Indonesia potensial menjadi pusat
peradaban di Asia. Hal ini cukup beralasan mengingat pusat peradaban
mulai beralih dari Eropa dan Amerika ke kawasan Asia. Hal ini
diungkapkan Mensesneg Pratikno pada Kongres Pancasila VII di Balai Senat
UGM, Minggu (31/5). Kongres yang digagas oleh Pusat Studi Pancasila
(PSP) UGM ini berlangsung hingga Senin (1/6).
“Pusat peradaban kini beralih ke Asia dan Indonesia berpotensi menjadi pusat peradaban,” papar Pratikno.
Menjadi pusat peradaban di Asia menurut
Pratikno sekaligus akan menghantarkan Indonesia sebagai bangsa
berdaulat. Indonesia akan mampu memutuskan sendiri apa yang akan
dilakukan tanpa harus didikte oleh bangsa lain. Sejauh ini Indonesia
telah memiliki beberapa modal berharga untuk menjadi bangsa berdaulat,
seperti kepemimpinanya dalam Konferensi Asia Afrika (KAA) di tahun 1955.
“Indonesia dikenal bangsa antikolonialisme. Selain itu kita salah satu pendiri ASEAN,” katanya.
Di tempat sama Menkopolhukam Tedjo Edhy
Purdijatno menyinggung bahwa Pancasila adalah dasar negara dan bukan
semata-mata sebagai pilar kebangsaan. Pancasila tidak bisa disejajarkan
dengan UUD 1945. Pada kesempatan itu Tedjo juga sempat menyinggung
tentang demoralisasi yang tengah melanda Indonesia.
“Yang terpenting saat ini adalah moral bangsa. Moral bangsa sekarang ini nampaknya jauh dari ajaran para pendahulu,”ujar Tedjo.
Sementara itu pengamat ekonomi UGM
Revrisond Baswir mengatakan jika ingin maju Indonesia harus berani
menolak kapitalisme. Kapitalisme di Indonesia masih akan ada selama
demokrasi yang mengemuka hanya demokrasi politik tanpa demokrasi
ekonomi. Seharusnya, seperti masa Soekarno, Indonesia perlu menjalankan
sosiodemokrasi yang meliputi politik dan ekonomi.
“Akibatnya demokrasi saat ini hanya
menjadi sarana capital merampas kekuasaan dan tidak memperbaiki nasib
rakyat,” tegas Revrisond. (Humas UGM/Satria)
No comments:
Post a Comment