Universitas Gadjah Mada (UGM) mendesak pemerintah untuk tidak menunda pemilu legislatif 9 April mendatang, baik di sebagian maupun seluruh wilayah Indonesia. Menurut Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., penundaan akan berdampak buruk bagi pelaksanaan tahapan pemilu yang telah lama dirancang.
“Secara filosofis dan praktis, ini sudah lama dirancang tahapannya oleh pemerintah sehingga jika ditunda akan berdampak buruk dan mengganggu tahapan pemilu,” ujar Rektor saat menyampaikan “Pesan Pimpinan UGM dalam Mewujudkan Pemilu Legislatif 2009 yang Berkualitas Terpuji” di Ruang Rektorat UGM, Selasa (31/3).
Didampingi oleh Wakil Rektor Senior Bidang Administrasi, Keuangan, dan Sumber Daya Manusia (Prof. Ainun Na'im, Ph.D.), Wakil Rektor Bidang Alumni dan Pengembangan Usaha (Prof. Ir. Atyanto Dharoko, M.Phil., Ph.D.), dan Kepala Bidang Humas dan Keprotokolan UGM (Drs. Suryo Baskoro, M.S.), Rektor menegaskan penundaan pemilu tidak akan bagus bagi pembelajaran generasi muda karena pemerintah dapat dianggap tidak konsisten dan tidak cakap menyukseskan pemilu. Di samping rawan dengan gangguan ketertiban dan keamanan, ketika pemilu ditunda juga akan menimbulkan pemborosan anggaran. “Penundaan menjadikan anggaran negara menjadi tidak hemat dan boros karena nantinya dibutuhkan tenaga dan anggaran ekstra,” tuturnya.
Dalam pesan menjelang pemilu legislatif yang juga didukung oleh Majelis Wali Amanat (MWA), Majelis Guru Besar (MGB), dan Senat Akademik (SA) UGM ini, diimbau agar seluruh masyarakat menggunakan hak pilihnya dan tidak golput. Masyarakat diharapkan berperan aktif untuk memilih caleg atau parpol yang memang benar-benar dapat dipercaya untuk menyampaikan amanat sesuai dengan hati nuraninya.
Rektor mengatakan, “Sebagaimana sudah dilontarkan banyak tokoh dan pengamat, UGM menilai golput juga tidak akan menyelesaikan masalah. Untuk itu, masyarakat setidaknya memilih calon atau parpol yang bisa dipercaya mengemban amanat sesuai hati nurani sehingga ke depan bisa memperjuangkan aspirasi masyarakat lebih baik lagi.”
Enam butir pesan dibacakan oleh Rektor dalam kesempatan tersebut. Pertama, UGM menyerukan kepada seluruh anak bangsa untuk membangun solidaritas bersama, bersinergi menyelesaikan berbagai persoalan bangsa dengan aktualisasi positif Pancasila dan UUD 1945 serta aktualisasi makna Bhinneka Tunggal Ika.
Kedua, UGM meminta agar pemerintah dan DPR tepat waktu menyelesaikan rancangan perundang-undangan yang diperlukan untuk solusi nyata urusan jangka sangat mendesak dan menunda pengesahan RUU yang masih menimbulkan kontroversi untuk mendapatkan konsultasi publik seluas-luasnya pada tahun 2010.
Ketiga, UGM mengimbau segenap komponen bangsa menyikapi pemilu legislatif dan pemilihan presiden dengan mengendalikan ambisi dan emosi, menjernihkan nurani dalam perjuangan bermartabat, berkeadaban, berorientasi kemanfaatan dan kebahagiaan manusia.
Keempat, UGM mengharapkan sinergitas para pemimpin di semua bidang dan lapisan untuk bersikap profesional membentuk jalinan optimal mengokohkan kedaulatan ideologi bangsa untuk menciptakan pengetahuan bersama yang menjamin solusi persoalan dengan dasar Pancasila dan ilmu pengetahuan serta menyelesaikan urusan bidang hukum, politik, dan ekonomi sebagai tiga simpul strategis konteks kehidupan berbangsa dan bernegara pada masa mendatang.
Kelima, UGM juga berharap para pihak pembuat keputusan tidak menunda pemilu, baik di sebagian maupun seluruh wilayah Indonesia, sebagai langkah terpuji.
Keenam, UGM mengajak warganya dan warga masyarakat untuk mendukung aktualisasi Maklumat Akademik 9 Januari lalu, menggunakan hak pilih yang dilandasi nurani, jernih, jujur, tertib, damai, dan bersih dari noda-noda perilaku tidak terpuji serta melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
Friday, April 10, 2009
Terkendala Form A5, Mahasiwa UGM Luar DIY Terancam Tidak Dapat Melakukan Mutasi Pemilih
Sebanyak 29.250 (65%) mahasiswa UGM yang berasal dari luar Provinsi DIY mengalami kesulitan dalam melakukan mutasi pemilih. Mereka mengalami kendala dalam melengkapi form A5. Dari seribu lebih mahasiswa yang mendaftar ke posko Garda Pemilu yang didirikan Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa (BEM-KM) UGM dan Himpunan Mahasiswa Pasca Sarjana (HMP) UGM, baru 58 orang yang menyerahkan kembali berkas A5.
Pos Pelayanan Mutasi Pemilih di UGM telah dibuka pada 4 s.d. 25 Maret 2009. Pos ini ditujukan bagi pemilih mahasiswa UGM asal luar DIY yang ingin menggunakan hak pilihnya di Kabupaten Sleman. Dari data yang ada, mahasiswa UGM berjumlah sekitar 45 ribu orang, terdiri atas ±35 ribu mahasiswa D3-S1 dan 10 ribu mahasiswa S2-S3.
Menurut pengakuan Ketua HMP UGM, Syafarudin, mahasiswa menemui beberapa permasalahan dalam memperoleh form A5 di TPS asal. Hal tersebut terjadi karena terdapat petugas PPS/KPPS yang tidak tahu tentang adanya form A5. Selain itu, ada juga petugas yang mengatakan form tersebut hanya terdapat di PPK/KPUD. Lebih dari itu, beberapa mahasiswa dipersulit lagi dengan permintaan surat keterangan bahwa yang bersangkutan kuliah di Yogyakarta.
"Ada juga petugas yang mengatakan bahwa form A5 baru bisa diperoleh pada H-3 sebelum pemilu. Selain itu, juga ada yang berdalih bahwa belum terdaftar dalam DPT. Memang begitu banyak persoalan yang mewarnai proses perolehan A5 di daerah asal," imbuh Syafarudin di Ruang Fortakgama UGM, Senin (30/3).
Agar permasalahan dan kesulitan dalam mengurus form A5 tidak terulang kembali di Pilpres Juli 2009 mendatang, HMP dan BEM-KM UGM akan melayangkan surat ke KPU guna mempermudah pemilih di kampus. Syafarudin juga menyampaikan gagasan Nasrullah, salah satu komisioner KPUD Provinsi DIY, yang dikemukakan saat diskusi di UGM pada 12 Maret lalu. Untuk mengatasi kesulitan mendapatkan form A5 perorangan, Nasrullah akan memperjuangkan terobosan mutasi kolektif di tingkat KPUD Provinsi DIY. KPUD Provinsi DIY akan berkoordinasi dengan KPUD asal pemilih untuk dapat melakukan mutasi kolektif. Sementara untuk data yang diperlukan pada tahap awal adalah daftar nama mahasiswa UGM, nomor induk kependudukan (NIK), dan alamat asal. “Sebagai tindak lanjut, HMP UGM dan BEM KM UGM telah menyampaikan surat berisi daftar nama sebanyak 1.033 mahasiswa yang ingin melakukan mutasi secara kolektif ke KPUD DIY dan ditembuskan ke Panwas DIY,” jelas Syafarudin.
Ditambahkan oleh Presiden BEM-KM UGM, Qadarudin, untuk mengatasi kendala mengurus form A5, minimal dibangun TPS kampus. Ke depannya ia berharap kartu tanda mahasiswa atau keterangan dari kampus dapat digunakan sebagai tiket untuk memilih capres. “Selain pemilu bisa menjadi lebih efektif dan efisien, juga bisa meningkatkan jumlah partisipasi pemilih,” lanjutnya.
Sementara itu, anggota KPUD Kabupaten Sleman, Lukmanul Hakim, menginformasikan form A5 boleh dikirim melalui faksimili dengan beberapa persayaratan yang harus dipenuhi, antara lain, terdaftar dalam DPT, NIK, dan nama yang bersangkutan sesuai dengan fotokopi KTP asal. “Cara ini dilakukan untuk mengatasi kesulitan dalam mendapatkan form A5 yang harus diperoleh dengan segera,” kata Lukman.
Menanggapi tentang ketersediaan surat suara, Lukman mengatakan logistik surat suara diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan bagi pemilih mutasi yang ingin menggunakan hak pilihnya di Sleman pada pemilu April mendatang. Dijelaskannya bahwa jumlah logistik surat suara adalah sebanyak DPT ditambah 2%. Jumlah DPT di Sleman kurang lebih 783 ribu orang. Kecamatan Depok merupakan wilayah yang ditetapkan sebagai TPS bagi pemilih mutasi. Lukman menuturkan, “Pada pelaksanaannya akan disebar dalam beberapa TPS di kecamatan tersebut.” (Humas UGM/Ika)
Pos Pelayanan Mutasi Pemilih di UGM telah dibuka pada 4 s.d. 25 Maret 2009. Pos ini ditujukan bagi pemilih mahasiswa UGM asal luar DIY yang ingin menggunakan hak pilihnya di Kabupaten Sleman. Dari data yang ada, mahasiswa UGM berjumlah sekitar 45 ribu orang, terdiri atas ±35 ribu mahasiswa D3-S1 dan 10 ribu mahasiswa S2-S3.
Menurut pengakuan Ketua HMP UGM, Syafarudin, mahasiswa menemui beberapa permasalahan dalam memperoleh form A5 di TPS asal. Hal tersebut terjadi karena terdapat petugas PPS/KPPS yang tidak tahu tentang adanya form A5. Selain itu, ada juga petugas yang mengatakan form tersebut hanya terdapat di PPK/KPUD. Lebih dari itu, beberapa mahasiswa dipersulit lagi dengan permintaan surat keterangan bahwa yang bersangkutan kuliah di Yogyakarta.
"Ada juga petugas yang mengatakan bahwa form A5 baru bisa diperoleh pada H-3 sebelum pemilu. Selain itu, juga ada yang berdalih bahwa belum terdaftar dalam DPT. Memang begitu banyak persoalan yang mewarnai proses perolehan A5 di daerah asal," imbuh Syafarudin di Ruang Fortakgama UGM, Senin (30/3).
Agar permasalahan dan kesulitan dalam mengurus form A5 tidak terulang kembali di Pilpres Juli 2009 mendatang, HMP dan BEM-KM UGM akan melayangkan surat ke KPU guna mempermudah pemilih di kampus. Syafarudin juga menyampaikan gagasan Nasrullah, salah satu komisioner KPUD Provinsi DIY, yang dikemukakan saat diskusi di UGM pada 12 Maret lalu. Untuk mengatasi kesulitan mendapatkan form A5 perorangan, Nasrullah akan memperjuangkan terobosan mutasi kolektif di tingkat KPUD Provinsi DIY. KPUD Provinsi DIY akan berkoordinasi dengan KPUD asal pemilih untuk dapat melakukan mutasi kolektif. Sementara untuk data yang diperlukan pada tahap awal adalah daftar nama mahasiswa UGM, nomor induk kependudukan (NIK), dan alamat asal. “Sebagai tindak lanjut, HMP UGM dan BEM KM UGM telah menyampaikan surat berisi daftar nama sebanyak 1.033 mahasiswa yang ingin melakukan mutasi secara kolektif ke KPUD DIY dan ditembuskan ke Panwas DIY,” jelas Syafarudin.
Ditambahkan oleh Presiden BEM-KM UGM, Qadarudin, untuk mengatasi kendala mengurus form A5, minimal dibangun TPS kampus. Ke depannya ia berharap kartu tanda mahasiswa atau keterangan dari kampus dapat digunakan sebagai tiket untuk memilih capres. “Selain pemilu bisa menjadi lebih efektif dan efisien, juga bisa meningkatkan jumlah partisipasi pemilih,” lanjutnya.
Sementara itu, anggota KPUD Kabupaten Sleman, Lukmanul Hakim, menginformasikan form A5 boleh dikirim melalui faksimili dengan beberapa persayaratan yang harus dipenuhi, antara lain, terdaftar dalam DPT, NIK, dan nama yang bersangkutan sesuai dengan fotokopi KTP asal. “Cara ini dilakukan untuk mengatasi kesulitan dalam mendapatkan form A5 yang harus diperoleh dengan segera,” kata Lukman.
Menanggapi tentang ketersediaan surat suara, Lukman mengatakan logistik surat suara diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan bagi pemilih mutasi yang ingin menggunakan hak pilihnya di Sleman pada pemilu April mendatang. Dijelaskannya bahwa jumlah logistik surat suara adalah sebanyak DPT ditambah 2%. Jumlah DPT di Sleman kurang lebih 783 ribu orang. Kecamatan Depok merupakan wilayah yang ditetapkan sebagai TPS bagi pemilih mutasi. Lukman menuturkan, “Pada pelaksanaannya akan disebar dalam beberapa TPS di kecamatan tersebut.” (Humas UGM/Ika)
ARTI Tawarkan Bantuan Penelitian bagi Mahasiswa S2 dan S3 UGM
Aceh Research Training Institute (ARTI) menawarkan program bantuan penelitian (research grant) kepada mahasiswa S2 dan S3 UGM untuk melakukan penelitian tentang Aceh. Lingkup penelitian meliputi konflik dan perdamaian, hukum dan Islam, pembangunan ekonomi, rekonstruksi pascabencana, otonomi daerah, dan pembangunan internasional.
Eve Worburton, salah seorang pengurus ARTI, mengatakan pihaknya akan memberikan biaya sebesar 100 ribu rupiah per hari selama penelitian, maksimal enam bulan di Aceh. Di samping itu, juga diberikan bantuan perjalanan (travel grants) ke Aceh.
“Kepada mahasiswa yang berminat atau berkeinginan membuat tesis atau disertasi tentang Aceh, bisa mendaftar lewat email: arti.aceh@yahoo.com selambat-lambatnya akhir bulan Mei 2009,” kata Eve dalam sosialisasi Program dan Research Grant ARTI, di Ruang Seminar Sekolah Pascasarjana UGM, Senin (30/3).
Menurut Eve, sebelumnya peneliti yang banyak memanfaatkan bantuan adalah mahasiswa asing. Mereka melakukan penelitian berbagai hal tentang Aceh pascarekonsiliasi. “Keikutsertaan mahasiswa UGM menjadi peneliti ARTI akan memperkuat kerja sama peneliti di Asia,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, dosen Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UGM, Dr. Samsu Rizal Panggabean, M.Sc., mengatakan ada berbagai masalah yang perlu diteliti terkait dengan kondisi Aceh pascakonflik dan bencana. “Pascabencana dan pascaperang di Aceh sangat berbeda dengan masyarakat di daerah lain di Indonesia, termasuk dalam bidang rule of law, stabilitas ekonomi, dan penyelesaian konflik,” kata Rizal yang telah melakukan penelitian di Aceh beberapa waktu lalu.
Pascaperang di Aceh banyak persoalan timbul, yang dalam istilah Rizal disebut “tidak perang, tapi tidak damai”, karena semakin meningginya konflik dan kekerasan di masyarakat. “Banyak hal yang dirasakan oleh masyarakat terkait dengan kondisi keamanan, tingkat kriminal, dan kekerasan yang kian meningkat," tuturnya.
Meski begitu, Rizal memberikan apresiasi terkait dengan kondisi perdamaian di Aceh terhadap perjalanan demokrasi. Ia mencontohkan pilkada 2006 lalu dapat berlangsung aman dan damai. Sedikitnya 8 bupati dan walikota terpilih merupakan mantan petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Ia menambahkan, “Pemilu 2009 mudah-mudahan bisa berlangsung damai. Namun, perlu diperkuat dan dikontrol kerja KPUD, Panwaslu, dan kiprah LSM di Aceh dalam memperkuat pendidikan politik masyarakat dan ini penting diteliti dan diberikan pelatihan.” (Humas UGM/Gusti Grehenson)
Eve Worburton, salah seorang pengurus ARTI, mengatakan pihaknya akan memberikan biaya sebesar 100 ribu rupiah per hari selama penelitian, maksimal enam bulan di Aceh. Di samping itu, juga diberikan bantuan perjalanan (travel grants) ke Aceh.
“Kepada mahasiswa yang berminat atau berkeinginan membuat tesis atau disertasi tentang Aceh, bisa mendaftar lewat email: arti.aceh@yahoo.com selambat-lambatnya akhir bulan Mei 2009,” kata Eve dalam sosialisasi Program dan Research Grant ARTI, di Ruang Seminar Sekolah Pascasarjana UGM, Senin (30/3).
Menurut Eve, sebelumnya peneliti yang banyak memanfaatkan bantuan adalah mahasiswa asing. Mereka melakukan penelitian berbagai hal tentang Aceh pascarekonsiliasi. “Keikutsertaan mahasiswa UGM menjadi peneliti ARTI akan memperkuat kerja sama peneliti di Asia,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, dosen Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UGM, Dr. Samsu Rizal Panggabean, M.Sc., mengatakan ada berbagai masalah yang perlu diteliti terkait dengan kondisi Aceh pascakonflik dan bencana. “Pascabencana dan pascaperang di Aceh sangat berbeda dengan masyarakat di daerah lain di Indonesia, termasuk dalam bidang rule of law, stabilitas ekonomi, dan penyelesaian konflik,” kata Rizal yang telah melakukan penelitian di Aceh beberapa waktu lalu.
Pascaperang di Aceh banyak persoalan timbul, yang dalam istilah Rizal disebut “tidak perang, tapi tidak damai”, karena semakin meningginya konflik dan kekerasan di masyarakat. “Banyak hal yang dirasakan oleh masyarakat terkait dengan kondisi keamanan, tingkat kriminal, dan kekerasan yang kian meningkat," tuturnya.
Meski begitu, Rizal memberikan apresiasi terkait dengan kondisi perdamaian di Aceh terhadap perjalanan demokrasi. Ia mencontohkan pilkada 2006 lalu dapat berlangsung aman dan damai. Sedikitnya 8 bupati dan walikota terpilih merupakan mantan petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Ia menambahkan, “Pemilu 2009 mudah-mudahan bisa berlangsung damai. Namun, perlu diperkuat dan dikontrol kerja KPUD, Panwaslu, dan kiprah LSM di Aceh dalam memperkuat pendidikan politik masyarakat dan ini penting diteliti dan diberikan pelatihan.” (Humas UGM/Gusti Grehenson)
Konservasi Sperma Penting untuk Pelestarian Hewan Langka
Konservasi sperma perlu dilakukan pada berbagai hewan langka di Indonesia. Konservasi dilakukan dengan cara menampung, memproses, dan menyimpan sperma di dalam nitrogen cair. Upaya itu dilaksanakan demi kelangsungan hidup hewan yang hampir punah sebagai sumber kekayaan alam Indonesia.
Pernyataan tersebut disampaikan Prof. Ir. Ismaya, M.Sc., Ph.D. dalam pidato pengukuhan jabatan Guru Besar UGM, Senin (30/3) di Balai Senat UGM. Dalam pidato berjudul “Konservasi Spermatozoa: Perkembangan, Hasil, dan Potensi di Masa Mendatang”, Ismaya menganjurkan agar semua hewan langka yang mati segera diambil testisnya untuk dilakukan konservasi. Hal itu merupakan langkah cerdas untuk menyelamatkan spermatozoa yang ada dalam testis dan epididimis.
“Untuk melindungi sumber genetik masa mendatang, sangat penting dan harus segera dilakukan konservasi sperma potensial untuk pengembangan di bidang pertanian atau peternakan, bioteknologi reproduksi, konservasi spesies hewan langka, dan pengobatan klinik,” kata staf pengajar Fakultas Peternakan ini.
Dengan cara melakukan penyimpanan sperma berbagai spesies binatang buas dan langka akan terbentuk bank sperma. Bank sperma sangat bermanfaat demi kelangsungan hidup dan kelestarian binatang tersebut di masa mendatang. “Pertukaran sperma dari bank sperma untuk populasi hewan buas dan langka dapat meningkatkan aneka ragam genetik dan mengurangi risiko serta biaya,” jelas pria kelahiran Bantul, 10 Desember 1953 ini.
Saat ini diperkirakan ada 9.672 spesies burung di Indonesia. Sekitar 5 persen atau 503 spesies termasuk dalam kategori hewan hampir punah. Sejumlah 93 satwa terdapat di kebun binatang Pontianak, 51 di antaranya termasuk hewan sangat langka. Selain itu, banyak juga hewan mamalia yang hampir punah dan perlu dilestarikan, misalnya orang utan, harimau, gajah, buaya, dan beruang. “Keberadaan orang utan di Sumatra jumlahnya tidak lebih 7.000 ekor, sedangkan harimau di Sumatra tinggal 300 ekor,” jelas Ismaya.
Disebutkannya, ada dua bentuk penyimpanan sperma, yakni bentuk cair dan beku. Teknologi penyimpanan ini merupakan kombinasi antara suhu penyimpanan, komposisi bahan kimia pengencer, krioprotektan, dan kontrol kebersihan. Ismaya menuturkan, “Bahan pengencer yang ditambahkan, gliserol, pada proses pembekuan spermatozoa dalam nitrogen cair yang bersuhu minus 196 derajat celcius dapat mempertahankan fertilitas tidak lebih dari 50 tahun. Namun, daya hidup spermatozoa diperkirakan masih dapat mencapai lebih dari 3.000 tahun.”
Pembuatan sperma beku untuk hewan buas dilakukan dengan penerapan assisted reproduction techniques (ART). Inseminasi buatan, in vitro, dan intracytoplasmic microinjection untuk aplikasi ART dilakukan dalam konservasi sperma. “Kemajuan di dalam teknologi reproduksi dan pemahaman yang lebih baik terhadap fisiologi reproduksi hewan buas dan langka sangat diperlukan untuk aplikasi ART ini,” katanya.
Sementara itu, sperma beku yang diambil dari testis hewan mati dilakukan melalui teknologi kloning. Ia mengatakan di Jepang baru saja diumumkan keberhasilan mengkloning sapi legendaris dari negara itu, yaitu sapi huida-gyu.
“Empat ekor sapi hasil kloning yang dikembangkan itu berasal dari sel testis yang telah dibekukan selama 13 tahun sejak kematian, dari seekor sapi legendaris yang menjadi cikal bakal sapi huida-gyu,” kata Ismaya yang merupakan lulusan S3 James Cook University, Queensland, Australia.
Diakuinya, penyimpanan spermatozoa yang efisien dengan kemampuan membuahi merupakan kepentingan besar untuk konservasi. Tersedianya sperma beku unggul yang telah di-sexing dapat dikembangkan untuk meningkatkan populasi ternak unggul berdasarkan jenis kelamin yang dikehendaki pasar. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
Pernyataan tersebut disampaikan Prof. Ir. Ismaya, M.Sc., Ph.D. dalam pidato pengukuhan jabatan Guru Besar UGM, Senin (30/3) di Balai Senat UGM. Dalam pidato berjudul “Konservasi Spermatozoa: Perkembangan, Hasil, dan Potensi di Masa Mendatang”, Ismaya menganjurkan agar semua hewan langka yang mati segera diambil testisnya untuk dilakukan konservasi. Hal itu merupakan langkah cerdas untuk menyelamatkan spermatozoa yang ada dalam testis dan epididimis.
“Untuk melindungi sumber genetik masa mendatang, sangat penting dan harus segera dilakukan konservasi sperma potensial untuk pengembangan di bidang pertanian atau peternakan, bioteknologi reproduksi, konservasi spesies hewan langka, dan pengobatan klinik,” kata staf pengajar Fakultas Peternakan ini.
Dengan cara melakukan penyimpanan sperma berbagai spesies binatang buas dan langka akan terbentuk bank sperma. Bank sperma sangat bermanfaat demi kelangsungan hidup dan kelestarian binatang tersebut di masa mendatang. “Pertukaran sperma dari bank sperma untuk populasi hewan buas dan langka dapat meningkatkan aneka ragam genetik dan mengurangi risiko serta biaya,” jelas pria kelahiran Bantul, 10 Desember 1953 ini.
Saat ini diperkirakan ada 9.672 spesies burung di Indonesia. Sekitar 5 persen atau 503 spesies termasuk dalam kategori hewan hampir punah. Sejumlah 93 satwa terdapat di kebun binatang Pontianak, 51 di antaranya termasuk hewan sangat langka. Selain itu, banyak juga hewan mamalia yang hampir punah dan perlu dilestarikan, misalnya orang utan, harimau, gajah, buaya, dan beruang. “Keberadaan orang utan di Sumatra jumlahnya tidak lebih 7.000 ekor, sedangkan harimau di Sumatra tinggal 300 ekor,” jelas Ismaya.
Disebutkannya, ada dua bentuk penyimpanan sperma, yakni bentuk cair dan beku. Teknologi penyimpanan ini merupakan kombinasi antara suhu penyimpanan, komposisi bahan kimia pengencer, krioprotektan, dan kontrol kebersihan. Ismaya menuturkan, “Bahan pengencer yang ditambahkan, gliserol, pada proses pembekuan spermatozoa dalam nitrogen cair yang bersuhu minus 196 derajat celcius dapat mempertahankan fertilitas tidak lebih dari 50 tahun. Namun, daya hidup spermatozoa diperkirakan masih dapat mencapai lebih dari 3.000 tahun.”
Pembuatan sperma beku untuk hewan buas dilakukan dengan penerapan assisted reproduction techniques (ART). Inseminasi buatan, in vitro, dan intracytoplasmic microinjection untuk aplikasi ART dilakukan dalam konservasi sperma. “Kemajuan di dalam teknologi reproduksi dan pemahaman yang lebih baik terhadap fisiologi reproduksi hewan buas dan langka sangat diperlukan untuk aplikasi ART ini,” katanya.
Sementara itu, sperma beku yang diambil dari testis hewan mati dilakukan melalui teknologi kloning. Ia mengatakan di Jepang baru saja diumumkan keberhasilan mengkloning sapi legendaris dari negara itu, yaitu sapi huida-gyu.
“Empat ekor sapi hasil kloning yang dikembangkan itu berasal dari sel testis yang telah dibekukan selama 13 tahun sejak kematian, dari seekor sapi legendaris yang menjadi cikal bakal sapi huida-gyu,” kata Ismaya yang merupakan lulusan S3 James Cook University, Queensland, Australia.
Diakuinya, penyimpanan spermatozoa yang efisien dengan kemampuan membuahi merupakan kepentingan besar untuk konservasi. Tersedianya sperma beku unggul yang telah di-sexing dapat dikembangkan untuk meningkatkan populasi ternak unggul berdasarkan jenis kelamin yang dikehendaki pasar. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
497.275 Anak Usia 13-15 Tahun Belum Dapat Layanan Pendidikan SMP/MTs
Sedikitnya 497.275 anak usia 13-15 tahun di Indonesia belum mendapat layanan pendidikan SMP/MTS karena faktor kemiskinan, geografi, budaya kawin muda, dan tidak sekolah. Sehubungan dengan itu, pemerintah melalui Depdiknas dan Depag tahun 2009 ini akan berbagi tugas melakukan penuntasan program percepatan Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun.
Hal tersebut dikemukakan oleh Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama (PSMP), Depdiknas, Drs. Susetyo Widiasmoro, M.S.Ed., saat memberikan pembekalan kepada mahasiswa peserta KKN PPM UGM Program Wajar Dikdas 9 tahun, di Ruang Multimedia, Kantor Pusat UGM, Sabtu (28/3).
Menurut Susetyo, dari keseluruhan jumlah tersebut, Depdiknas akan bertanggung jawab melakukan program penuntasan untuk 77 persen atau sebanyak 382.902 anak melalui layanan pendidikan SMP, SMPLB, dan SMP Terbuka. Sementara sisanya, 23 persen atau 114.373 anak akan dituntaskan oleh Depag melalui pendidikan pesantren dan MTs.
Diakuinya, kendala sulitnya akses Wajar Dikdas 9 tahun juga disebabkan oleh ketimpangan (disparitas) fasilitas pendidikan antara kota dan kabupaten. Selama ini, akses belajar di daerah kabupaten tersedot ke daerah perkotaan. Di samping itu, Susetyo juga menyinggung angka pastisipasi kasar (APK) atau tingkat partisipasi penduduk secara umum di tingkat pendidikan SMP/MTs terutama di tiga provinsi di Indonesia (NTT, Papua, dan Papua Barat) masih belum tuntas.
“Tiga provinsi ini tingkat APK masih belum tuntas, masih di bawah APK target nasional rata-rata 95 %. Sementara DIY bersama 17 provinsi lainnya sudah melebihi APK target nasional,” katanya. Susetyo menyebutkan angka partisipasi kasar tingkat pendidikan SMP/MTs di DIYadalah sebesar 114,06 persen. Angka ini telah masuk ke dalam kelompok tingkat tuntas paripurna. “APK di DIY tertinggi kedua setelah Jakarta yang memilki APK 114,98 persen,” tuturnya.
Kepada para mahasiswa peserta KKN PPM Program Wajar Dikdas 9 tahun, Susetyo mengingatkan agar selama kegiatan KKN dapat memberikan motivasi kepada para orang tua untuk mendorong anaknya kembali bersekolah.
“Kehadiran Anda di lokasi bisa memberi manfaat bagi kabupaten setempat dan memberikan rekomendasi kepada Depdiknas dalam mengambil langkah kebijakan ke depan, baik itu dalam bentuk rekomendasi menempatkan mereka ke sekolah reguler, paket B, atau lainnya,” ujarnya.
Sementara itu, Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) KKN PPM UGM, Hempri Suyatna, S.Sos., M.Si., menyebutkan sebanyak 20 mahasiswa akan diterjunkan dalam KKN PPM Program Wajar Dikdas 9 tahun di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Rencananya, para mahasiswa tersebut akan diberangkatkan mulai 30 Maret hingga akhir Mei 2009.
“Program ini untuk ketiga kalinya dilaksanakan di Wonosobo. Para mahasiswa akan ditempatkan selama dua bulan di sana,” kata Hempri. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
Hal tersebut dikemukakan oleh Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama (PSMP), Depdiknas, Drs. Susetyo Widiasmoro, M.S.Ed., saat memberikan pembekalan kepada mahasiswa peserta KKN PPM UGM Program Wajar Dikdas 9 tahun, di Ruang Multimedia, Kantor Pusat UGM, Sabtu (28/3).
Menurut Susetyo, dari keseluruhan jumlah tersebut, Depdiknas akan bertanggung jawab melakukan program penuntasan untuk 77 persen atau sebanyak 382.902 anak melalui layanan pendidikan SMP, SMPLB, dan SMP Terbuka. Sementara sisanya, 23 persen atau 114.373 anak akan dituntaskan oleh Depag melalui pendidikan pesantren dan MTs.
Diakuinya, kendala sulitnya akses Wajar Dikdas 9 tahun juga disebabkan oleh ketimpangan (disparitas) fasilitas pendidikan antara kota dan kabupaten. Selama ini, akses belajar di daerah kabupaten tersedot ke daerah perkotaan. Di samping itu, Susetyo juga menyinggung angka pastisipasi kasar (APK) atau tingkat partisipasi penduduk secara umum di tingkat pendidikan SMP/MTs terutama di tiga provinsi di Indonesia (NTT, Papua, dan Papua Barat) masih belum tuntas.
“Tiga provinsi ini tingkat APK masih belum tuntas, masih di bawah APK target nasional rata-rata 95 %. Sementara DIY bersama 17 provinsi lainnya sudah melebihi APK target nasional,” katanya. Susetyo menyebutkan angka partisipasi kasar tingkat pendidikan SMP/MTs di DIYadalah sebesar 114,06 persen. Angka ini telah masuk ke dalam kelompok tingkat tuntas paripurna. “APK di DIY tertinggi kedua setelah Jakarta yang memilki APK 114,98 persen,” tuturnya.
Kepada para mahasiswa peserta KKN PPM Program Wajar Dikdas 9 tahun, Susetyo mengingatkan agar selama kegiatan KKN dapat memberikan motivasi kepada para orang tua untuk mendorong anaknya kembali bersekolah.
“Kehadiran Anda di lokasi bisa memberi manfaat bagi kabupaten setempat dan memberikan rekomendasi kepada Depdiknas dalam mengambil langkah kebijakan ke depan, baik itu dalam bentuk rekomendasi menempatkan mereka ke sekolah reguler, paket B, atau lainnya,” ujarnya.
Sementara itu, Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) KKN PPM UGM, Hempri Suyatna, S.Sos., M.Si., menyebutkan sebanyak 20 mahasiswa akan diterjunkan dalam KKN PPM Program Wajar Dikdas 9 tahun di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Rencananya, para mahasiswa tersebut akan diberangkatkan mulai 30 Maret hingga akhir Mei 2009.
“Program ini untuk ketiga kalinya dilaksanakan di Wonosobo. Para mahasiswa akan ditempatkan selama dua bulan di sana,” kata Hempri. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Atasi Krisis Energi
Seiring dengan pertumbuhan penduduk, pengembangan wilayah, dan pembangunan dari tahun ke tahun, kebutuhan akan pemenuhan energi listrik dan bahan bakar secara nasional pun semakin besar. Selama ini kebutuhan energi dunia dipenuhi oleh sumber daya tak terbarukan, seperti minyak bumi dan batubara. Namun, tidak selamanya energi tersebut dapat mencukupi seluruh kebutuhan dalam jangka panjang. Cadangan energi semakin lama semakin menipis dan proses produksinya membutuhkan waktu jutaan tahun.
Menurut Sudiartono, Kepala Pusat Studi Energi (PSE) UGM, pemanfaatan sumber energi terbarukan menjadi solusi pemenuhan kebutuhan energi yang semakin lama semakin besar di masa mendatang. Sumber daya energi terbarukan memiliki keunggulan, yakni dapat diproduksi dalam waktu relatif tidak lama dibandingkan dengan sumber energi tak terbarukan. "Namun, sumber daya terbarukan selama ini belum dimanfaatkan secara optimal di Indonesia," tuturnya saat berbicara dengan wartawan di Ruang Multimedia UGM, Jumat (27/3).
Sumber energi terbarukan, misalnya angin, air, dan matahari, merupakan penghasil energi yang belum banyak dimanfaatkan. Dijelaskan Sudiartono, sebenarnya di Indonesia telah banyak dibangun pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTM), tetapi pada praktiknya tidak beroperasi secara optimal. Hal ini disebabkan tidak adanya transfer pengetahuan kepada masyarakat. "Keberhasilan operasionalisasi PLTM akan terwujud jika ada pengelolaan dari masyarakat setempat," tegas Sudiartono.
Lebih lanjut dikatakannya, Indonesia memiliki sumber-sumber air yang berlimpah. Akan tetapi, belum banyak yang berpikir untuk memanfaatkannya. Pemanfaatan aliran sungai sebagai sumber pembangkit listrik belum dilakukan. "Selama ini baru air terjun yang dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Padahal Indonesia memiliki banyak sungai besar yang bisa memproduksi energi yang besar meskipun alirannya berjalan lambat, " jelasnya.
Sudiartono menuturkan tidak akan terjadi pembelian listrik dari Malaysia untuk digunakan di daerah pedalaman Kalimantan jika sungai telah dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi UGM dan perguruan tinggi lainnya untuk mengembangkan pemanfaatan sumber energi terbarukan.
Pengembangan PLTM kuncinya berada pada generator maupun turbin. Yang menjadi kendala sampai saat ini adalah Indonesia belum dapat memproduksi generator ataupun turbin air, juga belum mampu memproduksi bahan bakar selain premium. "Penguasaan teknologi, khususnya teknologi energi, harus dikuasai terlebih dahulu jika tidak ingin selamanya tergantung pada produk-produk teknologi energi dari negara maju. Tanpa adanya penguasaan teknologi eksplorasi dan eksploitasi serta pengelolaan sumber daya energi, maka kedaulatan energi tidak akan tercapai," terang Sudiartono.
Terkait dengan ancaman krisis energi bahan bakar yang akan dialami Indonesia sekitar 20-30 tahun mendatang, Drs. Budi Eka Nurcahyo, M.S. (Wakil Kepala PSE UGM) mengimbau untuk mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian minyak bumi. Pengembangan bahan bakar nabati, misalnya bioetanol, menjadi salah satu alternatif solusi untuk mencegah krisis energi di masa datang.
"Kebutuhan akan minyak bumi di Indonesia mencapai 1.300.000 barel/hari, sementara cadangan yang dimiliki hanya sebesar 900.000 barel/hari. Jadi, setiap harinya kita nombok sekitar 400.000 barel untuk pemenuhan kebutuhan minyak bumi. Melalui pengembangan energi alternatif, salah satunya bioetanol, dari energi nabati, bisa meminimalisir kemungkinan terjadinya krisis energi di masa datang," ujar Budi.
Ditambahkannya, membicarakan energi tidak hanya terkait dengan penggunaan energi saja. Namun, berhubungan pula dengan perilaku dan kebiasaan manusia dalam menggunakan energi. "Kebiasaan manusia inilah yang menjadi pokok perhatian dalam pemanfaatan energi," kata Budi menutup perbincangan. (Humas UGM/Ika)
Menurut Sudiartono, Kepala Pusat Studi Energi (PSE) UGM, pemanfaatan sumber energi terbarukan menjadi solusi pemenuhan kebutuhan energi yang semakin lama semakin besar di masa mendatang. Sumber daya energi terbarukan memiliki keunggulan, yakni dapat diproduksi dalam waktu relatif tidak lama dibandingkan dengan sumber energi tak terbarukan. "Namun, sumber daya terbarukan selama ini belum dimanfaatkan secara optimal di Indonesia," tuturnya saat berbicara dengan wartawan di Ruang Multimedia UGM, Jumat (27/3).
Sumber energi terbarukan, misalnya angin, air, dan matahari, merupakan penghasil energi yang belum banyak dimanfaatkan. Dijelaskan Sudiartono, sebenarnya di Indonesia telah banyak dibangun pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTM), tetapi pada praktiknya tidak beroperasi secara optimal. Hal ini disebabkan tidak adanya transfer pengetahuan kepada masyarakat. "Keberhasilan operasionalisasi PLTM akan terwujud jika ada pengelolaan dari masyarakat setempat," tegas Sudiartono.
Lebih lanjut dikatakannya, Indonesia memiliki sumber-sumber air yang berlimpah. Akan tetapi, belum banyak yang berpikir untuk memanfaatkannya. Pemanfaatan aliran sungai sebagai sumber pembangkit listrik belum dilakukan. "Selama ini baru air terjun yang dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Padahal Indonesia memiliki banyak sungai besar yang bisa memproduksi energi yang besar meskipun alirannya berjalan lambat, " jelasnya.
Sudiartono menuturkan tidak akan terjadi pembelian listrik dari Malaysia untuk digunakan di daerah pedalaman Kalimantan jika sungai telah dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi UGM dan perguruan tinggi lainnya untuk mengembangkan pemanfaatan sumber energi terbarukan.
Pengembangan PLTM kuncinya berada pada generator maupun turbin. Yang menjadi kendala sampai saat ini adalah Indonesia belum dapat memproduksi generator ataupun turbin air, juga belum mampu memproduksi bahan bakar selain premium. "Penguasaan teknologi, khususnya teknologi energi, harus dikuasai terlebih dahulu jika tidak ingin selamanya tergantung pada produk-produk teknologi energi dari negara maju. Tanpa adanya penguasaan teknologi eksplorasi dan eksploitasi serta pengelolaan sumber daya energi, maka kedaulatan energi tidak akan tercapai," terang Sudiartono.
Terkait dengan ancaman krisis energi bahan bakar yang akan dialami Indonesia sekitar 20-30 tahun mendatang, Drs. Budi Eka Nurcahyo, M.S. (Wakil Kepala PSE UGM) mengimbau untuk mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian minyak bumi. Pengembangan bahan bakar nabati, misalnya bioetanol, menjadi salah satu alternatif solusi untuk mencegah krisis energi di masa datang.
"Kebutuhan akan minyak bumi di Indonesia mencapai 1.300.000 barel/hari, sementara cadangan yang dimiliki hanya sebesar 900.000 barel/hari. Jadi, setiap harinya kita nombok sekitar 400.000 barel untuk pemenuhan kebutuhan minyak bumi. Melalui pengembangan energi alternatif, salah satunya bioetanol, dari energi nabati, bisa meminimalisir kemungkinan terjadinya krisis energi di masa datang," ujar Budi.
Ditambahkannya, membicarakan energi tidak hanya terkait dengan penggunaan energi saja. Namun, berhubungan pula dengan perilaku dan kebiasaan manusia dalam menggunakan energi. "Kebiasaan manusia inilah yang menjadi pokok perhatian dalam pemanfaatan energi," kata Budi menutup perbincangan. (Humas UGM/Ika)
Wednesday, April 8, 2009
PSE UGM Sesalkan Rencana PLN Beli Listrik dari Malaysia
Rencana PLN untuk membeli listrik dari Malaysia, terutama untuk daerah perbatasan Kalimantan Barat, dinilai Kepala Pusat Studi Energi (PSE) UGM, Sudiartono, merupakan keputusan yang tidak tepat. Pendapat tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa masih banyak potensi sumber daya alam di Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik, semisal tenaga air.
Menurutnya, persediaan air sungai di daerah perbatasan seperti di Kalimantan Barat masih melimpah dan memungkinkan untuk digunakan sebagai pembangkit listrik tanpa harus membeli dari Malaysia.
“Persediaan air di Indonesia itu masih sangat melimpah. Sangat memalukan jika sampai kita harus beli listrik dari Malaysia untuk daerah perbatasan,” kata Sudiartono saat berbincang-bincang dengan wartawan di Ruang Multimedia, Kantor Pusat UGM, Jumat (27/3).
Dituturkan Sudiartono, sungai-sungai di daerah perbatasan, misalnya Mahakam, dinilai masih potensial untuk digunakan sebagai pembangkit listrik dengan menggunakan teknologi kincir air.
Pendapat senada juga disampaikan Rita Kristyani, staf Bidang Pengembangan Program PSE UGM. Ia mengatakan tenaga listrik mikrohidro, tenaga surya, dan angin masih potensial untuk dikembangkan. Sayangnya, selama ini pengelolaan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTM) kurang optimal. Salah satu penyebabnya adalah tidak dilibatkannya masyarakat dalam pengelolaan. Akibatnya, banyak PLTM yang hanya mampu bertahan kurang lebih 1-2 tahun saja.
“Kuncinya itu pengelolaan harus melibatkan masyarakat. PLTM ini masih potensial selain untuk konservasi hutan. Masak kita mau pakai batubara terus meskipun memang harganya lebih murah. Coba beralih ke air, surya, serta angin yang masih menjanjikan ini,” tutur Rita. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
Menurutnya, persediaan air sungai di daerah perbatasan seperti di Kalimantan Barat masih melimpah dan memungkinkan untuk digunakan sebagai pembangkit listrik tanpa harus membeli dari Malaysia.
“Persediaan air di Indonesia itu masih sangat melimpah. Sangat memalukan jika sampai kita harus beli listrik dari Malaysia untuk daerah perbatasan,” kata Sudiartono saat berbincang-bincang dengan wartawan di Ruang Multimedia, Kantor Pusat UGM, Jumat (27/3).
Dituturkan Sudiartono, sungai-sungai di daerah perbatasan, misalnya Mahakam, dinilai masih potensial untuk digunakan sebagai pembangkit listrik dengan menggunakan teknologi kincir air.
Pendapat senada juga disampaikan Rita Kristyani, staf Bidang Pengembangan Program PSE UGM. Ia mengatakan tenaga listrik mikrohidro, tenaga surya, dan angin masih potensial untuk dikembangkan. Sayangnya, selama ini pengelolaan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTM) kurang optimal. Salah satu penyebabnya adalah tidak dilibatkannya masyarakat dalam pengelolaan. Akibatnya, banyak PLTM yang hanya mampu bertahan kurang lebih 1-2 tahun saja.
“Kuncinya itu pengelolaan harus melibatkan masyarakat. PLTM ini masih potensial selain untuk konservasi hutan. Masak kita mau pakai batubara terus meskipun memang harganya lebih murah. Coba beralih ke air, surya, serta angin yang masih menjanjikan ini,” tutur Rita. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
Pustek UGM Kembangkan Model Penyelenggaraan Ekonomi Kerakyatan Tingkat Desa
Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) UGM tengah melakukan kajian untuk mengembangkan model penyelenggaraan ekonomi kerakyatan di desa-desa di seluruh Indonesia, dimulai dari desa miskin di sekitar hutan Gunung Kidul, D.I. Yogyakarta. Pernyataan tersebut disampaikan Anjar Priono, S.E., M.Si., salah satu anggota tim peneliti Pustek UGM, dalam seminar bulanan di kantornya, Jumat (27/3).
Didampingi dua anggota tim lainnya, Drs. Putut Indriyono dan Istianto Ari Wibowo, S.E., lebih jauh Anjar menjelaskan program model desa inkubator ekonomi kerakyatan. Program bertujuan untuk mendorong penyelenggaraan ekonomi kerakyatan di tingkat basis desa berdasarkan potensi, masalah, dan strategi. Potensi, masalah, dan strategi yang dimaksud terkait dengan aspek produksi, konsumsi, distribusi, dan alokasi penguasaan faktor-faktor produksi desa serta kelembagaan ekonomi.
“Model ini diharapkan dapat diterapkan pada desa-desa di Indonesia dengan kontekstualitas kondisi dan masalah tingkat lokal,” jelas Anjar. Menurutnya, ketiadaan model operasional ekonomi kerakyatan di tingkat lokal menjadi masalah di tengah-tengah ketidakadilan, kemiskinan, dan pengangguran dewasa ini. Beberapa pelaku ekonomi rakyat di desa kini menghadapi masalah karena minimnya kepemilikan faktor produksi, di samping kesulitan akses pasar.
“Banyak daerah, bahkan partai politik secara eksplisit menyatakan ekonomi kerakyatan sebagai bagian dari visi, misi, dan strategi pembangunannya. Namun, belum ada suatu model ideal yang menjadi ukuran penyelenggaraan ekonomi kerakyatan di tingkat desa,” imbuhnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson
Didampingi dua anggota tim lainnya, Drs. Putut Indriyono dan Istianto Ari Wibowo, S.E., lebih jauh Anjar menjelaskan program model desa inkubator ekonomi kerakyatan. Program bertujuan untuk mendorong penyelenggaraan ekonomi kerakyatan di tingkat basis desa berdasarkan potensi, masalah, dan strategi. Potensi, masalah, dan strategi yang dimaksud terkait dengan aspek produksi, konsumsi, distribusi, dan alokasi penguasaan faktor-faktor produksi desa serta kelembagaan ekonomi.
“Model ini diharapkan dapat diterapkan pada desa-desa di Indonesia dengan kontekstualitas kondisi dan masalah tingkat lokal,” jelas Anjar. Menurutnya, ketiadaan model operasional ekonomi kerakyatan di tingkat lokal menjadi masalah di tengah-tengah ketidakadilan, kemiskinan, dan pengangguran dewasa ini. Beberapa pelaku ekonomi rakyat di desa kini menghadapi masalah karena minimnya kepemilikan faktor produksi, di samping kesulitan akses pasar.
“Banyak daerah, bahkan partai politik secara eksplisit menyatakan ekonomi kerakyatan sebagai bagian dari visi, misi, dan strategi pembangunannya. Namun, belum ada suatu model ideal yang menjadi ukuran penyelenggaraan ekonomi kerakyatan di tingkat desa,” imbuhnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson
Mahasiswa KKN PPM P4 UGM Gelar Simulasi Pemilu untuk Siswa
Sedikitnya 60-an siswa dari empat sekolah di Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, mengikuti sosialisasi dan simulasi pemilu yang diselenggarakan oleh mahasiswa KKN PPM P4 UGM di Balai Desa Kelurahan Banjarharjo, Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo, Kamis (26/3). Para siswa tersebut berasal dari SMAN 1 Kalibawang, MAN Kalibawang, SMK Muhammadiyah, dan SMK 2 Pengasih.
Selain diperkenalkan dengan contoh surat suara dan cara melipat, para siswa juga diajarkan cara memilih layaknya di tempat pemungutan suara (TPS). Secara bergantian, satu per satu siswa menunggu panggilan untuk melakukan simulasi menggunakan hak pilihnya.
Salah seorang siswi, Dwi Nugraheni (17), ditemui di sela-sela acara mengaku pemilu tahun ini untuk pertama kalinya ia akan menggunakan hak pilih. Tidak heran jika ia tidak begitu tahu secara detail teknis memilih di kertas suara. Keikutsertaan dalam kegiatan simulasi dirasakan membantunya mendapatkan informasi tambahan untuk memilih. Dwi pun menjadi bersemangat untuk menggunakan hak pilihnya.
Meskipun demikian, siswi SMAN 1 Kalibawang ini mengaku belum menetapkan partai dan caleg mana yang akan dipilih pada 9 April mendatang. Padahal sebelumnya telah ada seorang caleg yang bertamu ke rumah orang tuanya untuk memperkenalkan diri seraya memohon “doa restu” terkait dengan keikutsertaannya menjadi caleg. “Mau memilih, tapi saya tidak tahu sifat-sifat orang itu (caleg). Kan sifat setiap orang berbeda, malah saya membayangkan mau golput saja,” katanya.
Diakui anak bungsu dari dua bersaudara ini, sementara ini ia belum menentukan sikap untuk menggunakan hak pilihnya atau menjadi golongan putih (golput). Ia beralasan banyaknya partai dan caleg justru membuatnya bingung. Apalagi Dwi juga belum tahu banyak tentang visi, misi, dan program yang ditawarkan para caleg dan partai. “Saat ini saya berada di posisi antara mau memilih atau tidak, masih fifty-fifty,” tuturnya.
Di samping para siswa, mahasiswa KKN PPM P4 juga mengundang para anggota Karang Taruna dan ibu-ibu PKK dari Kecamatan Kalibawang untuk mengikuti simulasi. Kian (19), anggota Karang Taruna Dusun Demangan, Kalibawang, bersama dengan seorang temannya mengaku sengaja datang untuk menghadiri undangan tersebut. “Sebelumnya para mahasiswa sudah melakukan sosialisasi di rapat Karang Taruna. Sekarang kita diajak ikut simulasi,” ujarnya. Dikatakannya, jumlah anggota Karang Taruna di Dusun Demangan relatif sedikit. Mayoritas pemuda memilih merantau kerja, sedangkan generasi muda yang ada kebanyakan masih usia siswa SMP.
Sementara Rendika Premana, Kormanit KKN PPM P4 UGM unit Kulon Progo, ditemui di sela-sela acara mengatakan kali ini pihaknya sengaja memprioritaskan mengundang para siswa, anggota Karang Taruna, dan ibu-ibu PKK untuk mengikuti sosialisasi dan simulasi pemilu. “Kita memprioritaskan kalangan pemilih wanita dan pemula yang sangat menentukan hasil pemilu 2009 nanti. Kita berharap dari simulasi ini mereka bisa menularkan kepada seluruh anggota masyarakat di sekitarnya,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
Selain diperkenalkan dengan contoh surat suara dan cara melipat, para siswa juga diajarkan cara memilih layaknya di tempat pemungutan suara (TPS). Secara bergantian, satu per satu siswa menunggu panggilan untuk melakukan simulasi menggunakan hak pilihnya.
Salah seorang siswi, Dwi Nugraheni (17), ditemui di sela-sela acara mengaku pemilu tahun ini untuk pertama kalinya ia akan menggunakan hak pilih. Tidak heran jika ia tidak begitu tahu secara detail teknis memilih di kertas suara. Keikutsertaan dalam kegiatan simulasi dirasakan membantunya mendapatkan informasi tambahan untuk memilih. Dwi pun menjadi bersemangat untuk menggunakan hak pilihnya.
Meskipun demikian, siswi SMAN 1 Kalibawang ini mengaku belum menetapkan partai dan caleg mana yang akan dipilih pada 9 April mendatang. Padahal sebelumnya telah ada seorang caleg yang bertamu ke rumah orang tuanya untuk memperkenalkan diri seraya memohon “doa restu” terkait dengan keikutsertaannya menjadi caleg. “Mau memilih, tapi saya tidak tahu sifat-sifat orang itu (caleg). Kan sifat setiap orang berbeda, malah saya membayangkan mau golput saja,” katanya.
Diakui anak bungsu dari dua bersaudara ini, sementara ini ia belum menentukan sikap untuk menggunakan hak pilihnya atau menjadi golongan putih (golput). Ia beralasan banyaknya partai dan caleg justru membuatnya bingung. Apalagi Dwi juga belum tahu banyak tentang visi, misi, dan program yang ditawarkan para caleg dan partai. “Saat ini saya berada di posisi antara mau memilih atau tidak, masih fifty-fifty,” tuturnya.
Di samping para siswa, mahasiswa KKN PPM P4 juga mengundang para anggota Karang Taruna dan ibu-ibu PKK dari Kecamatan Kalibawang untuk mengikuti simulasi. Kian (19), anggota Karang Taruna Dusun Demangan, Kalibawang, bersama dengan seorang temannya mengaku sengaja datang untuk menghadiri undangan tersebut. “Sebelumnya para mahasiswa sudah melakukan sosialisasi di rapat Karang Taruna. Sekarang kita diajak ikut simulasi,” ujarnya. Dikatakannya, jumlah anggota Karang Taruna di Dusun Demangan relatif sedikit. Mayoritas pemuda memilih merantau kerja, sedangkan generasi muda yang ada kebanyakan masih usia siswa SMP.
Sementara Rendika Premana, Kormanit KKN PPM P4 UGM unit Kulon Progo, ditemui di sela-sela acara mengatakan kali ini pihaknya sengaja memprioritaskan mengundang para siswa, anggota Karang Taruna, dan ibu-ibu PKK untuk mengikuti sosialisasi dan simulasi pemilu. “Kita memprioritaskan kalangan pemilih wanita dan pemula yang sangat menentukan hasil pemilu 2009 nanti. Kita berharap dari simulasi ini mereka bisa menularkan kepada seluruh anggota masyarakat di sekitarnya,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
Abdul Gaffar Karim: Menjadi Pemilih Cerdas, bukan Memilih dengan Hati Nurani
Pengamat politik UGM, Dr. Abdul Gaffar Karim, mengingatkan agar masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya dan menjadi pemilih cerdas dalam pemilu legislatif 9 April mendatang, yakni dengan mengetahui partai dan caleg yang akan dipilih berdasarkan pertimbangan yang matang, bukan berdasarkan hati nurani.
“Memilih dengan hati nurani sangat tidak tepat karena memilih tidak hanya berdasarkan feeling seperti membuat secangkir kopi, berapa takaran sendok gula dan kopinya,” kata Gaffar Karim. Pernyataan tersebut disampaikannya dalam diskusi publik “Menjadi Pemilih Cerdas menuju Pemilu Berkualitas” yang ditujukan bagi pemilih dari kalangan wanita dan pemula. Acara diselenggarakan oleh mahasiswa KKN PPM P4 UGM unit Kulon Progo di Balai Desa Kelurahan Banjarharjo, Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo, Kamis (26/3).
Menurut staf pengajar Fisipol UGM ini, untuk memilih caleg harus betul-betul berdasarkan atas visi, misi, dan program yang jelas. Para caleg itulah yang nantinya akan menjadi wakil masyarakat di legislatif dan menentukan masa depan masyarakat dalam lima tahun ke depan. “Caleg itu orang yang akan mewakili masyarakat. Jadi, tidak tepat jika ada caleg yang meminta mohon doa restu seolah-olah akan sowan ke calon mertua,” imbuhnya.Menjadi pemilih cerdas sangat penting dalam pemilu kali ini karena banyaknya caleg dan partai yang berkompetisi. Banyak partai politik yang memiliki ideologi dan program yang sama, yang disebut Gaffar sebagai partai “sekoci” dengan “kapal” yang sama sehingga mencari caleg secara asal-asalan. Ia mencontohkan ada caleg yang mencalonkan diri beramai-ramai di partai tertentu dan setelah itu mundur secara bersamaan juga karena mereka diterima menjadi PNS. “Hal ini membuktikan bahwa menjadi caleg sekedar mencari pekerjaan, bukan ingin menjadi wakil masyarakat. Sebagai wakil masyarakat harus mapan, kuat, dan teladan di masyarakat,” tandasnya.
Dalam pemilu kali ini, terdapat 11 ribu caleg dari semua partai. Dari sekian banyak caleg tersebut, hanya akan dipilih sekitar 9% saja. Oleh karena itu, akan ada banyak caleg yang tidak terpilih nantinya. Gaffar khawatir para caleg ini akan mengalami stres akibat kalah dalam pemilihan. “Akan ada 81% caleg yang tidak terpilih,” katanya.
Sementara Kesbanglinmas Provinsi DIY, Yulianto, menyoroti minimnya sosialisasi pemilu yang dilakukan KPU kepada masyarakat terpencil karena kendala dana yang masih terbatas. Karena itu, Yulianto memberikan apresiasi terhadap kegiatan mahasiswa KKN PPM UGM yang membantu melakukan sosialisasi pemilu dan simulasi bagi pemilih pemula dan wanita.
Dari hasil pantauannya selama dilakukan sosialisasi dan simulasi, pemilih manula dengan tingkat pendidikan rendah mengalami banyak kendala. Kendala yang ditemui terutama dalam melipat kertas suara sehingga memperlama proses pemilihan. “Untuk melipat kertas suara saja sangat sulit. Untuk satu orang dibutuhkan waktu 4-5 menit baru selesai,” tutur Yulianto. (Humas UGM/Gusti Grehenson
“Memilih dengan hati nurani sangat tidak tepat karena memilih tidak hanya berdasarkan feeling seperti membuat secangkir kopi, berapa takaran sendok gula dan kopinya,” kata Gaffar Karim. Pernyataan tersebut disampaikannya dalam diskusi publik “Menjadi Pemilih Cerdas menuju Pemilu Berkualitas” yang ditujukan bagi pemilih dari kalangan wanita dan pemula. Acara diselenggarakan oleh mahasiswa KKN PPM P4 UGM unit Kulon Progo di Balai Desa Kelurahan Banjarharjo, Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo, Kamis (26/3).
Menurut staf pengajar Fisipol UGM ini, untuk memilih caleg harus betul-betul berdasarkan atas visi, misi, dan program yang jelas. Para caleg itulah yang nantinya akan menjadi wakil masyarakat di legislatif dan menentukan masa depan masyarakat dalam lima tahun ke depan. “Caleg itu orang yang akan mewakili masyarakat. Jadi, tidak tepat jika ada caleg yang meminta mohon doa restu seolah-olah akan sowan ke calon mertua,” imbuhnya.Menjadi pemilih cerdas sangat penting dalam pemilu kali ini karena banyaknya caleg dan partai yang berkompetisi. Banyak partai politik yang memiliki ideologi dan program yang sama, yang disebut Gaffar sebagai partai “sekoci” dengan “kapal” yang sama sehingga mencari caleg secara asal-asalan. Ia mencontohkan ada caleg yang mencalonkan diri beramai-ramai di partai tertentu dan setelah itu mundur secara bersamaan juga karena mereka diterima menjadi PNS. “Hal ini membuktikan bahwa menjadi caleg sekedar mencari pekerjaan, bukan ingin menjadi wakil masyarakat. Sebagai wakil masyarakat harus mapan, kuat, dan teladan di masyarakat,” tandasnya.
Dalam pemilu kali ini, terdapat 11 ribu caleg dari semua partai. Dari sekian banyak caleg tersebut, hanya akan dipilih sekitar 9% saja. Oleh karena itu, akan ada banyak caleg yang tidak terpilih nantinya. Gaffar khawatir para caleg ini akan mengalami stres akibat kalah dalam pemilihan. “Akan ada 81% caleg yang tidak terpilih,” katanya.
Sementara Kesbanglinmas Provinsi DIY, Yulianto, menyoroti minimnya sosialisasi pemilu yang dilakukan KPU kepada masyarakat terpencil karena kendala dana yang masih terbatas. Karena itu, Yulianto memberikan apresiasi terhadap kegiatan mahasiswa KKN PPM UGM yang membantu melakukan sosialisasi pemilu dan simulasi bagi pemilih pemula dan wanita.
Dari hasil pantauannya selama dilakukan sosialisasi dan simulasi, pemilih manula dengan tingkat pendidikan rendah mengalami banyak kendala. Kendala yang ditemui terutama dalam melipat kertas suara sehingga memperlama proses pemilihan. “Untuk melipat kertas suara saja sangat sulit. Untuk satu orang dibutuhkan waktu 4-5 menit baru selesai,” tutur Yulianto. (Humas UGM/Gusti Grehenson
Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Masih Lemah
Pengelolaan sumber daya air tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Dibutuhkan kerja sama berbagai pihak untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya tersebut. Kondisi itulah yang melatarbelakangi Collaborative Knowledge Network Indonesia (CKNet-INA) UGM menyelenggarakan workshop bertema "Regional Open Network Conference on WRIM 2009". Workshop digelar Rabu (25/3) di Ruang Multimedia, Kantor Pusat UGM.
Berdasarkan penjelasan Koordinator CKNet-INA UGM, Dr. Rachmat Jayadi, CKNet-INA merupakan jaringan kerja sama ilmu pengetahuan yang memfokuskan pelayanan pada upaya peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang pengelolaan infrastruktur, air, dan lingkungan. CKNet-INA UGM telah ditunjuk menjadi fasilitator untuk mendukung kebijakan pemerintah, dalam hal ini Pemda DIY. CKNet-INA UGM diberi kepercayaan sebagai fasilitator dalam mendesentralisasikan pengetahuan tentang pengelolaan air dan meningkatkan pelayanan kepada berbagai pengguna air serta stakeholder lainnya. "Di samping itu, juga untuk memperkuat kualitas sumber daya manusia pemerintah daerah," kata Rachmat.
Yang menjadi permasalahan dalam pengelolaan sumber daya air selama ini adalah lemahnya koordinasi antarsektoral dalam instansi pemerintah. Rachmat mencontohkan salah satunya adalah Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) yang menangani permasalahan lingkungan terkait dengan surutnya volume air karena kemarau. Hal tersebut sesungguhnya tidak hanya menjadi tugas Bapedal. Surutnya volume air juga terkait dengan daerah resapan di hulu yang menjadi wewenang tugas Dinas Konservasi Hutan.
Menurut Rachmat, sebenarnya koordinasi sektoral antarinstansi pemerintah telah dilaksanakan. Namun, realisasi dari kesepakatan yang telah terbentuk berjalan sangat lamban. Di samping monitoring evaluasi yang masih lemah, pengelolaan sumber daya air terpadu (hulu-hilir) pun belum terkoordinasi dengan baik.
Terdapat berbagai isu dominan terkait dengan pengelolaan sumber daya air. Beberapa isu yang menyeruak ialah pengendalian daya rusak air (seperti banjir dan kekeringan), baik dari segi intensitas maupun besaran, dan kurangnya keterlibatan masyarakat dalam program pengelolaan air sejak adanya otonomi daerah. Isu pokok lainnya adalah inkonsistensi dan rendahnya penegakan hukum terhadap para pelanggarnya. "Pemerintah telah membuat undang-undang, tetapi pada praktiknya setiap terjadi pelanggaran penerapan sanksinya masih sangat lemah," ujar staf pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM ini.
Dalam pengelolaan sumber daya air, apabila tiap instansi mengacu pada UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, seharusnya perencanaan pengelolaan sumber daya air akan berjalan lancar. "Setiap wilayah sungai terdapat pola pengelolaan sumber daya air dan hal inilah yang dijadikan sebagai payung master plan bagi masing-masing sektor" tutur Rachmat.
Sehubungan dengan upaya peningkatan kemampuan di bidang pengelolaan sumber daya air, CKNet-INA UGM dalam waktu dekat akan menyelenggarakan beberapa pelatihan singkat. Pemberdayaan perhimpunan petani pemakai air, pengelolaan sumber daya air terpadu, serta penyusunan master plan penanggulangan banjir dan longsor berbasis masyarakat adalah beberapa agenda palatihan yang direncanakan.
Senada dengan itu, Kepala Bapedalda DIY, Dra. Harnowati, mengemukakan permasalahan perencanaan, institusional, manajemen, dan ekonomi saat ini terkait dengan pengelolaan sumber daya air. Diungkapkannya bahwa peran antarsektor dalam pembinaan pelaku kegiatan belum berjalan optimal dan terpadu. Pengelolaan lingkungan melalui pengembangan ekonomi bisnis juga masih sangat minim. Sementara itu, konsep lingkungan dan ekonomi dianggap bertentangan. "Hal tersebut terjadi jika pemanfaatan sumber daya lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tidak diikuti dengan pengelolaan lingkungan yang seimbang," lanjut Harnowati.
Ditambahkannya, pengelolaan sumber daya air terpadu (hulu-hilir) dapat dilakukan dengan meningkatkan sistem pengawasan kualitas dan kuantitas air sungai. Selain itu, harus juga dilakukan upaya pengendalian pencemaran air dan peningkatan tataguna air. (Humas UGM/Ika)
Berdasarkan penjelasan Koordinator CKNet-INA UGM, Dr. Rachmat Jayadi, CKNet-INA merupakan jaringan kerja sama ilmu pengetahuan yang memfokuskan pelayanan pada upaya peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang pengelolaan infrastruktur, air, dan lingkungan. CKNet-INA UGM telah ditunjuk menjadi fasilitator untuk mendukung kebijakan pemerintah, dalam hal ini Pemda DIY. CKNet-INA UGM diberi kepercayaan sebagai fasilitator dalam mendesentralisasikan pengetahuan tentang pengelolaan air dan meningkatkan pelayanan kepada berbagai pengguna air serta stakeholder lainnya. "Di samping itu, juga untuk memperkuat kualitas sumber daya manusia pemerintah daerah," kata Rachmat.
Yang menjadi permasalahan dalam pengelolaan sumber daya air selama ini adalah lemahnya koordinasi antarsektoral dalam instansi pemerintah. Rachmat mencontohkan salah satunya adalah Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) yang menangani permasalahan lingkungan terkait dengan surutnya volume air karena kemarau. Hal tersebut sesungguhnya tidak hanya menjadi tugas Bapedal. Surutnya volume air juga terkait dengan daerah resapan di hulu yang menjadi wewenang tugas Dinas Konservasi Hutan.
Menurut Rachmat, sebenarnya koordinasi sektoral antarinstansi pemerintah telah dilaksanakan. Namun, realisasi dari kesepakatan yang telah terbentuk berjalan sangat lamban. Di samping monitoring evaluasi yang masih lemah, pengelolaan sumber daya air terpadu (hulu-hilir) pun belum terkoordinasi dengan baik.
Terdapat berbagai isu dominan terkait dengan pengelolaan sumber daya air. Beberapa isu yang menyeruak ialah pengendalian daya rusak air (seperti banjir dan kekeringan), baik dari segi intensitas maupun besaran, dan kurangnya keterlibatan masyarakat dalam program pengelolaan air sejak adanya otonomi daerah. Isu pokok lainnya adalah inkonsistensi dan rendahnya penegakan hukum terhadap para pelanggarnya. "Pemerintah telah membuat undang-undang, tetapi pada praktiknya setiap terjadi pelanggaran penerapan sanksinya masih sangat lemah," ujar staf pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM ini.
Dalam pengelolaan sumber daya air, apabila tiap instansi mengacu pada UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, seharusnya perencanaan pengelolaan sumber daya air akan berjalan lancar. "Setiap wilayah sungai terdapat pola pengelolaan sumber daya air dan hal inilah yang dijadikan sebagai payung master plan bagi masing-masing sektor" tutur Rachmat.
Sehubungan dengan upaya peningkatan kemampuan di bidang pengelolaan sumber daya air, CKNet-INA UGM dalam waktu dekat akan menyelenggarakan beberapa pelatihan singkat. Pemberdayaan perhimpunan petani pemakai air, pengelolaan sumber daya air terpadu, serta penyusunan master plan penanggulangan banjir dan longsor berbasis masyarakat adalah beberapa agenda palatihan yang direncanakan.
Senada dengan itu, Kepala Bapedalda DIY, Dra. Harnowati, mengemukakan permasalahan perencanaan, institusional, manajemen, dan ekonomi saat ini terkait dengan pengelolaan sumber daya air. Diungkapkannya bahwa peran antarsektor dalam pembinaan pelaku kegiatan belum berjalan optimal dan terpadu. Pengelolaan lingkungan melalui pengembangan ekonomi bisnis juga masih sangat minim. Sementara itu, konsep lingkungan dan ekonomi dianggap bertentangan. "Hal tersebut terjadi jika pemanfaatan sumber daya lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tidak diikuti dengan pengelolaan lingkungan yang seimbang," lanjut Harnowati.
Ditambahkannya, pengelolaan sumber daya air terpadu (hulu-hilir) dapat dilakukan dengan meningkatkan sistem pengawasan kualitas dan kuantitas air sungai. Selain itu, harus juga dilakukan upaya pengendalian pencemaran air dan peningkatan tataguna air. (Humas UGM/Ika)
KKN PPM P4 UGM Bidik Pendidikan Pemilih dari Kalangan Wanita, Pemula, dan Manula
Pelaksanaan sosialisasi pemilu yang dilakukan oleh mahasiswa KKN PPM Pendidikan Pemilih dan Pemantau Pemilu (P4) Unit Prambanan, Sleman, membidik tiga kelompok masyarakat yang menjadi prioritas untuk mendapatkan pendidikan pemilih, yakni kelompok wanita, pemula, dan manula. “Mereka ini menjadi prioritas kita untuk diberikan pendidikan pemilih,” kata Made Krisna Aryawan, salah seorang mahasiswa KKN PPM UGM Unit Prambanan.
Saat ditemui di sela-sela acara sosialisasi pemilu kepada puluhan warga Dusun Sorogeduk Kidul, Prambanan, Sleman, Selasa (24/3) malam, Aryawan mengatakan sosialisasi untuk kelompok wanita dilakukan melalui kegiatan posyandu dan arisan ibu-ibu PKK. Untuk kelompok pemula, sosialisasi dilakukan melalui pertemuan Karang Taruna, sedangkan bagi kalangan manula dilakukan lewat acara pengajian.
Dalam sosialisasi tersebut, para mahasiswa langsung memberikan simulasi cara memilih dengan memberikan contoh surat suara dan menunjukkan cara mencontreng yang benar. Menurut Aryawan, tidak semua warga mengetahui cara mencontreng dengan benar sebelum mendapat sosialisasi. Hal tersebut terjadi karena kurangnya informasi yang didapatkan.
“Kita biasanya memulai dengan memberi spidol atau bulpen kepada mereka untuk mencontreng guna mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan mereka tentang cara mencentang yang benar dan dianggap sah. Sebagian yang kita temui terlihat masih ragu dan bingung posisi centangan itu di mana. Setelah kita beri contoh, mereka pun baru tahu,” katanya.
Aryawan mengakui dari berbagai kalangan yang telah dilakukan sosialisasi, kalangan pemula merupakan kelompok yang lebih sulit untuk diberikan sosialisasi. Menurut mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM ini, fakta di lapangan menunjukkan kebanyakan dari kalangan pemula yang ditemui seolah-olah enggan diajak mengikuti atau mau menerima sosialisasi. Meskipun demikian, setelah melalui pendekatan personal, kalangan ini pun akhirnya mau menerima kehadiran mahasiswa KKN PPM.
“Selain mereka belum pernah ikut memilih sebelumnya, mereka juga menganggap politik bukan dunia mereka. Tidak heran selama sosialisasi mereka sering nyeletuk. Kita pun punya cara sendiri untuk mencairkan suasana. Kita sodorkan mahasiswi yang cantik-cantik untuk memberikan materi sosialisasi dan cara ini cukup efektif,” ujarnya.
Aryawan menyebutkan Dusun Sorogedug Kidul merupakan salah satu dari sepuluh pedukuhan yang menjadi lokasi kegiatan KKN PPM P4. Sebelumnya sosialisasi pemilu telah dilakukan di Pedukuhan Sorogedug Lor, Tembir, Potrojayan, Candicingo, Rejondani, Totogan, Ketandan, Teruk, dan Kebon Dalem. “Minimal di setiap pedukuhan kita melakukan tiga kali kegiatan sosialisasi,” jelasnya.
Mujiraharjo (67), salah satu warga yang mengikuti sosialisasi malam itu, mengaku dirinya sudah banyak tahu bagaimana cara mencontreng. Ibu enam anak ini beralasan dirinya telah mendapat sosialisasi dari kalangan mahasiswa KKN UGM di acara pengajian ibu-ibu yang dilaksanakan tiap Jumat malam. “Sudah tahu cara mencontreng. Pokoknya tidak boleh lewat kotak (di kertas suara). Toh, sudah diajari mahasiswa ini di pengajian bareng ibu-ibu,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, mahasiswa KKN PPM UGM memberikan materi presentasi dengan bantuan tayangan video. Di akhir acara, mereka juga melakukan simulasi cara mencontreng di kertas suara dengan mempersilakan masing-masing warga untuk mempraktikkannya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
Saat ditemui di sela-sela acara sosialisasi pemilu kepada puluhan warga Dusun Sorogeduk Kidul, Prambanan, Sleman, Selasa (24/3) malam, Aryawan mengatakan sosialisasi untuk kelompok wanita dilakukan melalui kegiatan posyandu dan arisan ibu-ibu PKK. Untuk kelompok pemula, sosialisasi dilakukan melalui pertemuan Karang Taruna, sedangkan bagi kalangan manula dilakukan lewat acara pengajian.
Dalam sosialisasi tersebut, para mahasiswa langsung memberikan simulasi cara memilih dengan memberikan contoh surat suara dan menunjukkan cara mencontreng yang benar. Menurut Aryawan, tidak semua warga mengetahui cara mencontreng dengan benar sebelum mendapat sosialisasi. Hal tersebut terjadi karena kurangnya informasi yang didapatkan.
“Kita biasanya memulai dengan memberi spidol atau bulpen kepada mereka untuk mencontreng guna mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan mereka tentang cara mencentang yang benar dan dianggap sah. Sebagian yang kita temui terlihat masih ragu dan bingung posisi centangan itu di mana. Setelah kita beri contoh, mereka pun baru tahu,” katanya.
Aryawan mengakui dari berbagai kalangan yang telah dilakukan sosialisasi, kalangan pemula merupakan kelompok yang lebih sulit untuk diberikan sosialisasi. Menurut mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM ini, fakta di lapangan menunjukkan kebanyakan dari kalangan pemula yang ditemui seolah-olah enggan diajak mengikuti atau mau menerima sosialisasi. Meskipun demikian, setelah melalui pendekatan personal, kalangan ini pun akhirnya mau menerima kehadiran mahasiswa KKN PPM.
“Selain mereka belum pernah ikut memilih sebelumnya, mereka juga menganggap politik bukan dunia mereka. Tidak heran selama sosialisasi mereka sering nyeletuk. Kita pun punya cara sendiri untuk mencairkan suasana. Kita sodorkan mahasiswi yang cantik-cantik untuk memberikan materi sosialisasi dan cara ini cukup efektif,” ujarnya.
Aryawan menyebutkan Dusun Sorogedug Kidul merupakan salah satu dari sepuluh pedukuhan yang menjadi lokasi kegiatan KKN PPM P4. Sebelumnya sosialisasi pemilu telah dilakukan di Pedukuhan Sorogedug Lor, Tembir, Potrojayan, Candicingo, Rejondani, Totogan, Ketandan, Teruk, dan Kebon Dalem. “Minimal di setiap pedukuhan kita melakukan tiga kali kegiatan sosialisasi,” jelasnya.
Mujiraharjo (67), salah satu warga yang mengikuti sosialisasi malam itu, mengaku dirinya sudah banyak tahu bagaimana cara mencontreng. Ibu enam anak ini beralasan dirinya telah mendapat sosialisasi dari kalangan mahasiswa KKN UGM di acara pengajian ibu-ibu yang dilaksanakan tiap Jumat malam. “Sudah tahu cara mencontreng. Pokoknya tidak boleh lewat kotak (di kertas suara). Toh, sudah diajari mahasiswa ini di pengajian bareng ibu-ibu,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, mahasiswa KKN PPM UGM memberikan materi presentasi dengan bantuan tayangan video. Di akhir acara, mereka juga melakukan simulasi cara mencontreng di kertas suara dengan mempersilakan masing-masing warga untuk mempraktikkannya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
Saturday, April 4, 2009
Tawarkan Produk Roselvico, Tim Roselvico Gama Agro Tekno UGM Raih Juara I
Tim Roselvico Gama Agro Tekno UGM berhasil menyabet peringkat I dalam ajang kompetisi tingkat nasional "Chemical Product Design Competition 2009". Kompetisi diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia Universitas Indonesia pada 14-15 Maret lalu. Dengan mengajukan formulasi Roselvico (Rosela Virgin Cocounut Oil) yang kaya citarasa dan antioksidan alami, tim dari Fakultas Pertanian UGM yang beranggotakan Fakhrudin Al Rozi (2003) dan Adib Mustofa (2007) ini berhasil menyingkirkan 26 tim dari berbagai universitas se-Indonesia. Peringkat II kompetisi ini diraih oleh Tim Fakultas MIPA UGM, sedangkan posisi ketiga diduduki Tim Jurusan Teknik Kimia Universitas Indonesia (UI).
Fakhrudin Al Rozi selaku ketua tim kepada wartawan menuturkan mereka melewati 3 tahapan seleksi yaitu seleksi untuk mencapai final. Tahap I, penjurian awal, dan final. Pada seleksi tahap I diperoleh 26 tim yang lolos seleksi pengiriman proposal pendek tentang desain produk. Selanjutnya di babak kedua, mereka bersaing dengan 15 tim yang lolos dari babak pertama.
"Pada babak final, tim kami bersaing dengan 7 tim, antara lain, 5 tim dari UI, 1 tim dari UGM, dan 1 tim dari Universitas Parahyangan. Dalam final, selain mempresentasikan desain produk yang telah dibuat, kami juga melakukan ekspo", jelas Rozi di Ruang Fortakgama UGM, Selasa (24/3).
Lebih dalam mengenai produknya, Rozi menceritakan timnya mengajukan diversifikasi produk Virgin Coconut Oil (VCO) dengan menambahkan kelopak bunga Rosela (hibiscus sabdariffa L). Langkah ini diambil karena melihat produk VCO yang telah ada mudah berbau tengik karena kandungan antioksidannya tidak begitu besar. "Rosela terbukti mempunyai kandungan antioksidan yang cukup tinggi sehingga mencegah bau tengik yang biasa muncul. Penambahan antioksidan teruji mampu menurunkan kadar peroksida, zat yang menimbulkan bau tengik, sebesar 0,39420%. Sementara kandungan betakaroten meningkat hampir 3x lipat, yakni dari 6,194 menjadi 16,338945," terangnya. Di samping hal itu, penambahan rosela juga bertujuan untuk menambah citarasa VCO yang selama ini terasa hambar. Dikatakan Rozi, keunggulan produk dibandingkan dengan produk peserta lainnya adalah Roselvico memiliki sifat fungsional. Hal tersebut karena antioksidan alami yang dikandung berkhasiat menjadikan produk VCO fungsional berantioksidan. "Rosela mempunyai kandungan betakaroten yang cukup besar sekitar 16/100 gram bahan yang bersifat antioksidan. Keberadaan betakaroten dalam Roselvico selain bermanfaat bagi kesehatan tubuh, juga mampu menangkal radikal bebas yang terkandung dalam minyak penyusunnya," tuturnya.
Roselvico juga memiliki keunggulan lain, yaitu mempunyai daya simpan lebih lama daripada VCO biasa. Selain itu, Roselvico juga memiliki prospek sangat bagus untuk dikembangkan di masyarakat karena memiliki harga lebih bersaing dibandingkan dengan produk VCO pada umumnya. Akan berdampak besar jika diterapkan pada petani karena menggunakan sumberdaya lokal dan teknologi yang sederhana. Dijelaskan pula bahwa mutu Roselvico telah sesuai dengan standar internasional VCO yang ditetapkan Asian and Pasific Coconut Community (APCC).
Menurut Rozi, saat ini Roselvico baru sampai pada tataran pembuatan prototipe dan belum dipasarkan secara luas. Hal ini karena timnya belum mengurus perizinan baik ke Departemen Kesehatan, BPOM, dan instansi lain yang terkait.
Adib Mustofa menirukan pengakuan dewan juri, kunci kesuksesan timnya dalam meraih posisi puncak kompetisi karena mereka telah masuk tahapan komersialisasi dengan menghadirkan produk yang telah dikemas layaknya siap diperdagangkan. Tidak seperti peserta lain yang hanya sampai pada tahapan penelitian dan desain produk saja. (Humas UGM/Ika)
Fakhrudin Al Rozi selaku ketua tim kepada wartawan menuturkan mereka melewati 3 tahapan seleksi yaitu seleksi untuk mencapai final. Tahap I, penjurian awal, dan final. Pada seleksi tahap I diperoleh 26 tim yang lolos seleksi pengiriman proposal pendek tentang desain produk. Selanjutnya di babak kedua, mereka bersaing dengan 15 tim yang lolos dari babak pertama.
"Pada babak final, tim kami bersaing dengan 7 tim, antara lain, 5 tim dari UI, 1 tim dari UGM, dan 1 tim dari Universitas Parahyangan. Dalam final, selain mempresentasikan desain produk yang telah dibuat, kami juga melakukan ekspo", jelas Rozi di Ruang Fortakgama UGM, Selasa (24/3).
Lebih dalam mengenai produknya, Rozi menceritakan timnya mengajukan diversifikasi produk Virgin Coconut Oil (VCO) dengan menambahkan kelopak bunga Rosela (hibiscus sabdariffa L). Langkah ini diambil karena melihat produk VCO yang telah ada mudah berbau tengik karena kandungan antioksidannya tidak begitu besar. "Rosela terbukti mempunyai kandungan antioksidan yang cukup tinggi sehingga mencegah bau tengik yang biasa muncul. Penambahan antioksidan teruji mampu menurunkan kadar peroksida, zat yang menimbulkan bau tengik, sebesar 0,39420%. Sementara kandungan betakaroten meningkat hampir 3x lipat, yakni dari 6,194 menjadi 16,338945," terangnya. Di samping hal itu, penambahan rosela juga bertujuan untuk menambah citarasa VCO yang selama ini terasa hambar. Dikatakan Rozi, keunggulan produk dibandingkan dengan produk peserta lainnya adalah Roselvico memiliki sifat fungsional. Hal tersebut karena antioksidan alami yang dikandung berkhasiat menjadikan produk VCO fungsional berantioksidan. "Rosela mempunyai kandungan betakaroten yang cukup besar sekitar 16/100 gram bahan yang bersifat antioksidan. Keberadaan betakaroten dalam Roselvico selain bermanfaat bagi kesehatan tubuh, juga mampu menangkal radikal bebas yang terkandung dalam minyak penyusunnya," tuturnya.
Roselvico juga memiliki keunggulan lain, yaitu mempunyai daya simpan lebih lama daripada VCO biasa. Selain itu, Roselvico juga memiliki prospek sangat bagus untuk dikembangkan di masyarakat karena memiliki harga lebih bersaing dibandingkan dengan produk VCO pada umumnya. Akan berdampak besar jika diterapkan pada petani karena menggunakan sumberdaya lokal dan teknologi yang sederhana. Dijelaskan pula bahwa mutu Roselvico telah sesuai dengan standar internasional VCO yang ditetapkan Asian and Pasific Coconut Community (APCC).
Menurut Rozi, saat ini Roselvico baru sampai pada tataran pembuatan prototipe dan belum dipasarkan secara luas. Hal ini karena timnya belum mengurus perizinan baik ke Departemen Kesehatan, BPOM, dan instansi lain yang terkait.
Adib Mustofa menirukan pengakuan dewan juri, kunci kesuksesan timnya dalam meraih posisi puncak kompetisi karena mereka telah masuk tahapan komersialisasi dengan menghadirkan produk yang telah dikemas layaknya siap diperdagangkan. Tidak seperti peserta lain yang hanya sampai pada tahapan penelitian dan desain produk saja. (Humas UGM/Ika)
HMP UGM Gelar Diskusi “Kuliah Sambil Wirausaha”
Lulusan sebuah perguruan tinggi idealnya tidak hanya mampu mencari kerja, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan menjadi usahawan mandiri yang tangguh. Apalagi di tengah kondisi perekonomian yang kurang kondusif seperti saat ini. Banyaknya pabrik, industri, dan kembaga keuangan yang gulung tikar sehingga berujung pada PHK massal merupakan situasi yang harus disikapi dengan cerdas. Jiwa kepemimpinan mandiri dari kalangan mahasiswa sangat dibutuhkan untuk menciptakan usaha sendiri dan menyerap banyak tenaga kerja.
Kemampuan menciptakan lapangan kerja dan menjadi usahawan ternyata tidak harus menunggu ketika seseorang telah menjadi alumnus suatu institusi pendidikan tinggi. Beberapa mahasiswa UGM bahkan telah menjalankan usaha saat masih duduk di bangku kuliah. Salah satunya adalah Syammahfuz Chazali. Ia telah memiliki usaha gerabah dari kotoran sapi.
Dalam dikusi terbuka “Kuliah sambil Berwirausaha, Bagaimana Memulainya?”, Sabtu (21/3), di Auditorium Fakultas Peternakan, mahasiswa Agrobisnis Fakultas Pertanian UGM ini membagi pengalamannya. Kotoran sapi (dalam bahasa Jawa disebut “tlethong”) telah dimanfaatkannya untuk bahan pembuatan gerabah yang memiliki keunggulan dan keunikan tersendiri.
Syammahfuz tidak tampil sendiri dalam dikusi yang digelar Himpunan Mahasiswa Pascasarjana (HMP) UGM itu. Dua orang mahasiswa UGM lainnya, Hiro Prabantoro (mahasiswa MST UGM yang memiliki wirausaha kerajinan bahan kayu) dan M. Syawal (mahasiswa S3 Sosiologi yang telah memiliki usaha budidaya ikan lele), juga memamparkan berbagai pengalaman mereka dalam memulai dan menjalankan usaha. (Humas UGM)
Kemampuan menciptakan lapangan kerja dan menjadi usahawan ternyata tidak harus menunggu ketika seseorang telah menjadi alumnus suatu institusi pendidikan tinggi. Beberapa mahasiswa UGM bahkan telah menjalankan usaha saat masih duduk di bangku kuliah. Salah satunya adalah Syammahfuz Chazali. Ia telah memiliki usaha gerabah dari kotoran sapi.
Dalam dikusi terbuka “Kuliah sambil Berwirausaha, Bagaimana Memulainya?”, Sabtu (21/3), di Auditorium Fakultas Peternakan, mahasiswa Agrobisnis Fakultas Pertanian UGM ini membagi pengalamannya. Kotoran sapi (dalam bahasa Jawa disebut “tlethong”) telah dimanfaatkannya untuk bahan pembuatan gerabah yang memiliki keunggulan dan keunikan tersendiri.
Syammahfuz tidak tampil sendiri dalam dikusi yang digelar Himpunan Mahasiswa Pascasarjana (HMP) UGM itu. Dua orang mahasiswa UGM lainnya, Hiro Prabantoro (mahasiswa MST UGM yang memiliki wirausaha kerajinan bahan kayu) dan M. Syawal (mahasiswa S3 Sosiologi yang telah memiliki usaha budidaya ikan lele), juga memamparkan berbagai pengalaman mereka dalam memulai dan menjalankan usaha. (Humas UGM)
Tim Teknik Industri UGM Raih Juara II Lomba Keilmuan Teknik Industri 2009
Lagi, Tim Teknik Industri Fakultas Teknik UGM dengan personel yang berbeda berhasil menorehkan prestasi yang membanggakan bagi UGM. Februari lalu, tim berhasil meraih juara III dalam ajang Engineering Festival and Competition. Kali ini dalam Lomba Keilmuan Teknik Industri (LKTI) yang mengusung tema "Lean Service in Telecommunication Industry", Tim Teknik Industri Fakultas Teknik UGM yang beranggotakan Tito Pangesti Adji , Fitri Trapsilawati, Meilinda Firiani, dan Shinta Rahmawidya meraih juara II. Lomba berlangsung pada 10-13 Maret 2009 di Universitas Indonesia. Tim ini berhasil melenggang ke babak final setelah bersaing dengan tim dari Universitas Indonesia dan Universitas Pelita Harapan. Tim-tim dari kedua universitas tersebut berhasil keluar sebagai pemenang pertama dan ketiga.
Tito Pangesti Adji kepada wartawan mengatakan mereka harus melalui perjuangan yang berat untuk sampai ke babak final. Tim harus bersaing dengan 35 tim dari 22 universitas se-Indonesia. Tim harus melewati tiga babak untuk dapat melaju ke final, yaitu babak kualifikasi, simulasi bisnis, dan final. Di babak penyisihan, tim bersaing dengan 14 tim yang lolos dari 35 tim yang mengikuti kompetisi. Kemudian di babak simulasi, mereka harus bersaing dengan 6 tim yang lolos penyaringan dari 14 tim pada babak penyisihan.
Dalam kompetisi ini, setiap tim diberikan berbagai soal kompetensi di bidang keteknikindustrian. "Dalam simulasi bisnis, bisnis yang disimulasikan adalah bisnis telekomunikasi. Di sini kami tidak hanya berkonsentrasi pada persoalan teknis semata, tetapi juga harus memperhatikan segmen pasar, market share, biaya pengadaan BTS, biaya pemeliharaan, tender interkoneksi, perizinan, dan promosi. Uniknya pada babak simulasi bisnis ini kami berkompetisi dengan melakukan taruhan berdasarkan nilai yang diperoleh dalam babak kualifikasi," jelas mahasiswa Jurusan Teknik Industri angkatan 2005 ini di Ruang Fortakgama UGM, Senin (23/3) .
Pada babak final, masing-masing peserta diminta untuk me-repackage produk speedy dan melakukan identifikasi waste dari sisi customer insight, marketing mix, proyeksi produk masa depan, dan proyeksi demand ke depan. Dalam presentasinya, Tim UGM menawarkan repackage produk speedy baru bernama Speedy Flex dengan jargon "choose your own unlimited style".
Dikatakan Fitri Trapsilawati, mereka mencoba memberikan terobosan baru dalam pemanfaatan internet agar para pengguna tidak begitu terbebani dengan biaya penggunaan. Mereka mencoba memanfaatkan kelebihan dan sisa kuota untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan internet.
"Selama ini pengguna internet yang melebihi kuota penggunaan diharuskan membayar beban biaya yang mahal. Semisal pengguna 1 gigabyte (Gb) dikenakan beban Rp200.000,00/bulan. Namun saat penggunaannya melebihi kuota, para pengguna dibebani biaya penggunaan 3 gigabyte sebesar Rp400.000,00/bulan. Teknologi yang sudah ada hanya mengklasifikasikan pembiayaan berdasarkan pemakaian 1 Gb sebesar Rp200.000,00, 3 Gb sebesar Rp400.000,00, dan unlimited sebesar Rp1.750.000,00.
Berdasarkan penuturan Fitri, menurut tim juri, ia dan timnya dapat lolos sampai babak final karena memiliki kelebihan dalam penggunaan tools yang beragam dan pemikiran yang cukup kreatif.
Sebagai anggota tim, Sinta Rahmawidya merasa bangga karena dapat meraih juara dalam ajang ini. Dikatakannya, "Saya sangat senang dengan perolehan ini. Namun, saya belum sepenuhnya merasa puas karena belum mencapai titik puncak, yaitu meraih juara I. Namun, saya cukup bangga meski tidak menyabet peringkat pertama, kami juga dinobatkan sebagai the best presentator dalam kompetisi ini."(Humas UGM/Ika)
Tito Pangesti Adji kepada wartawan mengatakan mereka harus melalui perjuangan yang berat untuk sampai ke babak final. Tim harus bersaing dengan 35 tim dari 22 universitas se-Indonesia. Tim harus melewati tiga babak untuk dapat melaju ke final, yaitu babak kualifikasi, simulasi bisnis, dan final. Di babak penyisihan, tim bersaing dengan 14 tim yang lolos dari 35 tim yang mengikuti kompetisi. Kemudian di babak simulasi, mereka harus bersaing dengan 6 tim yang lolos penyaringan dari 14 tim pada babak penyisihan.
Dalam kompetisi ini, setiap tim diberikan berbagai soal kompetensi di bidang keteknikindustrian. "Dalam simulasi bisnis, bisnis yang disimulasikan adalah bisnis telekomunikasi. Di sini kami tidak hanya berkonsentrasi pada persoalan teknis semata, tetapi juga harus memperhatikan segmen pasar, market share, biaya pengadaan BTS, biaya pemeliharaan, tender interkoneksi, perizinan, dan promosi. Uniknya pada babak simulasi bisnis ini kami berkompetisi dengan melakukan taruhan berdasarkan nilai yang diperoleh dalam babak kualifikasi," jelas mahasiswa Jurusan Teknik Industri angkatan 2005 ini di Ruang Fortakgama UGM, Senin (23/3) .
Pada babak final, masing-masing peserta diminta untuk me-repackage produk speedy dan melakukan identifikasi waste dari sisi customer insight, marketing mix, proyeksi produk masa depan, dan proyeksi demand ke depan. Dalam presentasinya, Tim UGM menawarkan repackage produk speedy baru bernama Speedy Flex dengan jargon "choose your own unlimited style".
Dikatakan Fitri Trapsilawati, mereka mencoba memberikan terobosan baru dalam pemanfaatan internet agar para pengguna tidak begitu terbebani dengan biaya penggunaan. Mereka mencoba memanfaatkan kelebihan dan sisa kuota untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan internet.
"Selama ini pengguna internet yang melebihi kuota penggunaan diharuskan membayar beban biaya yang mahal. Semisal pengguna 1 gigabyte (Gb) dikenakan beban Rp200.000,00/bulan. Namun saat penggunaannya melebihi kuota, para pengguna dibebani biaya penggunaan 3 gigabyte sebesar Rp400.000,00/bulan. Teknologi yang sudah ada hanya mengklasifikasikan pembiayaan berdasarkan pemakaian 1 Gb sebesar Rp200.000,00, 3 Gb sebesar Rp400.000,00, dan unlimited sebesar Rp1.750.000,00.
Berdasarkan penuturan Fitri, menurut tim juri, ia dan timnya dapat lolos sampai babak final karena memiliki kelebihan dalam penggunaan tools yang beragam dan pemikiran yang cukup kreatif.
Sebagai anggota tim, Sinta Rahmawidya merasa bangga karena dapat meraih juara dalam ajang ini. Dikatakannya, "Saya sangat senang dengan perolehan ini. Namun, saya belum sepenuhnya merasa puas karena belum mencapai titik puncak, yaitu meraih juara I. Namun, saya cukup bangga meski tidak menyabet peringkat pertama, kami juga dinobatkan sebagai the best presentator dalam kompetisi ini."(Humas UGM/Ika)
Ratna Wulan: Pelatihan Membaca dengan Model Kognitif Behavioral Tingkatkan Kemampuan Membaca Anak
Membaca merupakan salah satu kegiatan penting dalam kehidupan masyarakat modern. Dengan membaca akan diperoleh berbagai informasi baru. Namun, berdasarkan beberapa penelitian didapatkan fakta bahwa kemampuan membaca anak-anak tingkat SD dan SMP di Indonesia masih rendah, bahkan tertinggal jauh di bawah negara-negara lain.
“Bahkan masih dijumpai anak lulusan SD belum bisa membaca. Karena itu, perlu dilakukan suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan membaca anak-anak Indonesia,” kata Dra. Ratna Wulan, S.U., saat promosi ujian doktor di Auditorium Fakultas Psikologi UGM, Senin(23/3).
Menurut Ratna, pelatihan membaca merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan membaca pada anak. Kemampuan membaca adalah kemampuan untuk mengucapkan kata-kata dari tulisan dan memahami arti kata-kata tersebut sebagaimana yang dimaksud oleh penulisnya. Kemampuan membaca harus dipelajari melalui serangkaian proses yang cukup panjang. “Modal supaya seseorang bisa memahami bacaan dengan baik adalah memiliki intelegensi dalam taraf normal, penguasaan kosakata yang banyak, sikap positif terhadap kegiatan membaca, serta berminat untuk membaca. Agar kemampuan membaca meningkat, jalan yang harus ditempuh adalah dengan meningkatkan jumlah pengusaaan kosakata, mengubah sikap terhadap membaca menjadi lebih positif, dan meningkatkan minat baca,” terang staf pengajar Fakultas Psikologi UGM ini.
Dalam disertasinya Ratna Wulan menguji empat isu utama, yakni peran intelegensi, penguasaan kosakata, sikap terhadap membaca, dan minat membaca. Dari uji tahap pertama diperoleh hasil bahwa penguasaan kosakata, intelegensi, sikap terhadap membaca, dan minat membaca secara bersama-sama berperan terhadap kemampuan membaca. Pada uji tahap kedua, Ratna menggunakan sampel anak SD di Kota Yogyakarta dengan memberikan perlakuan yang berbeda kepada mereka. Kelompok eskperimen mendapat pelatihan membaca, sedangkan kelompok kontrol tidak mendapatkan perlakuan apapun.
Dari eksperimen tersebut didapatkan hasil analisis berupa perbedaan skor kemampuan membaca antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Menggunakan anavoka dengan intelegensi sebagai kovariabel, diperoleh kesimpulan bahwa program pelatihan membaca dengan model kognitif-behavioral berperan dalam meningkatkan kemampuan membaca pada anak. Dalam analisis lebih lanjut, ditemui hasil bahwa pelatihan membaca dapat meningkatkan penguasaan kosakata dan sikap terhadap membaca, tetapi tidak meningkatkan minat baca.
“Penguasaan kosakata, intelegensi, sikap terhadap membaca, dan minat membaca secara bersama-sama berperan terhadap kemampuan membaca. Sebesar 29% dari penguasaan kosakata, 5,4% dari intelegensi, dan 0,6% dari sikap terhadap membaca. Sementara secara umum minat membaca tidak memberikan sumbangan secara nyata terhadap kemampuan membaca,” jelasnya.
Diungkapkan oleh wanita kelahiran Solo, 9 Februari 1947 ini bahwa aspek kognitif (penguasaan kosakata dan intelegensi) berperan langsung terhadap kemampuan membaca. Namun, tanpa adanya dukungan aspek afektif (sikap terhadap membaca dan minat membaca), kemampuan membaca tidak akan terwujud secara maksimal. Ditambahkannya, kemampuan membaca juga tidak akan berjalan maksimal jika tidak disertai dengan aktivitas membaca atau berlatih membaca secara terprogram.
"Diharapkan para orang tua lebih menanamkan dan memupuk sikap positif terhadap membaca sedini mungkin, menyediakan fasilitas bacaan, serta menciptakan suasana yang menyenangkan agar anak-anak tertarik untuk berlatih membaca, " tutur Ratna. (Humas UGM/Ika)
“Bahkan masih dijumpai anak lulusan SD belum bisa membaca. Karena itu, perlu dilakukan suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan membaca anak-anak Indonesia,” kata Dra. Ratna Wulan, S.U., saat promosi ujian doktor di Auditorium Fakultas Psikologi UGM, Senin(23/3).
Menurut Ratna, pelatihan membaca merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan membaca pada anak. Kemampuan membaca adalah kemampuan untuk mengucapkan kata-kata dari tulisan dan memahami arti kata-kata tersebut sebagaimana yang dimaksud oleh penulisnya. Kemampuan membaca harus dipelajari melalui serangkaian proses yang cukup panjang. “Modal supaya seseorang bisa memahami bacaan dengan baik adalah memiliki intelegensi dalam taraf normal, penguasaan kosakata yang banyak, sikap positif terhadap kegiatan membaca, serta berminat untuk membaca. Agar kemampuan membaca meningkat, jalan yang harus ditempuh adalah dengan meningkatkan jumlah pengusaaan kosakata, mengubah sikap terhadap membaca menjadi lebih positif, dan meningkatkan minat baca,” terang staf pengajar Fakultas Psikologi UGM ini.
Dalam disertasinya Ratna Wulan menguji empat isu utama, yakni peran intelegensi, penguasaan kosakata, sikap terhadap membaca, dan minat membaca. Dari uji tahap pertama diperoleh hasil bahwa penguasaan kosakata, intelegensi, sikap terhadap membaca, dan minat membaca secara bersama-sama berperan terhadap kemampuan membaca. Pada uji tahap kedua, Ratna menggunakan sampel anak SD di Kota Yogyakarta dengan memberikan perlakuan yang berbeda kepada mereka. Kelompok eskperimen mendapat pelatihan membaca, sedangkan kelompok kontrol tidak mendapatkan perlakuan apapun.
Dari eksperimen tersebut didapatkan hasil analisis berupa perbedaan skor kemampuan membaca antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Menggunakan anavoka dengan intelegensi sebagai kovariabel, diperoleh kesimpulan bahwa program pelatihan membaca dengan model kognitif-behavioral berperan dalam meningkatkan kemampuan membaca pada anak. Dalam analisis lebih lanjut, ditemui hasil bahwa pelatihan membaca dapat meningkatkan penguasaan kosakata dan sikap terhadap membaca, tetapi tidak meningkatkan minat baca.
“Penguasaan kosakata, intelegensi, sikap terhadap membaca, dan minat membaca secara bersama-sama berperan terhadap kemampuan membaca. Sebesar 29% dari penguasaan kosakata, 5,4% dari intelegensi, dan 0,6% dari sikap terhadap membaca. Sementara secara umum minat membaca tidak memberikan sumbangan secara nyata terhadap kemampuan membaca,” jelasnya.
Diungkapkan oleh wanita kelahiran Solo, 9 Februari 1947 ini bahwa aspek kognitif (penguasaan kosakata dan intelegensi) berperan langsung terhadap kemampuan membaca. Namun, tanpa adanya dukungan aspek afektif (sikap terhadap membaca dan minat membaca), kemampuan membaca tidak akan terwujud secara maksimal. Ditambahkannya, kemampuan membaca juga tidak akan berjalan maksimal jika tidak disertai dengan aktivitas membaca atau berlatih membaca secara terprogram.
"Diharapkan para orang tua lebih menanamkan dan memupuk sikap positif terhadap membaca sedini mungkin, menyediakan fasilitas bacaan, serta menciptakan suasana yang menyenangkan agar anak-anak tertarik untuk berlatih membaca, " tutur Ratna. (Humas UGM/Ika)
Wednesday, April 1, 2009
UGM dan UMS Malaysia Kembangkan Kerja Sama Riset Psikologi Melayu
Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Malaysia Sabah (UMS), Malaysia, kembali mempererat hubungan kerja sama dalam bidang pendidikan, penelitian, serta pertukaran mahasiswa dan dosen. Hal tersebut mengemuka ketika tim delegasi UMS yang dipimpin oleh Prof. Dr. Shuaib Che Din berkunjung ke Sekolah Pascasarjana UGM, Senin (23/3).
Kunjungan diterima oleh Wakil Direktur Bidang Akademik Sekolah Pascasarjana UGM, Prof. Dr. Edhi Martono, M.Sc. dan Dekan Fakultas Psikologi UGM, Prof. Dr. Faturochman, M.A. Selain kunjungan tersebut, juga digelar seminar di bidang ilmu psikologi, biologi, dan teknik selama tiga hari, 23-25 Maret 2009, di Sekolah Pascasarjana dan PAU UGM.
Kepada wartawan Faturochman mengatakan kerja sama antara UGM dan UMS telah berlangsung selama lima tahun. Beberapa diwujudkan dengan melakukan pertukaran mahasiswa dan dosen. “Bukan hanya di bidang pengajaran, kita akan mecoba melakukan kerja sama di bidang riset dalam rangka tukar informasi di bidang pengetahuan,” katanya.
Didampingi oleh Prof. Dr. Shuaib Che Din yang juga Dekan Fakultas Psikologi UMS dan Wakil Dekan Bidang Pengembangan Program Pascasarjana UMS, Dr. Suyansah Swanto, Faturochman menyampaikan bahwa riset terkait dengan psikologi Melayu, Asia, dan Asia Tenggara merupakan potensi yang akan dikembangkan di kemudian hari. “Internasionalisasi bukan hanya berkiblat kepada barat. Namun, bagaimana kita juga membangun kerja sama dengan kawan serumpun melalui dialog yang lebih intensif,” ujarnya.
Faturrochman mengakui kegiatan dialog yang dilakukan antarkedua universitas ini sangat penting untuk mengurangi konflik yang sering muncul antara Indonesia dan Malaysia. Salah satunya terkait dengan hak kepemilikkan atas produk batik. Shuaib Che Din juga mengamini pernyataan tersebut. Menurutnya, penting bagi kedua belah pihak untuk membangun satu kesatuan dalam bidang ilmu yang sama karena selama ini semua bidang ilmu didominasi oleh barat. “Kita perlu memupuk rasa persatuan dan kesatuan dengan peningkatan kerja sama pengajaran, riset yang lebih baik,” katanya.
Shuaib menuturkan salah satu contoh bidang ilmu yang perlu ditiru oleh UMS dari UGM adalah manajemen bencana pada peristiwa gempa bumi. Diakuinya, Malaysia sangat minim pengalaman di bidang tersebut. “Kita bisa belajar dari Indonesia dalam menangani bencana gempa bumi, di Malaysia sendiri tidak ada,” katanya.(Humas UGM/Gusti Grehenson
Kunjungan diterima oleh Wakil Direktur Bidang Akademik Sekolah Pascasarjana UGM, Prof. Dr. Edhi Martono, M.Sc. dan Dekan Fakultas Psikologi UGM, Prof. Dr. Faturochman, M.A. Selain kunjungan tersebut, juga digelar seminar di bidang ilmu psikologi, biologi, dan teknik selama tiga hari, 23-25 Maret 2009, di Sekolah Pascasarjana dan PAU UGM.
Kepada wartawan Faturochman mengatakan kerja sama antara UGM dan UMS telah berlangsung selama lima tahun. Beberapa diwujudkan dengan melakukan pertukaran mahasiswa dan dosen. “Bukan hanya di bidang pengajaran, kita akan mecoba melakukan kerja sama di bidang riset dalam rangka tukar informasi di bidang pengetahuan,” katanya.
Didampingi oleh Prof. Dr. Shuaib Che Din yang juga Dekan Fakultas Psikologi UMS dan Wakil Dekan Bidang Pengembangan Program Pascasarjana UMS, Dr. Suyansah Swanto, Faturochman menyampaikan bahwa riset terkait dengan psikologi Melayu, Asia, dan Asia Tenggara merupakan potensi yang akan dikembangkan di kemudian hari. “Internasionalisasi bukan hanya berkiblat kepada barat. Namun, bagaimana kita juga membangun kerja sama dengan kawan serumpun melalui dialog yang lebih intensif,” ujarnya.
Faturrochman mengakui kegiatan dialog yang dilakukan antarkedua universitas ini sangat penting untuk mengurangi konflik yang sering muncul antara Indonesia dan Malaysia. Salah satunya terkait dengan hak kepemilikkan atas produk batik. Shuaib Che Din juga mengamini pernyataan tersebut. Menurutnya, penting bagi kedua belah pihak untuk membangun satu kesatuan dalam bidang ilmu yang sama karena selama ini semua bidang ilmu didominasi oleh barat. “Kita perlu memupuk rasa persatuan dan kesatuan dengan peningkatan kerja sama pengajaran, riset yang lebih baik,” katanya.
Shuaib menuturkan salah satu contoh bidang ilmu yang perlu ditiru oleh UMS dari UGM adalah manajemen bencana pada peristiwa gempa bumi. Diakuinya, Malaysia sangat minim pengalaman di bidang tersebut. “Kita bisa belajar dari Indonesia dalam menangani bencana gempa bumi, di Malaysia sendiri tidak ada,” katanya.(Humas UGM/Gusti Grehenson
Akibat Rokok, Lelaki Banyak Menderita Tumor Nasofaring
Salah satu tumor yang paling banyak menyerang kaum lelaki adalah tumor nasofaring. Perbandingan penderita antara laki-laki dan perempuan adalah tiga banding satu. “Dari seluruh tumor, yang paling banyak diderita oleh laki-laki adalah tumor nasofaring,” kata dr. Bambang Hariwiyanto, Sp. THT(K) usai ujian promosi doktor di Auditorium Fakultas Kedokteran (FK) UGM, Sabtu (21/3) .
Menurut pria yang sehari-harinya bekerja di Subbagian Onkologi THT RSUP Dr. Sardjito ini, penyebab kaum adam banyak mengidap tumor nasofaring adalah faktor infeksi virus, keturunan, dan pola hidup yang tidak sehat, antara lain kebiasaan merokok. “Kebanyakan yang diserang adalah laki-laki dewasa muda. Mungkin salah satu penyebabnya adalah rokok, selain multifaktor yang lain, seperti virus, keturunan, dan pola hidup,” katanya.
Penyakit tumor jenis ini tidak menunjukkan gejala yang khas pada stadium awal dan biasanya baru terdeteksi ketika sudah stadium akhir. Kebanyakan pasien memeriksakan kondisinya pada stadium akhir, padahal pengobatan pada stadium ini sudah tidak efisien lagi. “Mereka kebanyakan yang datang sudah sekitar stadium 3 dan 4 sehingga menyebabkan kematian yang tinggi. Tingkat kematian cukup tinggi pada stadium ini. Dalam penelitian saya, di RS Sardjito sedikitnya ada 90-100 pasien baru per tahun,” ungkap pria kelahiran Yogyakarta, 15 November 1950 ini.
Lebih lanjut dikatakannya, tingkat tumor nasofaring di Indonesia adalah 5,6 per 100 ribu penduduk. Artinya, pada sekitar 100 ribu penduduk terdapat 5-6 penderita yang terkena nasofaring. “Jumlah ini tergolong rendah,” tutur Bambang. Di China, jumlah penderita terbilang cukup tinggi, yakni dengan tingkat prevalensi 5 sampai 75 penderita per 100 ribu penduduk. “Kalau di China disebabkan faktor genetik dan kebiasaan mengonsumsi ikan asin yang berlebihan sejak kecil,” jelasnya.
Dalam penelitian Bambang, untuk wilayah DIY dan Jawa Tengah, Kebumen merupakan wilayah yang paling banyak terdapat kasus tumor nasofaring. Namun, dirinya belum mengetahui lebih detail yang menjadi faktor penyebabnya karena belum melakukan penelitian lebih lanjut.
Bambang menyampaikan disertasi yang berjudul “Peran Protein EBNA 1, EBNA 2, LMP1, dan LMP2 Virus Epstein Barr sebagai Faktor Prognosis pada Pengobatan Karsinoma Nasofarings”. Dalam ringkasan disertasinya disebutkan bahwa terdapatnya protein LMP1 dan LMP2 pada kasus karsinoma nasofaring menyebabkan tingkat keberhasilan terapi lebih kecil dan dengan demikian angka kematian menjadi lebih besar. Namun sebaliknya, ekspresi EBNA2 menyebabkan keberhasilan terapi lebih besar. “Ekspresi protein LMP1 dan LMP2, jika muncul maka pasien ini hasil terapinya jelek,” kata Bambang yang lulus ujian tersebut dengan predikat cumlaude. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
Menurut pria yang sehari-harinya bekerja di Subbagian Onkologi THT RSUP Dr. Sardjito ini, penyebab kaum adam banyak mengidap tumor nasofaring adalah faktor infeksi virus, keturunan, dan pola hidup yang tidak sehat, antara lain kebiasaan merokok. “Kebanyakan yang diserang adalah laki-laki dewasa muda. Mungkin salah satu penyebabnya adalah rokok, selain multifaktor yang lain, seperti virus, keturunan, dan pola hidup,” katanya.
Penyakit tumor jenis ini tidak menunjukkan gejala yang khas pada stadium awal dan biasanya baru terdeteksi ketika sudah stadium akhir. Kebanyakan pasien memeriksakan kondisinya pada stadium akhir, padahal pengobatan pada stadium ini sudah tidak efisien lagi. “Mereka kebanyakan yang datang sudah sekitar stadium 3 dan 4 sehingga menyebabkan kematian yang tinggi. Tingkat kematian cukup tinggi pada stadium ini. Dalam penelitian saya, di RS Sardjito sedikitnya ada 90-100 pasien baru per tahun,” ungkap pria kelahiran Yogyakarta, 15 November 1950 ini.
Lebih lanjut dikatakannya, tingkat tumor nasofaring di Indonesia adalah 5,6 per 100 ribu penduduk. Artinya, pada sekitar 100 ribu penduduk terdapat 5-6 penderita yang terkena nasofaring. “Jumlah ini tergolong rendah,” tutur Bambang. Di China, jumlah penderita terbilang cukup tinggi, yakni dengan tingkat prevalensi 5 sampai 75 penderita per 100 ribu penduduk. “Kalau di China disebabkan faktor genetik dan kebiasaan mengonsumsi ikan asin yang berlebihan sejak kecil,” jelasnya.
Dalam penelitian Bambang, untuk wilayah DIY dan Jawa Tengah, Kebumen merupakan wilayah yang paling banyak terdapat kasus tumor nasofaring. Namun, dirinya belum mengetahui lebih detail yang menjadi faktor penyebabnya karena belum melakukan penelitian lebih lanjut.
Bambang menyampaikan disertasi yang berjudul “Peran Protein EBNA 1, EBNA 2, LMP1, dan LMP2 Virus Epstein Barr sebagai Faktor Prognosis pada Pengobatan Karsinoma Nasofarings”. Dalam ringkasan disertasinya disebutkan bahwa terdapatnya protein LMP1 dan LMP2 pada kasus karsinoma nasofaring menyebabkan tingkat keberhasilan terapi lebih kecil dan dengan demikian angka kematian menjadi lebih besar. Namun sebaliknya, ekspresi EBNA2 menyebabkan keberhasilan terapi lebih besar. “Ekspresi protein LMP1 dan LMP2, jika muncul maka pasien ini hasil terapinya jelek,” kata Bambang yang lulus ujian tersebut dengan predikat cumlaude. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
1.173 Mahasiswa UGM Luar DIY Urus Mutasi Pemilih
Sedikitnya 1.173 mahasiswa UGM yang berasal dari luar Provinsi DIY mengurus mutasi pemilih ke posko Garda Pemilu yang didirikan Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa (BEM-KM) UGM. Posko tersebut merupakan bagian dari posko Garda Pemilu di seluruh perguruan tinggi negeri di Indonesia.
''Antusias mahasiswa UGM mengurus mutasi saya pikir cukup tinggi karena untuk waktu yang cukup mepet dengan sosialisasi yang ada jumlah itu cukup banyak. Data inipun masih akan bertambah karena posko untuk itu masih kita buka hingga 25 Maret 2009 mendatang,'' jelas Presiden Mahasiswa UGM, Qodaruddin Fajriadi, Jumat kemarin.
Berdasarkan data, jumlah mahasiswa UGM luar DIY dan Jawa Tengah adalah 14.500 orang. Namun, tidak semua mahasiswa tersebut melakukan mutasi pemilih di Yogyakarta. ''Apalagi jika kemudian mereka tahu bahwa memilih di Yogyakarta berarti juga untuk wakil rakyat Yogyakarta bukan daerah asal mereka,'' lanjutnya.
Mahasiswa yang mengurus mutasi pemilih berasal dari Kendal, Lamongan, Cilacap, Bontang, dan beberapa daerah lain. ''Memang sebagian besar berasal dari luar DIY, tetapi masih dalam Pulau Jawa, dan sedikit dari luar Jawa. Ini mungkin karena tanggal 5 kita sudah ujian mid semester,'' tambah Qodar.
Menurut Ketua Garda Pemilu BEM-KM UGM, Ridwan Budiman, data awal mutasi pemilih mahasiswa UGM luar DIY selanjutnya akan diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DIY. ''Harapannya, dengan data awal ini kita bisa melakukan mutasi secara kolektif. Karena data ini baru pendaftaran, mereka mengurus formulir A5 ke daerah asalnya,'' terangnya.
Kendala yang dialami oleh Garda Pemilu UGM adalah ketidaksamaan pemahaman dan pengetahuan Panitia Pemungutan Suara (PPS) di daerah asal mahasiswa terhadap formulir A5. Dituturkan Qodar, ''Pengetahuan dan pemahaman mereka terhadap formulir A5 tidak sama. Itulah Indonesia, bahkan mungkin ada yang PPS-nya belum terbentuk.''
Oleh karena itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan KPU Provinsi DIY untuk mengupayakan formulir A5 secara kolektif. ''Data kita serahkan dan KPU Provinsi akan mengecek apakah nama-nama yang kita serahkan ada di Daftar Pemilih Tetap (DPT) di daerah yang kita maksud atau tidak. Jika benar, tidak ada alasan bagi KPU Pusat untuk menolak mutasi kolektif ini,'' tegasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson
''Antusias mahasiswa UGM mengurus mutasi saya pikir cukup tinggi karena untuk waktu yang cukup mepet dengan sosialisasi yang ada jumlah itu cukup banyak. Data inipun masih akan bertambah karena posko untuk itu masih kita buka hingga 25 Maret 2009 mendatang,'' jelas Presiden Mahasiswa UGM, Qodaruddin Fajriadi, Jumat kemarin.
Berdasarkan data, jumlah mahasiswa UGM luar DIY dan Jawa Tengah adalah 14.500 orang. Namun, tidak semua mahasiswa tersebut melakukan mutasi pemilih di Yogyakarta. ''Apalagi jika kemudian mereka tahu bahwa memilih di Yogyakarta berarti juga untuk wakil rakyat Yogyakarta bukan daerah asal mereka,'' lanjutnya.
Mahasiswa yang mengurus mutasi pemilih berasal dari Kendal, Lamongan, Cilacap, Bontang, dan beberapa daerah lain. ''Memang sebagian besar berasal dari luar DIY, tetapi masih dalam Pulau Jawa, dan sedikit dari luar Jawa. Ini mungkin karena tanggal 5 kita sudah ujian mid semester,'' tambah Qodar.
Menurut Ketua Garda Pemilu BEM-KM UGM, Ridwan Budiman, data awal mutasi pemilih mahasiswa UGM luar DIY selanjutnya akan diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DIY. ''Harapannya, dengan data awal ini kita bisa melakukan mutasi secara kolektif. Karena data ini baru pendaftaran, mereka mengurus formulir A5 ke daerah asalnya,'' terangnya.
Kendala yang dialami oleh Garda Pemilu UGM adalah ketidaksamaan pemahaman dan pengetahuan Panitia Pemungutan Suara (PPS) di daerah asal mahasiswa terhadap formulir A5. Dituturkan Qodar, ''Pengetahuan dan pemahaman mereka terhadap formulir A5 tidak sama. Itulah Indonesia, bahkan mungkin ada yang PPS-nya belum terbentuk.''
Oleh karena itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan KPU Provinsi DIY untuk mengupayakan formulir A5 secara kolektif. ''Data kita serahkan dan KPU Provinsi akan mengecek apakah nama-nama yang kita serahkan ada di Daftar Pemilih Tetap (DPT) di daerah yang kita maksud atau tidak. Jika benar, tidak ada alasan bagi KPU Pusat untuk menolak mutasi kolektif ini,'' tegasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson
Sejarawan UGM: Ide dan Pemikiran Tokoh Sejarah Patut Dicontoh
Sejarawan UGM, Adaby Darban, berpendapat bahwa tokoh sejarah harus dipelajari bersama meskipun diakuinya tidak ada satu pun tokoh yang sempurna. Hal tersebut penting untuk menjadi kajian wacana bagi generasi penerus.
“Dari tokoh sejarah tersebut, kita akan mengambil suatu hikmah, pemikiran, ide, apa yang dikerjakan, dan siasat mereka,” kata Adaby Darban dalam acara bedah buku “Ibnu Sutowo: Saatnya Saya Bercerita!”, di gedung PAU UGM, Jumat (20/3).
Menurut Ketua Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM ini, generasi sekarang dapat meneladani tokoh sejarah terkait dengan pengalaman dan langkah-langkahnya dalam menyelesaikan sebuah masalah.
Salah seorang pengurus National Press Club of Indonesia (NPCI) , Imelda Sari, mengatakan sejarah tidak dapat dilihat hanya dari satu sisi. Sejarah semestinya menguak berbagai fakta yang selama ini disembunyikan dari publik. “Sejarah harus melihat dan mengungkap apa yang selama ini disembunyikan dan ditutupi,” ujarnya.
Ramadhan K.H. telah menulis salah satunya. Pengalaman tokoh Ibnu Sutowo selaku seorang militer pejuang kemerdekaan, dokter, dan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina diabadikan dalam buku setebal 536 halaman. Buku yang diterbitkan oleh NPCI ini dicetak Desember 2008 lalu. Imelda menilai, “Ramadhan menulis Ibnu dengan mengalir, menelaah pemikiran beliau, dari seorang mantan Dirut PT Pertamina, mantan pejuang, dan sekaligus seorang dokter.”
Dr. Anton Haryono, staf pengajar Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dalam kesempatan tersebut mengemukakan ketokohan Ibnu Sutowo sebagai penggagas sistem kontrak bagi hasil dalam industri perminyakan di Indonesia. Saat itu, upaya tersebut banyak ditentang. Tidak hanya dari koleganya, tetapi juga dari bangsa asing yang memiliki kepentingan menanamkan modalnya di tanah air.
“Ibnu Sutowo dan Pertaminanya dalam kontrak bagi hasil kemudian mengupayakan pula secara serius pengusahaan LNG yang pada awalnya mendapatkan cemoohan, tetapi terbukti berdaya guna besar,” imbuh Anton.
Ibnu Sutowo adalah putra kelahiran Grobogan, Jawa Tengah, tahun 1914. Setelah lulus dokter dari Nederlandsch Indische Arsten School (NIAS) Surabaya pada 1940, ia mengabdikan diri sebagai dokter dan perwira tentara dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Semasa hidupnya sempat menjabat Dirut Pertamina sejak 1957 hingga 1976. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
“Dari tokoh sejarah tersebut, kita akan mengambil suatu hikmah, pemikiran, ide, apa yang dikerjakan, dan siasat mereka,” kata Adaby Darban dalam acara bedah buku “Ibnu Sutowo: Saatnya Saya Bercerita!”, di gedung PAU UGM, Jumat (20/3).
Menurut Ketua Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM ini, generasi sekarang dapat meneladani tokoh sejarah terkait dengan pengalaman dan langkah-langkahnya dalam menyelesaikan sebuah masalah.
Salah seorang pengurus National Press Club of Indonesia (NPCI) , Imelda Sari, mengatakan sejarah tidak dapat dilihat hanya dari satu sisi. Sejarah semestinya menguak berbagai fakta yang selama ini disembunyikan dari publik. “Sejarah harus melihat dan mengungkap apa yang selama ini disembunyikan dan ditutupi,” ujarnya.
Ramadhan K.H. telah menulis salah satunya. Pengalaman tokoh Ibnu Sutowo selaku seorang militer pejuang kemerdekaan, dokter, dan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina diabadikan dalam buku setebal 536 halaman. Buku yang diterbitkan oleh NPCI ini dicetak Desember 2008 lalu. Imelda menilai, “Ramadhan menulis Ibnu dengan mengalir, menelaah pemikiran beliau, dari seorang mantan Dirut PT Pertamina, mantan pejuang, dan sekaligus seorang dokter.”
Dr. Anton Haryono, staf pengajar Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dalam kesempatan tersebut mengemukakan ketokohan Ibnu Sutowo sebagai penggagas sistem kontrak bagi hasil dalam industri perminyakan di Indonesia. Saat itu, upaya tersebut banyak ditentang. Tidak hanya dari koleganya, tetapi juga dari bangsa asing yang memiliki kepentingan menanamkan modalnya di tanah air.
“Ibnu Sutowo dan Pertaminanya dalam kontrak bagi hasil kemudian mengupayakan pula secara serius pengusahaan LNG yang pada awalnya mendapatkan cemoohan, tetapi terbukti berdaya guna besar,” imbuh Anton.
Ibnu Sutowo adalah putra kelahiran Grobogan, Jawa Tengah, tahun 1914. Setelah lulus dokter dari Nederlandsch Indische Arsten School (NIAS) Surabaya pada 1940, ia mengabdikan diri sebagai dokter dan perwira tentara dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Semasa hidupnya sempat menjabat Dirut Pertamina sejak 1957 hingga 1976. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
Subscribe to:
Posts (Atom)