Sunday, July 12, 2015

UGM Kembangkan Bisnis Budidaya Cacing Tanah

Cacing tanah spesies Lumbricus rubellus merupakan jenis cacing yang sangat potensial untuk dibudidayakan. Pasalnya jenis cacing ini memiliki pertumbuhan lebih cepat dibanding dengan jenis cacing lainnya. Tidak hanya itu, cacing tanah ini juga tergolong mudah pemeliharaan dan perawatannya karena bisa berkembang di media limbah organik. Sehingga tidak mengherankan jika banyak dimanfaatkan dalam dunia pertanian dan peternakan, serta industri farmasi.

Dalam industri farmasi cacing ini banyak digunakan sebagai bahan obat dan bahan kosmetik. Bahkan permintaan akan cacing tanah terus meningkat untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam jumlah besar. Namun begitu, ketersediaan cacing tanah jenis ini masih terbatas dengan harga relatif mahal karena belum banyak yang melakukan budidaya.

Melihat kondisi tersebut, tiga mahasiswa UGM dari Fakultas Pertanian dan Fakultas Kedokteran Hewan mencoba peluang usaha pengembangan ternak cacing tanah. Nur Ainu Sulton, Muhammad Abiyyu U.A., Rahmad Syafrilianta  adalah mahasiswa yang mencoba membangun usaha budidaya cacing tanah untuk memenuhi kebutuhan industri obat dan kosmetik. “Pengembangan ternak cacing tanah masih sangat jarang dilakukan. Kebanyakan orang menganggap bahwa cacing tanah merupakan binatang yang menjijikkan. Padahal cacing ini berpotensi dapat dibudidayakan dan menjadi peluang usaha yang prospektif,” kata Nur Ainu, Kamis (9/7) di Kampus UGM.

Nur Ainu mengungkapkan dari 1 ekor cacing dewasa mampu memproduksi 10-20 anakan setiap 10 hari. Sehingga dalam 1 tahun bisa menghasilkan 1.000 anakan. “Dari pengalaman 1 kg cacing tanah dalam 3 bulan bisa berkembang menjadi sekitar 6 kg cacing tanah,”jelasnya.

Menurutnya usaha budidaya cacing tanah ini cukup prospektif karena dapat memberikan keuntungan yang besar. Dalam satu periode pemanenan atau sekitar 3 bulan dengan 20 kg indukan cacing tanah akan menghasilkan 120 kg cacing tanah. Sementara harga perkilogram cacing ini mencapai Rp. 60 ribu. “Dalam waktu 3 bulan bisa menghasilkan omset sekitar Rp. 7,2 juta,” ujarnya.

Ditambahkan Abiyyu, dalam melakukan budidaya cacing tanah memanfaatkan limbah organik yang berada di sekitar tempat tinggal mereka.  Hal ini ditujukan untuk mengurangi dampak negatif limbah media bekas cacing (kascing) dengan memanfaatkanya sebagai pupuk kompos. “Limbah ini dapat diolah menjadi pupuk kompos cacing (kascing). Biasanya pupuk ini dijual di pasaran mencapai Rp. 2.000 per kilogramnya,” urainya.

Sementara untuk pemasaran cacing tanah hasil budidaya, mereka saat ini tengah membangun kerja sama dengan industri obat dan kosmetik secara langsung. Selain itu juga menyasar dunia peternakan dengan mendatangi peternak ikan, peternak unggas, kolam pemancingan dan toko pakan hewan. Disamping itu juga memanfaatkan media jejaring sosial dan mengikuti pameran guna melakukan promosi. “Rencananya kami akan mendirikan asosiasi peternak cacing di berbagai daerah untuk memperkuat jaringan pasar dan menekan kompetitor, sehingga usaha budidaya cacing ini akan terus berkembang,” pungkasnya.(Humas UGM/Ika)

No comments:

Post a Comment

Search Web Here :

Google
Hope all visited can search anything in "Goole Search" above. click button BACK" in page search)