryo, Ph.D dan dipandu Sosiolog UGM, Arie Sujito, S.Sos., M.Si. (Humas UGM/ Agung)

No comments:

Post a Comment

Search Web Here :

Google
Hope all visited can search anything in "Goole Search" above. click button BACK" in page search)