Memahami ujaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing tidaklah mudah
bagi mereka yang berlatar bahasa non-bahasa Inggris. Salah satu faktor
yang sering disebut sebagai penyebab terjadinya kesulitan dalam proses
memahami ujaran bahasa Inggris adalah keterbatasan kosakata yang
dimiliki seseorang.
Pernyataan tersebut dinilai logis, karena kosakata merupakan jantung
bahasa, ia sebagai prasyarat keberhasilan dalam proses mendengarkan
ujaran bahasa asing. Kosakata bersifat fundamental dalam proses
informasi bahasa asing. Selain itu, kosakata menjadi syarat terjadinya
komunikasi lisan sebab tanpa kosakata tidak ada yang dapat disampaikan.
"Meski begitu kosakata saja tidak cukup. Seseorang yang memiliki
kosakata cukup memadai tidak selalu dapat secara konsisten menunjukkan
kemampuannya dalam mendengarkan ujaran bahasa Inggris," ujar Drs. Adi
Sutrisno, M.A., di Fakultas Ilmu Budaya UGM, Kamis (2/7).
Adi Sutrisno menandaskan, kesulitan 'mendengarkan' ujaran bahasa
Inggris tidaklah semata-mata disebabkan keterbatasan kosakata yang
dimiliki seseorang, namun terkait pula dengan kemampuan individu
mempersepsi ujaran secara fonologis. Hasil tes listening versi A dan B
yang ia lakukan dalam desertasinya, memperlihatkan bahwa para subyek
penelitian secara konsisten menunjukkan hasil yang lebih tinggi tes A
daripada tes B.
"Implikasi dari temuan ini menyimpulkan seseorang yang tidak memiliki
kemampuan mempersepsi ujaran secara fonologis akan mengalami kesulitan
memahami ujaran bahasa Inggris," tandasnya dalam ujian terbuka guna
memperoleh gelar doktor Ilmu Linguistik FIB UGM dengan bertindak selaku
promotor Prof. dr. Soepomo Poedjosoedarmo dan ko-promotor Prof. Dr.
Stephanus Djawanai.
Mempertahankan desertasi "Kesulitan Mempersepsi Bunyi Ujaran Bahasa
Inggris sebagai Bahasa Asing di Indonesia dan Penyebab-Penyebabnya", Adi
Sutrisno menjelaskan kemampuan mempersepsi bunyi ujaran menjadi kunci
penting dalam proses pemahaman ujaran bahasa Inggris karena kemampuan
ini bersentuhan langsung dengan proses decoding sinyal akustik
dalam peristiwa komunikasi lisan. Menurutnya, proses ini rumit karena
menyangkut elemen-elemen bunyi, perubahan kualitas bunyi vokal dan
konsonan tertentu sebagai akibat dari adanya asimilasi ujaran yang
disebabkan oleh keras lemahnya bunyi, ritme ucapan dan kompresi tempo
ucapan.
"Ketika proses decoding berlangsung dengan lancar maka persepsi
ujaran pun berjalan dengan benar. Sebaliknya manakala proses decoding
mengalami hambatan dan bunyi ujaran tidak dapat diinterpretasi dengan
benar, mispersepsi pun terjadi", jelas dosen FIB UGM Jurusan Sastra
Inggris. (Humas UGM/ Agung)
No comments:
Post a Comment