Friday, August 28, 2009

Teliti Rumput Mutiara dan Limbah Tongkol Jagung, Mahasiswa UGM Juara PPRI


Mahasiswa UGM kembali mengukir prestasi. Kali ini, dua gelar juara diraih dalam ajang Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia (PPRI) ke-8. Dalam kompetisi yang diselenggarakan oleh LIPI pada 10-12 Agustus lalu, Rifki Febriansyah, mahasiswa Fakultas Farmasi UGM, dinobatkan sebagai peneliti terbaik bidang Ilmu Pengetahuan Alam dan Lingkungan. Rifki Febriansyah beserta timnya, Aditya Ashar dan Dyani Primasari, berhasil meraih prestasi dengan mengajukan karya ilmiah berjudul “Potensi Kemopreventif Ekstrak Etanolik Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa(L) Lamk)”. Rumput mutiara teruji dapat digunakan untuk mengobati kanker.

Dituturkan oleh Rifki, ide untuk meneliti rumput mutiara berawal dari keikutsertaannya dalam kelompok studi Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC). Dirinya beserta tim memang fokus mengkaji berbagai hal yang berkaitan dengan permasalahan kanker. Melalui searching di internet, ia menemukan artikel bahwa rumput mutiara telah dimanfaatkan oleh masyarakat tradisional di Cina sebagai obat kanker, inflamasi/peradangan, serta jerawat. Namun, dalam praktik pengobatannya masih dilakukan secara tradisional, yakni hanya dengan direbus dan kemudian hasilnya diminum.

Melihat fakta tersebut, Rifki tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai rumput mutiara. Di bawah bimbingan Dr. Edi Meiyanto, sang dosen, akhirnya ia memutuskan untuk terjun lebih dalam untuk meneliti tanaman yang sering diabaikan keberadaannya dan bahkan dianggap sebagai pengganggu, tetapi berpotensi sebagai obat anti kanker ini. “Rumput ini merupakan rumput liar yang banyak dijumpai di Indonesia, tapi mungkin karena keterbatasan informasi tentang potensi tanaman ini, jadinya jarang sekali yang memanfaatkannya. Padahal, sebenarnya di balik itu memiliki faedah dan nilai ekonomi yang cukup tinggi,” jelasnya, Kamis (27/8), di Ruang Fortakgama.

Lebih lanjut dikatakan Rifki, rumput mutiara mengandung dua senyawa aktif, yaitu asam ursolat dan asam uleanolat yang terbukti dapat mencegah perkembangan pembelahan sel kanker ke tahap yang lebih ganas. Hal itu diketahui setelah ia mengujicobakannya pada tikus putih yang sebelumnya telah diinduksi secara oral dengan senyawa karsinogen, senyawa yang memacu pertumbuhan kanker. Tikus tersebut diberikan ekstrak rumput mutiara dan setelah 10 minggu dibedah diambil sel heparnya untuk diteliti. “Dan teruji dengan digunakannya ekstrak rumput tersebut mampu menghambat pertumbuhan sel kanker kurang lebih sebesar 30% dibanding dengan tikus yang tidak diberi ekstrak rumput mutiara” terang mahasiswa yang mengambil konsentrasi farmasi bahan alam ini.

Pengolahan rumput mutiara dari bahan awal hingga berbentuk ekstrak, disampaikan Rifki, dibutuhkan waktu sekitar 4 hingga 5 hari untuk proses pengeringannya. Untuk pengeringan masih masih dilakukan secara langsung dengan sinar matahari. Setelah dikeringkan, rumput mutiara akan menyusut kurang lebih 10% dari berat awal. Selanjutnya, setelah diekstrak hanya akan menyisakan hasil sekitar 10%. Dari 100 gram ekstrak rumput mutiara ini, imbuh Rifki, dapat dihasilkan 200 kapsul. Apabila dipasarkan, biasanya untuk setiap 100 gramnya dapat mencapai harga 50 ribu rupiah. Untuk mengonsumsinya, efektif digunakan tiga kali dalam sehari.


Limbah Tongkol Jagung

Sementara di bidang Ilmu Pengetahuan Teknik, dua mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM , Suhadi dan Anisa, juga menorehkan prestasi yang mengharumkan nama besar UGM. Meski tidak segemilang Rifki dan kawan-kawannya, mereka tetap berbangga hati karena telah melakukan yang terbaik dan berhasil menyumbangkan juara tiga di bidang ini.

Suhadi dan Anisa menyumbangkan perunggu dalam ajang ini berkat penelitian mereka tentang limbah tongkol jagung. Penelitian yang mereka lakukan berawal dari keprihatinan terhadap persoalan lingkungan dan isu global warming, yang salah satu penyebabnya adalah banyaknya limbah organik yang kurang termanfaatkan.

Salah satu limbah yang berpotensi untuk dimanfaatkan adalah tongkol jagung. Limbah yang produksinya cukup melimpah di Indonesia ini potensial digunakan sebagai sumber karbon untuk media frementasi dan pertumbuhan jamur Trichoderma harzianum EMXJ3 guna memproduksi enzim xilanase.

Enzim xilanase ini memiliki beberapa manfaat dalam industri pangan dan kertas, seperti digunakan sebagai biobleching pulp/pemutih kertas, pemanis lami berkalori rendah, serta untuk penjernih jus dan anggur. Limbah tongkol jagung ini dapat dimanfaatkan untuk menggantikan bahan yang biasa digunakan untuk memfermentasi Trichoderma harzianum, yaitu brichwood xylan.

“Pemanfaatan tongkol jagung ini bisa menghemat jauh biaya karena harga brichwood xylan sangatlah mahal, per 100 gramnya mencapai kisaran 8 juta. Padahal, kalau untuk tongkol jagung 100 gramnya paling cuma 500 rupiah saja. Sangat menghemat bukan?” ujar Suhadi.

Atas prestasi yang diraih, mereka berhak membawa pulang piala perunggu, piagam penghargaan dari LIPI dan Bumiputera, uang sebesar 8 juta rupiah, dan polis asuransi Bumiputera dengan uang pertanggungan sebesar 6 juta rupiah. (Humas UGM/Ika)


http://post-secret-community.blogspot.com/
http://americanidol-2.blogspot.com/
http://rimdrift.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment

Search Web Here :

Google
Hope all visited can search anything in "Goole Search" above. click button BACK" in page search)