YOGYAKARTA – Hasil Kongres Pancasila VII yang diselenggarakan di
kampus Universitas Gadjah Mada menghasilkan beberapa butir rekomendasi
kepada pemerintah terutama penguatan kebijakan pengelolaan kawasan
perbatasan. Dalam beberapa butir rekomendasi tersebut disampaikan
tentang pentingya pembenahan masalah pendidikan dan kebudayaan pada
masyarakat di daerah perbatasan sehingga negara diminta perlu lebih
proaktif. “Pendidikan di kawasan perbatasan, baik sebagai lembaga maupun
proses belum mampu mentransformasi nilai-nilai Pancasila di dalam
memperkuat identitas keindonesiaan,” kata Prof. Dr. dr. Sutaryo, Ketua
Tim Ahli Pusat Studi Pancasila saat membacakan rekomendasi, Senin (1/6),
di Balai Senat Universitas Gadjah Mada.
Pemerintah, kata Sutaryo, dihimbau melakukan pengembangan
infrastruktur pendidikan yang lebih memadai dan proporsional dengan
didukung penyusun program pendidikan di tingkat pendidikan
formal,informal,non-formal. Yang tidak kalah penting, dalam mengatasi
persoalan di perbatasan perlu dibentuknya lembaga atau badan khusus yang
mengelola masalah pendidikan dan kebudayaan serta pembangunan di
wilayah perbatasan. Meski saat ini sudah ada Badan Nasional Pengelolaan
Perbatasan sudah ada dibawah struktur Kementerian Dalam Negeri dan
jabatan pejabat ex officio, namun dirasa tidak memadai. “Pelaksana
pembangunan oleh kementrian teknis selama ini dirasakan belum memadai,
sehingga diusulkan ada suatu badan koordinasi percepatan pembangunan
daerah perbatasan, langsung dibawah Presiden,” katanya.
Sutaryo menegaskan, kawasan perbatasan merupakan batas wilayah yang
penting sebagai garda depan bagi negara dalam menjaga keutuhan NKRI.
Namun begitu, wilayah perbatasan juga berpotensi bisa menimbulkan
permasalahan yang berujung pada sengketa dengan negara tetangga yang
berbatasan langsung baik di darat maupun di lautan Indonesia. Oleh
karena itu, paradigma pengelolaan kawasan perbatasan yang memposisikan
kawasan perbatasan sebagai “teras depan” NKRI harus dikelola secara
optimal dan konsisten. “Salah satunya, persoalan ketidakadilan sosial
khususnya di kawasan perbatasan disebabkan oleh karena penuangan makna
“keadilan sosial” ke dalam hukum atau aturan perundang-undangan dan
kebijakan negara masih kurang tepat,” ujarnya
Tidak cukup hanya itu, imbuhnya, pelaksanaan nilai Pancasila di daerah 3 T (Kawasan Terluar, Terdepan dan Tertinggal) dibidang
ekonomi harus kembali kepada ekonomi yang disusun berdasar azas
kekeluargaan seperti yang tercantum pada UUD 45 Pasal 33. Peningkatan
kesejahteraan salah satunya melalui melalui pembentukan
koperasi-koperasi yang mandiri disesuaikan dengan situasi dan kondisi
setempat.
Di kongres pancasila kali ini, kata Sutaryo, peserta kongres
memandang pentingnya kawasan perbatasan mendapatkan regulasi dari DPR
dan pemerintah semacam otonomi khusus sehingga kawasan tersebut secara
geopolitik memiliki kedaulatan, secara ekonomi memberdayakan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Rektor UGM, Pof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., menilai
kongres pancasila VII kali ini berhasil diselenggarakan dengan baik dan
lancar dengan banyak menghimpun berbagai pemikiran terobosan untuk
pemerintah.”Yang penting adalah berikutnya tindak lanjutnya dari
rekomendasi tersebut,” katanya.
Rekomendasi kongres pancasila ini kata Dwikorita tidak hanya
ditujukan pada pemerintah selaku pengambil kebijakan namun akan menjadi
bahan evaluasi bagi pimpinan Universitas Gadjah Mada untuk terus
meningkatkan peran dari pusat studi untuk terus menghasilkan pemikiran
yang bermanfaat bagi masyarakat. “PR bagi kami yang ke depan bagaimana
proses pembelajaran yang akan dikembangkan ke depan dan meningkatkan
peran pusat studi untuk terus diperkuat dan diperluas jangkauan
pemikirannya dalam menegakkan kedaulatan bangsa,” terangnya.
Dwikorita juga mengapresiasi peserta kongres yang secara gigih
memperjuangkan nilai-nilai pancasila dalam konsep pembangunan bangsa
terutama untuk daerah perbatasan. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
No comments:
Post a Comment