Intensitas Gempa Meningkat, Masyarakat Diimbau Mengecek Konstruksi Bangunan Rumah
Yogya, KU
Intensitas kejadian gempa bumi di seluruh wilayah Indonesia semakin meningkat. Untuk mengurangi jumlah korban jika terjadi gempa, masyarakat diimbau untuk mengecek kembali kekuatan konstruksi bangunan rumahnya, apakah layak tahan gempa atau tidak. Di DIY dan Jateng, sedikitnya 300 ribu rumah belum memenuhi syarat tahan gempa.
“Perlu menelusuri sejarah pembuatannya, mengetahui ada dan tidaknya kerangka beton, kalau perlu dilakukan perbaikan,” kata staf pengajar Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik (FT) UGM, Dr. Ir. Ikaputra, M.Sc., mengomentari banyaknya rumah tidak tahan gempa di Indonesia, Senin (26/10), di kampus UGM.
Menurutnya, penelusuran sejarah pembuatan rumah sangat penting karena mayoritas pembangunan rumah di Indonesia tidak menggunakan jasa arsitek dan konstruktor. Namun, meskipun telah menggunakan jasa keduanya, bukan jaminan pula bangunan yang dihasilkan tahan gempa. Pasalnya, bangunan publik yang menggunakan jasa arsitek dan konstruktor juga dapat hancur disebabkan oleh perilaku pemborong yang koruptif pada saat membangun.
Di samping hal itu, pengetahuan masyarakat tentang kekuatan rumah terhadap gempa masih sangat rendah. Ikaputra berpendapat bahwa masyarakat perlu diberikan pengetahuan tentang jenis bangunan yang kuat menahan gempa dalam skala tertentu, terutama untuk daerah yang belum mengalami gempa.
Ia pun menambahkan penelusuran sejarah pembuatan rumah sangat penting untuk mengetahui informasi sejarah bangunan, beton dan tulangan, karena ada bangunan yang sama sekali tidak menggunakan kerangka untuk menekan biaya saat pembangunan. “Yang membunuh bukan gempanya, tapi konstruksi yang tidak kuat,” ujarnya.
Tips yang dapat dilakukan untuk melakukan pengecekan rumah apakah rawan atau tidak terhadap gempa, antara lain, dengan mengecek tiang tembok apakah berisi beton atau tidak. “Ketok pojok bangunan sebagai kolom (tiang beton), apakah sama dengan dinding, berarti tidak ada tulangan. Apabila dipaku lalu bengkok, berarti ada betonnya,” terang Ikaputra.
Ia tidak sependapat jika rumah harus simetris atau asimetris untuk menentukan rawan atau tidaknya terhadap gempa. Namun, yang perlu diperhatikan adalah perilaku dalam membangun rumah yang sesuai dengan arsitektur dan konstruksi teknik sipil. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
No comments:
Post a Comment